Penggunaan internet dalam kejahatan terorisme tidak hanya terbatas pada propaganda, tetapi juga dalam kegiatan yang lebih kompleks yang disebut 9P: Propaganda, Perekrutan, Pelatihan, Penyediaan logistik, Pembentukan paramiliter dengan cara melawan hukum, Perencanaan, Pelaksanaan serangan teroris, Persembunyian dan Pendanaan.

PERKEMBANGAN teknologi informasi (TI) membuka peluang yang luas untuk membuat, memperoleh dan menyebarkan pesan secara interaktif dan luas. Peluang ini bisa dimanfaatkan secara positif atau negatif. Pemanfaatan secara negatif diantaranya untuk kepentingan teroris.

Situs web, blog, jejaring sosial, games, maupun video seringkali dijadikan media propaganda dalam aktifitas terorisme. Kejelian teroris dalam memanfaatkan cyberspace ini secara masif dan sistematis mengundang simpati dan empati dari pengguna internet, terutama generasi muda. Karenanya, setiap generasi akan selalu muncul kelompok baru maupun individu yang berkeinginan untuk belajar secara otodidak menjadi teroris dari internet.

Penanggulangan pemanfaatan internet untuk kegiatan terorisme pun kini semakin mendesak. Hal ini pula lah yang mendasari Petrus Reinhard Golose untuk menyusun buku “Invasi Terorisme Ke Cyberspace” yang diluncurkan pada 20 Oktober lalu.

Dalam buku setebal 213 halaman itu polisi aktif dengan pangkat Inspektur Jenderal Polisi tersebut berupaya mengungkap bahaya dan potensi penggunaan internet dalam kejahatan terorisme yang banyak ditemui di cyberspace, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Petrus yang kelahiran Manado, 27 November 1965 yang saat ini menjabat sebagai Deputi Karja Sama Internasional pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini juga membahas konten dan teknik sampai penawaran solusi penanggulangan terorisme di cyberspace.

Simak kutipan wawancara dan isi buku Petrus, peraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia yang sebelumnya pernah meluncurkan dua buku berjudul “Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput” serta “Seputar Kejahatan Hacking: Teori dan Studi Kasus” ini.

Apa yang mendasari Anda menulis buku “Invasi Treorisme Ke Cyberspace”?
Setelah berjuang bertahun-tahun menanggulangi terorisme, ternyata terorisme masih menjadi ancaman serius bagi keutuhan negara Indonesia. Setelah Al-Qaeda, muncul Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Setelah Jamaah Islamiyah (JI), muncul Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan sebagainya. Penanggulangan teroris sampai ke akar-akarnya merupakan perjuangan yang panjang.

Buku itu sendiri disusun setelah melakukan penelitian selama 4 tahun, sejak saya mengikuti Expert Group Meeting yang diselenggarakan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 2011, yang saya harapkan dapat berkontribusi terhadap penanggulangan terorisme di Indonesia sesuai kemampuan dan pengalaman yang saya miliki.

Baca :  VICKY SHU: Antara Gadget, Bisnis dan Dunia Hiburan

Apa yang membedakan aktifitas terorisme di masa lampau dan di era TI saat ini?
Yang jelas berbeda, kini kian marak aktifitas terorisme yang dilakukan di cyberspace. Dalam forum ahli UNODC, diidentifikasi 7 bentuk pemanfaatan internet untuk kepentingan teroris, yakni propaganda, perekrutan, pendanaan terorisme, pelatihan, perencanaan, penyebaran teror di internet hingga cyber attack.

ISIS misalnya, memanfaatkan cyberspace untuk menyebarkan teror terhadap negara yang mereka anggap musuh. Sedikitnya ada 4 video pemenggalan kepala terhadap warga negara Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini sudah ditiru oleh teroris di Indonesia, dimana pernah terjadi kasus pemenggalan terhadap orang yang dianggap sebagai informan Densus 88 di Poso pada 2014 lalu.

