Industri yang satu ini sepertinya memang masih jarang pelakunya di Indonesia. Apalagi institusi pendidikan yang official belum mendukung industri game agar lebih dikenal. Biasanya mereka yang bergerak di industri game belajar secara otodidak.
Sebagai developer games, pasangan Andi Martin dan Marlin Sugama sudah cukup lama menjalankan bisnis game. Awalnya, lewat perusahaan bernama Altermyth, tepatnya pada tahun 2002 lalu, telah banyak hasil karya dalam bentuk games yang diciptakan. βNamun sayangnya, peluang bisnis yang bagus ini belum banyak peminatnya,β kata Andi. Dengan niat memajukan perkembangan industri games developer di Indonesia, mereka berduapun mulai mengumpulkan pemain-pemain yang selama ini tidak terlihat guna membentuk komunitas yang nantinya dapat mengangkat keberadaan games developer di tanah air sehingga diakui secara global.
Tidak hanya itu beberapa institusi pendidikan telah mereka masuki untuk memperkenalkan industri ini dan perkembangannya kedepan. Pasangan gamer ini dalam menjalankan bisnisnya saling mendukung satu sama lainnya. Bila Andi menguasai tekniknya, maka Marlin menguasai segi bisnisnya. Sejak tahun 2007, mereka pun memisahkan diri dari Altermyth dan memilih untuk membuka studio game sendiri. Apa saja yang dilakukan oleh kedua pasangan ini dalam mengembangkan industri game tanah air? Berikut hasil wawancara BISKOM dengan Andi Martin di Jakarta.
Setelah tidak di Altermyth, apa kesibukan Anda saat ini?
Sekarang saya dan rekan saya, Marlin Sugama, memiliki punya studio sendiri namanya Main Games Studio yang bergerak di games developer. Games yang kami buat cenderung ke casual games, seperti puzzle, dan games yang santai.
Bagaimana mengembangkan game yang Anda buat?
Games yang kami buat dalam pengembangannya biasanya setelah pesan, baru kami buat. Kebanyakan buyer-nya berasal dari luar daerah atau bahkan luar negeri, salah satunya portal casual games yang dibuka secara gratis, jadi orang bisa main secara gratis. Biasanya yang mereka jual adalah iklan. Untuk konten gamesnya mereka melempar ke games developer seperti kami, mulai dari art, design, dan programming-nya.
Siapa target pengguna games yang Anda kembangkan?
Karena market kami global, jadi kami menggunakan bahasa Inggris. Paling kecil pemain games kami usianya sekitar 4-5 tahun. Tapi kebanyakan target market kami bukan hanya anak SD, tapi juga orang kantoran atau ibu-ibu rumah tangga.
Kenapa harus casual games, tidak yang lainnya?
Kami memang memiliki market yang beda. Untuk games itu sendiri memang ada hardcore dan casual games. Sebenarnya untuk pemain casual games disebutnya bukan gamer, kalau gamer itukan memang orang yang memang hobinya bermain games, sedangkan untuk casual games itu sebenarnya lebih kesemua orang bisa memainkannya. Misalkan karyawan yang sedang ada waktu luang, atau ibu-ibu rumah tangga. Jadi target marketnya bukan gamer, tapi lebih kesemua orang.
Ciri khas dari casual games itu apa sih?
Disebut casual karena simple, fun, tapi tetap kompetitif. Tiap orang yang tidak biasa main games pun pasti bisa main.
Games apa yang sudah Anda buat saat ini? Bisa diceritakan tentang game tersebut?
Untuk di Main Games Studio, kami sudah ada Flat Bread dan Blaster. Flat Bread sendiri bercerita tentang pembuatan sandwich di restoran. Jadi disini pelayan harus menyediakan sandwich sesuai pesanan pengunjung. Saat ini kami juga ada beberapa games yang mendapatkan award, untuk Hebring mendapatkan penghargaan Winner Animation Category INACTA 2007, Blaster masuk sebagai nominator Game Category INACTA 2008 dan Goyang Rimba untuk animasinya masuk sebagai nominator Animation Category.
Menurut pengamatan Anda, bagaimana pertumbuhan gamer di Indonesia?
Pengguna games jelas makin banyak dari tahun ke tahun. Pastinya itu semua didukung oleh teknologi yang berkembang saat ini, termasuk koneksi internet yang makin luas, harga komputer yang makin murah, serta didukung harga elektronik yang juga makin murah. Jadi makin banyak orang bisa effort dan makin banyak juga orang bisa main. Kalau dilihat dari segi jumlah gamer, juga makin luas dan banyak, apalagi sekarang sudah makin banyak ponsel yang menyediakan games interaktif dan orang yang main games di ponsel kan juga bisa disebut gamers.
