Direktur PSHTK UKSW, Dr. Umbu Rauta SH, M.Hum

Jakarta, BISKOM – Mewabahnya virus corona (covid-19) di Indonesia tidak melulu aspek kesehatan saja. Kondisi ini tak luput pula dari aspek hukum. Ada pandangan yang menyatakan terjadi tumpang tindih atau tidak harmonisnya penanganan penyebaran Covid-19 antara Pemerintah Pusat dengan sejumlah Pemerintah Daerah.

Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra mendesak Pemerintah Pusat untuk mengambil alih penanganan merebaknya wabah virus Corona yang makin hari makin mengkhawatirkan. Dirinya menyatakan situasi saat ini sudah genting, sehingga Presiden Jokowi bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi hambatan hukum dalam menangani covid-19.

“Presiden dalam situasi genting seperti ini dapat saja menerbitkan Perppu untuk mengubah beberapa pasal Undang-Undang tentang Kesehatan. Pemerintah juga dapat mengalokasikan dana yang lebih besar untuk menanggulangi bencana ini,” kata Yusril.

Lebih lanjut Yusril menegaskan, “Sejalan dengan prinsip otonomi daerah, masalah kesehatan dan penanggulangan wabah memang menjadi kewenangan daerah. Namun mengingat wabah ini berpotensi merebak ke semua daerah, maka semestinya penanganannya diambil alih pemerintah pusat. Kebijakan pusat harus sama, namun pelaksanaannya dilakukan oleh daerah-daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing,” ujarnya.

Menanggapi usulan tersebut, Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana (PSHTK UKSW) Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum. mengatakan perlu tidaknya Perppu tergantung kemendesakan pengaturan.

“Perlu dilihat apakah ada kekurangan atau ketiadaan aturan dalam rangka penanganan virus Covid 19? Jika tidak, dan lebih banyak pada tataran implementasi kebijakan secara menyeluruh agar pemerintah bersama masyarakat melalukan usaha bersama untuk pencegahan dan penanganan, maka belum saatnya menerbitkan Perppu,” terang Umbu.

Umbu berpendapat untuk mendorong pemerintah daerah maka Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dapat menerbitkan instruksi yang sifatnya perintah.

“Manakala ada pemerintah daerah yang kurang atau tidak mengindahkan instruksi tersebut, Presiden dapat menggunakan kewenangan pembinaan dan pengawasan sebagaimana diatur dalam UU Pemda dan UU Administrasi Pemerintahan,” tegasnya. (red)