Sejauh mana teroris Indonesia memanfaatkan TI?
Teroris di Indonesia tak kalah canggihnya. Selain yang sebutkan barusan, kita tahu, Imam Samudera, seorang terpidana mati atas kasus Bom Bali I, mengontrol jaringan teroris dari bilik penjara melalui komunikasi internet. Kemudian, kelompok Rizky Gunawan juga pernah meretas sebuah situs komersial dan berhasil meraup lebih dari Rp. 5 milyar. Uang tersebut sebagian digunakan untuk mendanai pelatihan paramiliter teroris di Poso.

Contoh lain, video propaganda terorisme kelompok Santoso yang berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi dan video propaganda ISIS berjudul “Join the Ranks”, Bachrumsyah, anggota ISIS asal Indonesia mengajak penonton untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. Masih banyak contoh kasus lain.

Salah satu penyalahgunaan yang cukup banyak ditemui adalah penggunaan media online dalam menyebarkan paham terorisme. Dinamika penyalahgunaan internet oleh teroris ini terus berkembang, terlebih kini makin marak media sosial yang memungkinkan orang bisa berkomunikasi kapanpun dan dimanapun.

Alasan apa yang melatar belakangi mereka untuk menggunakan cyberspace?
Ada beberapa alasan, diantaranya kemudahan informasi. Internet memudahkan pencarian informasi dengan volume besar secara dinamis, interaktif dan multimedia. Kedua adalah kemudahan manajemen yang meliputi pengontrolan, yang cukup dilakukan oleh satu iindividu. Pengontrolan juga dapat dilakukan dari lokasi yang jauh dari keramaian, tidak membutuhkan latihan fisik, dan tidak ada resiko moralitas. Termasuk di dalam manajemen adalah efesiensi biaya.

Ketiga, tidak mudah dilacak. Keempat, pengawasan dan pengendalian yang minim. Sedikitnya peraturan, penyensoran atau bentuk lain dari pengawasan pemerintah di cyberspace menjadikan internet sebagai media favorit untuk segala bentuk cyber terror. Alasan kelima adalah jangkauan dan cakupan yang luas.

Baca :  CHU CHIU NAN: Produk Seagate Tak Hanya Menyimpan, Tapi Menganalisa

Apakah cyber terror memiliki dampak yang sama dalam dunia nyata seperti halnya terorisme?
Pada umumnya, cyber terror digambarkan sebagai serangan terhadap komputer dan jaringan komputer. Akan tetapi masyarakat jarang yang menyadari bahwa cyber terror juga dapat menyerang sebuah objek yang berada dalam dunia nyata, seperti gedung, pesawat atau pembangkit listrik. Jadi bukan hanya di cyberspace.

Karena itu, berdasarkan target seranganya, cyber terror dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pertama, serangan terhadap infrastruktur jaringan komputer yang terhubung dengan objek lain di dunia nyata, dan yang kedua serangan terhadap kehidupan manusia.

Alasan pertama dan kedua saling berkaitan satu sama lain, bertujuan untuk menunjukkan betapa lemahnya sistem keamanan suatu negara. Bila serangan pada jaringan komputer berhasil ditembus, maka menunjukkan bahwa teroris memiliki kemampuan menimbulkan ketakutan secara luas karena kepanikan adanya serangan susulan yang lebih hebat. Tentu saja, cyber terror juga bisa berdampak pada kerugian ekonomi negara.

Bisa diceritakan bagaimana teroris dapat melakukan perekrutan dan pembinaan anggota teroris baru?
Perekrutan teroris dilihat sebagai usaha untuk mendekatkan diri pada calon anggota dengan mencari kesamaan dan empati yang dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya, perekrutan dalam hubungan keluarga, pertemanan, persamaan daerah, aktivitas sosial, kegiatan kerohanian, dalam lemabaga permasyarakatan, lembaga pendidikan, internet dan jejaring sosial.

Penggunaan internet tidak ahanya terbatas pada penyebaran ideologi, tetapi juga menjaring anggota kelompok teroris. Propaganda yang disebarkan di internet sedikit banyak akan menarik simpatisan ataupun pendukung pasif. Kesempatan tersebut akan digunakan untuk menjaring anggota baru melalui situs tertentu atau pendekatan melaui media sosial.

Begitupun, internet juga bisa digunakan untuk memotivasi, melakukan pendekatan sosial, diskusi untuk mengubah pandangan dan tingkah laku baru, juga pembinaan dan praktik-praktik terorisme.