Perbandingan gamer disini dan luar negeri?
Kalau secara statistik tidak bisa dibandingi, tapi di luar negeri lebih socialize dibandingkan disini. Jadi maksudnya, jika dilihat perbandingannya karena disana teknologinya lebih merata dan telah menjadi bagian dari gaya hidup, maka gamer di sana lebih banyak. Kalau kita bandingkan, di luar negeri dari 5 orang, maka 3 diantaranya suka main games. Berbeda dengan di Indonesia, dari 5 orang mungkin hanya 1 yang suka main games.
Kalau untuk developer di Indonesia, perkembangannya bagaimana?
Kalau dari developernya terus terang masih slow. Tapi tahun ini kami mulai berusaha untuk mengumpulkan gamer-gamer di Indonesia atau mereka yang bergerak sebagai pelaku industri untuk membentuk sebuah komunitas agar kita tahu saingan kami siapa, kemudian demografi games developer itu seperti apa. Untuk itu kami dibantu oleh International Game Developers Association (IGDA), selain itu kami juga mencoba membuat Indonesia Chapter yang nantinya merupakan wadah komunitas games developer, dari programer, artis, mungkin juga pelaku bisnisnya.
Untuk target IGDA sendiri apa?
Kalau kita melihat contoh dari Singapura, 90 orang yang bekerja dari game developer, tahun berikutnya mereka punya 250, ditahun berikutnya sudah mencapai 600 orang. Jadi pertumbuhannya itu bisa dilihat dari Singapore dengan teknologinya yang merata, itu 100%. Di Indonesia kita berharap bisa 75% pertumbuhannya. Karena jika dilihat dari institusi pendidikan mulai banyak pendidikan-pendidkan yang mengarah ke game developer. Seperti misalkan Universitas Taruma Negara, Binus, dan yang paling baru Universitas Ciputra Surabaya. Kita memberikan seminar dan memperkenalkan games developer itu seperti apa. Peran kita disana untuk meyakinkan orang tua siswa untuk menyetujui pembuatan jurusan, atau sub jurusan baru berkaitan dengan industri games developer di kampus.
Bagaimana cara Anda menginspirasikan anak muda lainnya untuk peduli pada perkembangan industri ini?
Salah satunya dengan mengajak mereka ikut suatu kegiatan yang sifatnya nasional. Misalkan kompetisi, biasanya kompetisi ini ada kategori games dan kategori animasi. Dari kategori-kategori ini akan kita kumpulkan dan membuat mailing list komunitas. Tapi banyak juga festival-festival animasi yang sekarang digelar, tentu hal ini dapat memicu minat mereka dalam dunia animasi.
Bahkan Gramedia mau mengajak kita membuat Youth Camp yang ditujukan untuk mendidik anak sekolah dalam waktu singkat untuk mengenal industri games developer, baik dari programnya, design, art maupun bisnisnya.
Kalau Anda melihat, mampukah kita bersaing dengan negara-negara lainnya?
Saya bilang mampu, tapi masih dalam hal tertentu. Kalau dibandingkan Jepang dan Amerika, berdasarkan teknologi saya rasa akan lambat sekali, karena teknologi kita ketinggalan 10-15 tahun dari mereka, tapi dari segi kreatifitas, mampu. Jadi artinya orang Indonesia itu pada dasarnya multi cultural sehingga bisa memperkaya ide-ide anak negeri. Bahkan waktu saya bergabung di Altermyth, sekitar 70% karya anak bangsa dibawa keluar negeri, khususnya Singapura bahkan Jepang. Berarti kita punya kepandaian dan tidak kalah dengan bangsa luar.
Menurut Anda apakah akses internet di Indonesia sudah mendukung bagi para gamer untuk bermain online game?
Kalau misalkan kita produksi totally untuk lokal atau games yang fasilitasnya seperti kita ini, casual game masih bisa. Apalagi sekarang ini jaringan internet kita sudah semakin bagus. Kedepan tentunya kita berharap jaringan yang tersedia semakin luas, semakin baik kualitasnya dan juga semakin murah.
Ayo games developer…
bikin terus games menarik π
kompetisi memang sangat baik untuk melakukan sosialisasi dan promosi suatu games… dan juga membentuk komunitas tentunya π
Yap, bagus ini.
Untuk berita dan informasi seputar game online di Indonesia bisa mengunjungi GameQQ Network di http://www.gameqq.net
saya ingin berkenalan dg Bapak berdua..hubungi saya ya..tks