Dari total populasi penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 248 juta, 55 juta atau 22 persen diantaranya merupakan pengguna internet dan 18 persen diantaranya pengguna social network. Layanan internet telah berperan dalam perkembangan sektor ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia. Kecepatan akses internet telah menjadi suatu keharusan untuk mendukung hal tersebut.

OPERATOR telekomunikasi, Indosat, selalu mendukung program pemerintah dalam mempercepat pembangunan broadband di Indonesia dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa ke depan. Implementasi jaringan Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) 900MHz yang dapat diakses melalui layanan IM3 Super Internet, merupakan bagian dari fokus Indosat  untuk selalu menjadi pemimpin layanan data di pasar dengan menyediakan akses internet yang lebih cepat bagi masyarakat.

Layanan selular broadband dengan teknologi  UMTS yang memungkinkan implementasi 3G di frekuensi 900MHz, dipastikan akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan layanan data/ internet dengan dengan akses yang lebih cepat.

Dan, melalui  frekuensi yang jauh lebih rendah (900MHz), akan memberikan kualitas sinyal yang jauh lebih kuat, sehingga akan meningkatkan kualitas layanan serta akan menjangkau pelanggan sampai ke area yang sebelumnya tidak terjangkau oleh layanan UMTS 2100, seperti di dalam rumah, gedung, atau di daerah blank spot. “Teknologi UMTS 900MHz memberikan kemudahan bagi pelanggan karena menggunakan teknologi yang sama dengan UMTS 2100MHz. Teknologi UMTS 900MHz menggunakan frekuensi 900MHz sementara teknologi UMTS 2100 menggunakan frekuensi 2100MHz,” kata Presiden Direktur  & CEO Indosat, Alexander Rusli, di sela peluncuran voucher isi ulang edisi khusus batik di Gedung Indosat, Jakarta (2/10).

Pastinya, inovasi tersebut dapat diaplikasikan secara nasional untuk menggenjot kontribusi layanan data. Modernisasi jaringan yang terus dilakukan Indosat akan semakin menguatkan posisinya di pasar, karena diharapkan akan lebih banyak orang yang menggunakan jaringan Indosat. Apalagi, saat ini tantangan di industri seluler tidak hanya mengenai cakupan jaringan dan menambah pelanggan semata namun  bagaimana caranya meningkatkan pendapatan per pelanggan atau average revenue per user (ARPU).

Berikut petikan wawancara dengan kelahiran Sydney, 20 Februari 1971 yang menduduki jabatan puncak tersebut  pada 1 November 2012 lalu ini.   Alexander memang bukan orang baru bagi Indosat, sebab dia telah menjabat komisaris independen Indosat sejak Januari 2010.

Indosat baru saja meluncurkan jaringan UMTS 900MHz, bagaimana kesiapan perangkatnya?
Kesiapan perangkat yang dibutuhkan sudah hampir selesai sehingga di awal tahun depan sudah bisa mulai diperkenalkan di sembilan kota di Jawa. Kami sudah menyiapkan perangkat kami untuk seluruh kebutuhan frekwensi, termasuk 4G nantinya. Kami hanya menunggu waktu yang tepat ketika produk handset sudah tersebar merata. Dengan inovasi ini maka kami semakin siap untuk menggelar penggunaan layanan 4G.

Tampaknya Indosat sangat agresif menggarap layanan data, pendapat Anda?  
Semua orang tahu data is growing. Tapi pengguna belum sampai pada level membayar akses data seperti mereka membayar penggunaan SMS dan suara. Tren penggunaan data akan naik saat ada promosi. Akan tetapi saat tidak ada promosi, akses data akan turun. Ini menandakan, penggunaan layanan data belum menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Bagi pengguna smartphone memang berbeda karena akses data menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Proses untuk mendapatkan lebih banyak kustomer untuk mengakses data sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari akan terus berjalan. Titik pendorong akses data akan terjadi saat harga smartphone baru sekitar US$70. Kalau smartphone baru di pasarkan dengan harga US$70, harga smartphone bekas pasti akan lebih turun lagi. Ini akan menggerakkan akses data. Tahun ini kami menargetkan sebanyak 60% dari total pelanggan Indosat bisa mulai menggunakan layanan data.