Dengan semua kenyataan ini, solusi penanggulangan seperti apa yang Anda tawarkan?
Aspek hukum merupakan aspek vital. Dalam sebuah negara hukum, kepastian hukum berimplikasi pada penanggulangan terorisme. Indonesia memang telah memiliki banyak payung hukum terorisme di dunia cyberspace, mulai dari Perpu, KUHP hingga UU informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), namun aspek teknis juga harus diperhatikan.

Maraknya aksi terorisme didorong oleh faktor teknis terutama kemudahan akses internet, kemudahaan memiliki blog dan media sosial untuk menyebarkan konten terorisme. Karena itu sekuriti TI terkadang sangat penting.
Aspek sosial religius juga menjadi perhatian saya. Salah satu kerumitan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia adalah masuknya agama sebagai latar ideologis kelompok teroris. Aspek keagamaan mengaburkan batas tegas antara doktrin agama dan tidak pidana terorisme. Keberadaan organisasi kemayarakatan (ormas) perlu diberi perhatian khusus. Beberapa kali ditemukan fakta bahwa terdapat ormas yang anggotanya terlibat dalam kegiatan terorisme.

Baca :  Airlangga Hartarto : Mobil Listrik Hemat Energi Hingga 80%

Masih banyak solusi yang saya rangkum dalam buku saya, termasuk bagaimana mengatur hubungan dengan negara lain, mulai dari kerjasama lintas negara, meningkatkan pertukaran informasi intelijen, memperkuat kemampuan dalam menghadapi terorisme kimia, bilogi, nuklir dan lain sebagainya. Sekali lagi, saya berharap buku ini bisa turut berkontribusi dalam penanggulangan terorisme dan mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk mawas diri terhadap bahaya terorisme. •YULIA CH

Artikel Terkait:
BNPT mendukung PBB memerangi ancaman penyebaran Violent Extremism
Luncurkan Buku, Petrus Golose Ungkap Aktivitas Teroris di Internet
PETRUS REINHARD GOLOSE: Bahaya! Teroris Kembali Intai Cyberspace
SIDNEY JONES: Blokir Situs Bukan Solusi Cegah Radikalisme
Polri, TNI dan Kejaksaan Bersinergi Tanggulangi Terorisme
Petrus Reinhard Golose: BNPT Upayakan Indonesia Bebas Dari Terorisme

APKOMINDO Optimis Teror Bom Tak Ganggu Bisnis TI
Komjen Anang Iskandar: “4 Juta Pecandu Tanggung Jawab Saya”
Penyegaran Tugas, Polri Rotasi Sejumlah Jabatan
Nanan Soekarna Dilantik Menjadi Wakapolri
Kapolda Jawa Timur, Anton Bachrul Alam: Optimalkan TI Untuk Layani Masyarakat
Petrus Golose Raih Gelar Doktor
Kombes Rycko Raih Doktor UI Ke 7
Aris Budiman, Anggota Polri Kembali Raih Doktor UI
Benny Jozua Mamoto, E-Terrorism Butuh Penanganan Khusus
Dengan TI Polri Janjikan Pelayanan Cepat
Polda Metro Optimalkan Layanan Website
Narkoba: Menggiurkan Tapi Mematikan
Sambodo Purnomo Yogo: Dengan TI, Polisi Tingkatkan Citra dan Kinerja
Fungsi Kepolisian Dalam Penegakan HKI
Bintara Polda Metro Jaya Raih Sertifikat Komputer Forensik
Hindari Bisnis Dari Permasalahan Hukum
29 Mobil Patroli Polisi Dipasangi GPS
Polri Siap Amankan Pemilu 2009
Ketika BIN Memantau JEJARING SOSIAL
UU HAKI Tekan Kerugian Negara
Badan Cyber Nasional Siap Amankan Informasi Cyber
AKBP Yakub Dedy Karyawan: Sistem Tilang Elektronik Siap Diberlakukan
KOMPOL ERWIN HARTA DINATA: TI Bantu Pelihara Keamanan Masyarakat
BISKOM – Polri Sosialisasikan Permasalahan Hukum TI
Kuatkan Energi Digital Indonesia, Pemerintah Siapkan Sejumlah Kebijakan