Dari hasil pemantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) secara sampling, banyak ditemukan produk-produk elektronik seperti VCD/DVD player, MP3, pesawat televisi, dan air conditioner (AC) yang tidak ber-SNI dan dilengkapi petunjuk manual penggunaan berbahasa Indonesia.
Kedua hal ini merupakan bukti bahwa barang elektronik yang dijual adalah barang ilegal. Barang-barang itu juga tidak dilengkapi surat pendaftaran barang (SPB) dan nomor pendaftaran barang (NPB).
Lebih dari itu, banyak pula ditemukan besaran watt lampu hemat energi tidak sesuai dengan watt yang tertera pada bungkusnya. Meski terindikasi kuat ilegal, sejauh ini Disperindag Jawa Barat belum melakukan penyitaan terhadap barang-barang elektronik tersebut.
”Kami baru menyarankan kepada pemilik atau pengelola toko agar barang-barang jualan mereka digudangkan atau diretur saja. Di saat yang sama, kami menelusuri sumber atau pihak yang menjadi importirnya. Begitu diketahui, kami minta mereka menghentikan usahanya,” tandas Agus Gustiar, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat.
Menurutnya, pemantauan seperti ini dilakukan untuk memberi perlindungan kepada produsen barang legal, konsumen, serta barang impor yang kena pajak. Langkah inipun merupakan upaya preventif untuk menghindari bahaya atau kecelakaan pada saat pemakaian. Barang elektronik tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI), kata Agus, rentan saat digunakan karena tidak terjamin aspek keselamatan dan keamanan produknya.
Selain tidak disertai petunjuk penggunaan manual berbahasa Indonesia, produk-produk ilegal seperti ini juga tidak didukung after sales service memadai, tidak memiliki jaringan service center, dan sangat sulit mencari komponen pengganti bila ada bagian yang rusak.
Agus menyebutkan, di pasaran saat ini ada puluhan merek barang elektronik ilegal tanpa SNI dan petunjuk penggunaan berbahasa Indonesia. ”Ada yang buatan lokal atau rakitan, ada pula produk-produk impor seperti dari China,Taiwan, maupun Korea,” ungkapnya.
Dia juga menyatakan, Pemprov Jabar sudah mengedarkan surat ke seluruh pemkab dan pemkot di Jawa Barat untuk melakukan pemantauan serupa. Dalam pemantauan atau razia, selalu dilibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK). ”Pemantauan tidak hanya diintensifkan terhadap produk-produk elektronik rumah tangga, tapi juga terhadap barang-barang lain seperti gadget, MP3, MP4, game, ponsel termasuk Blackberry, dan bahkan lampu hemat energi,” terang Agus.
Jika ada gerai dan toko yang ternyata masih membandel tidak menarik atau menggudangkan produk-produk tanpa SNI dan tanpa manual berbahasa Indonesia, upaya terakhir tentu barangnya pun akan disita karena produk-produk seperti itu tidak boleh diedarkan di pasaran. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan barang beredar dan jasa seperti ini bisa dikenakan sanksi sesuai UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam regulasi ini disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang dan jasa yang tidak memenuhi standar. Masyarakat yang menggunakan barang elektronik serta gadget tanpa SNI dan tidak dilengkapi buku manual, bisa pula dianggap telah mendukung peredaran barang ilegal. Agus mengakui, maraknya produk elektronik impor yang ilegal di pasaran Indonesia antara lain akibat lemahnya pengawasan di Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.