Apa tantangan mengedukasi konsumen untuk lebih menggunakan data?
Akses data itu harus dilekatkan ke dalam aplikasi, seperti Facebook dan Twitter. Untuk segmen generasi muda tidak akan diragukan lagi bahwa mereka akan menjadi pengguna data. Tapi sekarang mereka kan masih belum berpenghasilan. Segera setelah mereka mendapatkan penghasilan, segmen ini akan menggerakkan pasar data menjadi lebih berkembang.

Bagaimana dengan potensi pendapatan dari pasar data?
Margin data masih lebih rendah dibandingkan dengan suara dan SMS. Ini yang terjadi di industri seluler. Margin yang paling besar voice, kemudian SMS, lalu diikuti data. Tapi di sisi lain, kapasitas yang kami siapkan kan harus lebih besar. Tapi harus ada investasi. Kalau investasi ditunda 3 tahun lagi misalnya, upaya untuk menjaring pengguna muda, yang potensial menjadi pengguna data tadi tetapi masih belum berpenghasilan, sudah terlambat.

Bagaimana Anda memandang kompetisi?
Kompetisi itu yang membuat kami inovatif dan saya suka inovasi. Perusahaan dapat memberikan layanan dengan kualitas yang lebih baik dan lebih murah, berkat kompetisi. Kami dipaksa untuk memberikan layanan dengan harga yang lebih terjangkau. Pada saat yang bersamaan, ini juga tekanan untuk vendor agar menyediakan peralatan dengan harga yang lebih murah. Jadi ini saling berkaitan.

Banyak pihak menilai bahwa Indonesia memiliki terlalu banyak operator, bagaimana menurut Anda?
Kalau diantara tiga pemain, Telkomsel, Indosat, dan XL, kompetisi di Jawa sudah semakin dekat. Tapi susah menilai apakah operator telekomunikasi saat ini masuk kategori sedikit atau terlampau banyak. Sebab, kalau pemain terlalu banyak, pengguna juga berpotensi mendapatkan layanan yang kurang berkualitas. Waktu 2007 misalnya, saat terjadi price war, kompetisi ini memberikan layanan yang murah tapi kualitas yang didapatkan pengguna juga sangat rendah.

XL baru saja mengakuisisi Axis, Tanggapan Bapak?
Akuisisi XL atas Axis justru membuat kami terpacu untuk lebih agresif di pasar, yaitu dengan memperkuat jaringan distributor Indosat di seluruh wilayah Indonesia. Terlebih lagi, mulai akhir 2013 dan tahun depan, Indosat akan lebih fokus ke daerah-daerah yang selama ini belum menjadi fokus perusahaan. Kami optimistis bisa mengejar ketinggalan baik dalam kinerja keuangan maupun pelanggan atas gabungan XL-Axis dalam waktu tidak lama lagi.
Kami  berharap pemerintah bisa memutuskan kebijakan terkait konsolidasi tersebut yang adil bagi industri, dan mengurangi dominasi frekuensi di perusahaan gabungan tersebut. Seharusnya dikurangi, karena sayang juga kalau frekuensi tersebut nantinya kurang optimal dimanfaatkan. Gabungan antara XL dan Axis hanya sementara saja menduduki nomor 2, karena Indosat bertekad bisa segera menyalipnya, baik dalam hal jumlah pelanggan maupun kinerja keuangan.

Mengapa Anda tertarik dunia teknologi informasi (TI)? Sejak kapan?
Awalnya saya suka mengulik dan jatuh cinta kepada komputer. Hal ini dipengaruhi oleh Ibu yang berprofesi sebagai programmer di era mine-frame. Dari kecil saya diperkenalkan bidang komputer oleh Ibu. Padahal Ibu, saat itu menghendaki saya sebagai Dokter.

Bisa cerita latar belakang pendidikan Anda?
Latar belakang pendidikan saya memang di bidang TI. Saya lulus dari Curtin Univesity di Perth, Australia. Saya pulang ke Indonesia pada 1997. Sebenarnya saya butuh waktu satu setengah tahun untuk berpikir kapan tepatnya pulang ke tanah air. Di Australia, saya menempuh gelar S1 dilanjutkan S2 di bidang TI. Saya sempat menjadi dosen juga di Curtin Univesity. Ketika itu, saya pun mengajukan disertasi untuk S3. •DJUANDA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.