Edisi Juni ini kami jadikan edisi spesial mengingat hari spesial bagi bangsa Indonesia sudah di depan mata: menghadapi pemilihan presiden (pilpres), 9 Juli mendatang. Spesial lantaran hajatan ini cuma digelar lima tahun sekali, dan menjadi hari yang sangat menentukan untuk nasib Tanah Air lima tahun ke depan.
Berbeda dengan lima atau 10 tahun yang lalu, seiring perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan teknologi informasi (TI), tiap pasangan capres/cawapres kini mulai mengandalkan TI sebagai sarana atau media mereka untuk berkampanye menggalang dukungan. Ketiga pasangan calon kini satu persatu meluncurkan situs resmi duet mereka untuk merebut posisi RI-1. Berkaca dari kemenangan Barrack Obama pada Pilres Amerika Serikat tahun lalu, tiap pasangan calon pun membentuk tim sukses yang khusus mengelola media kampanye, termasuk media online seperti website.
Karena itu kami mengangkat headline edisi Juni ini didorong rasa keingintahuan (courisity) sejauh manakah manfaat TI bagi para calon dalam meraih simpati dan suara rakyat Indonesia yang tentunya, sudah mulai melek TI khususnya internet. Kendati dari total penduduk 237.512.355 jiwa, hanya 12,6% pengguna internet di Indonesia, namun jumlah itu pun tidak bisa dikatakan sedikit, yakni 30 juta orang. Meraih suara sebanyak itu di dunia maya tidak lah mudah, apalagi jatah ’kue’ suara dari 30 juta orang itu harus dibagi tiga dengan kandidat tiga pasangan calon. Belum lagi, tidak semua dari 25 juta pengguna internet itu pun bakal menggunakan haknya untuk memilih, bahkan tak sedikit pula diantaranya yang golput lantaran kurang tertarik pada ajang pesta demokrasi ini.
Hal-hal seperti itu yang menggelitik kami menyajikan berita utama bertema korelasi TI sebagai salah satu media berkampanye, dengan tetap melihat contoh pemanfaatan atau penerapannya pada pilpres di Ameria Serikat, November silam.
Hal spesial lainnya dalam edisi Juni ini kami tampilkan kelanjutan dari laporan khusus ”Interview With The Hacker” menyambung tulisan yang kami sajikan pada edisi Mei lalu. Di edisi kali ini, sedikitnya 11 hacker Indonesia kami wawancarai untuk mengetahui aktivitas dunia underground dewasa ini. Akankah mereka beraksi lagi pada hajatan politik tahun ini? Kami sendiri belum mengetahui. Yang jelas, pada sistem tabulasi nasional komisi pemilihan umum (KPU) dalam pemilihan anggota legislatif lalu, hal serupa tahun pemilu 2004 nyaris saja kembali terjadi.
Namun, bukan maksud itu kami wawancarai mereka secara khusus, tapi karena ingin berkisah, bagaimana sesungguhnya kehidupan di alam underground sana, bagaimana sejatinya identitas seorang hacker dan perbedaannya dengan cracker atau attacker.
Bagaimana pun, kami tetap salut dan sangat respect atas eksistensi para hacker Indonesia sebagai bagian dari kehidupan masyarakat TI Indonesia. Tiba saatnya bagi kita menentukan siapa yang kita percaya untuk bisa memimpin bangsa ini lima tahun ke depan, tiba saatnya pula bahwa citra hacker sebagai perusak memang mesti diluruskan.
Selamat memilih pasangan pemimpin masa depan bagi Anda yang memiliki hak pilih.
Salam,
Redaksi