Dalam pembaruan birokrasi dan tata pemerintahan, electronic Government (e-Gov) dipercaya mampu meningkatkan akuntabilitas, transparansi, akurasi, kecepatan proses layanan, dan produktivitas dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan publik suatu pemerintahan.
Kendati begitu, maju tidaknya penerapan e-Gov di suatu pemerintahan daerah sangat bergantung pada visi dan misi pimpinan daerah tersebut (leadership). Jika pemimpin daerahnya melek dan sadar teknologi informasi (TI), tentu implementasi e-Gov di daerahnya pun bisa pesat, seperti yang terjadi di Kabupaten Sragen, Jawa tengah atau dengan Technopark di Jembrana, Bali. Apa benar demikian? Paling tidak, ya. Sebab jika kepemimpinan suatu daerah harus bisa meyakinkan aparat pemerintahannya bahwa dengan TI bisa melakukan pembenahan demi pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Di Sragen misalnya, sebagai daerah yang menjadi objek studi banding daerah lainnya ini, TI dijadikan andalan sebagai program yang mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Bupati Sragen, Untung Wiyono menyadari TI mampu mendukung kinerja Pemkab Sragen dalam hal pelayanan publik, bahkan mampu meningkatkan pendapatan PAD Sragen. Lain halnya jika pemimpin daerahnya tidak mengerti TI atau malah gaptek, kemungkinan terburuk, korupsi pengadaan barang dan jasa TI bisa saja terjadi karena kurang memahami bidang ini.
Lantas, sudah sejauh manakkah e-Gov di Indonesia ini melangkah sejak istilah ini didengungkan di negara kita awal tahun 2000-an silam? Apakah ada suatu pemerintahan yang menujukkan hasil memuaskan bagi masyarakatnya dalam rangka menggenjot pelayanan publik dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), setelah pemerintahan suatu daerah itu mengoptimalkanperan TI di dalamnya? Inilah yang melatarbelakangi kami untuk menampilkan headline bertajuk ‘Sejauh Mana E-Govt Melangkah?’
Namun di sisi lain, alih-alih ingin mewujudkan e-Gov, tak jarang suatu pemerintahan daerah dilanda isu korupsi pengadaan barang dan jasa TI sehingga proyek eGov itu sendiri menjadi ladang baru untuk menggarap duit hasil korupsi. Bagaimana kecekatan instansi berwenang tanggap dalam menangani kasus ini? Karena itu kami melanjutkan berita utama Biskom edisi April ini dengan memaparkan contoh kasus-kasus korupsi sebagai bahan pertimbangan kepada para penggiat TI, baik praktisi, akademisi, dan komunitas TI pada umumnya untuk tetap berhati-hati dalam menggarap proyek pengadaan barang dan jasa TI agar tidak mudah terjebak perkara korupsi atau markup, apalagi jika dana proyek tersebut bersumber dari APBD maupun APBN.
Semoga apa yang kami sajikan bisa menambah wacana baru untuk dijadikan buah pemikiran insan TI demi kemajuan TI nasional, khususnya di bidang e-Gov. Selamat membaca.
Salam,