google_wave_02Sebuah malam yang dingin di Bandung (dan Melbourne) akan terasa ‘kurang’ tanpa segelas bajigur hangat. Demikian juga dengan internet, yang sejak popularitasnya menanjak hampir selalu disangkut pautkan dengan ‘email’. Sebagai teknologi yang sudah cukup berumur (lebih tepatnya 40 tahun pada tahun 2010 nanti), seperti apa bentuk email jika ia ‘diciptakan kembali’ untuk memenuhi tuntutan hari ini?

Pertanyaan itulah yang dilontarkan oleh tim perancang perangkat lunak Google Wave pada presentasi mereka bulan Mei 2009 lalu. Mereka melihat email sebagai sebuah mekanisme komunikasi yang sudah ‘uzur’ dan perlu digantikan oleh mekanisme komunikasi baru yang lebih fleksibel, teratur dan efisien. Mekanisme ini mereka namakan ‘wave’.

Setelah berkesempatan untuk mencoba ‘nge-wave’ dengan Google Wave versi preview dari awal bulan November 2009, saya telah mengalami sendiri berbagai kemungkinan-kemungkinan komunikasi luar biasa yang dapat direalisasikan oleh wave. Pada artikel ini, saya akan mencoba untuk menuturkan ‘masalah’ yang ada dengan email, approach yang diambil oleh wave sebagai sebuah mekanisme komunikasi baru, dan apakah Google Wave (atau wave pada umumnya) akan dapat menjadi sebuah tren baru berkomunikasi pada tahun 2010 ini – terutama di Indonesia?

AADE: Ada Apa Dengan Email?
Sebagai mekanisme komunikasi yang kita gunakan setiap hari, sulit bagi kita untuk menemukan atau melihat ‘kekurangan’ dari layanan email. Email, sebagai standar mekanisme komunikasi yang memanfaatkan jaringan internet, telah membantu kita menyampaikan tulisan, file, dan lain sebagainya dengan mudah dan relatif instan. Sebagai mekanisme yang ‘terbuka’, kita dapat mengirim dan menerima email di berbagai perangkat – mulai dari PC, BlackBerry, PDA sampai ke timbangan elektronik. Singkat kata, sebagai sebuah mekanisme komunikasi, email telah ‘bekerja’ untuk kita. Namun, apakah email cara terbaik untuk kita berkomunikasi dan berkolaborasi di tahun 2010? Apakah perkembangan teknologi komputer dan internet selama 40 tahun terakhir tidak membuka kemungkinan-kemungkinan baru?

Baca :  Neraca Perdagangan Teknologi Indonesia

Bisa dikatakan, keunggulan utama dari email terletak pada kesederha­naannya. Dengan email, Anda cukup menuliskan alamat (email) tujuan, sebuah subject dan isi email tersebut. Jika email client Anda mendukung HTML, Anda juga dapat mendesain email Anda dengan kode-kode HTML, seperti membuat web pada umumnya. Anda juga dapat menyisipkan file (attachment) dengan ukuran relatif besar kepada sebuah email. Sounds good? Memang, namun sebagai mekanisme komunikasi “bola lempar”, email tidaklah jauh berbeda dengan surat tradisional. Setelah dikirimkan, Anda tidak dapat merubahnya. Jika Anda mengirimkan email ke lebih dari satu orang, Anda mengirimkan multiple copy dari hal yang sama. Jika Anda bekerja disebuah organisasi yang cukup besar, sifat multiple copy dari email ini bisa menjadi hal yang sangat menyebalkan.

Belum lagi, sifat email yang “bola lempar” membuat anda harus menunggu lawan komunikasi untuk menyelesaikan sebuah email sebelum Anda dapat membalasnya. Lalu, Apabila sebuah email dikirimkan ke lebih dari dua orang, terkadang terjadi sebuah waiting game dimana Anda harus menunggu si orang ketiga untuk membalas email tersebut – atau sebaliknya. Singkat kata, email bukanlah mekanisme terbaik untuk kolaborasi. Permasalahan inilah yang ingin Google pecahkan dengan menciptakan dan mempromosikan wave.

Google Wave: Sebuah ‘Collaboration Platform’ Untuk Semua Orang
Berbeda dengan Facebook dan Twitter yang merupakan sebuah ’produk’ dan ’layanan’, wave adalah sebuah ‘communications protocol’ atau mekanisme komunikasi. Artinya, Google Wave dan wave adalah dua hal yang berbeda. Google Wave adalah nama sebuah ’produk’ dan ’layanan’ yang dibangun berdasarkan mekanisme komunikasi wave. Google Wave sendiri diluncurkan oleh Google sebagai sebuah usaha open source. Singkat kata, Google membuka lebar kemungkinan agar wave diadopsi oleh perusahaan teknologi lain, termasuk para pesaingnya (perusahaan teknologi besar) dan perseorangan. Dengan membuka lebar ’isi’ dan cara kerja wave, Google berharap agar wave dapat diadopsi menjadi standar baru berkomunikasi seperti halnya email. Lantas, apa sebenarnya keunggulan dari wave itu sendiri, terutama jika dibandingkan dengan email?

Baca :  Mengenal Internet TV dan Internet Protocol TV

Menurut Google, wave adalah perpaduan antara empat mekanisme komunikasi, yaitu email, instant messanging, wiki dan situs jejaring sosial yang memiliki fokus pada dua kata kunci: ’real time’ dan ’collaboration’. Sekarang mari kita coba bahas kata kunci pertama: real time. Sebagai sebuah hosted service (dimana seluruh data tersimpan di sebuah server, tidak seperti email yang bekerja seperti sebuah “bola lempar”), wave dapat memastikan semua input yang diberikan oleh pengguna terefleksi dalam real time. Sebagai contoh, jika dalam aplikasi instant messaging anda harus menunggu lawan bicara selesai mengetik untuk dapat melihat tulisannya, di wave anda akan dapat melihat ketikan lawan bicara anda huruf demi huruf dalam real time.
Sifat wave yang real time inilah yang memicu collaboration. Sebagai contoh, dengan menggunakan wave anda dapat mengerjakan sebuah dokumen bersama-sama dengan orang lain tanpa harus menunggu. Setiap pengguna baru yang bergabung dalam sebuah sesi wave seakan-akan menambahkan sebuah kursor dan keyboard baru – dan hal ini tentunya menambah produktifitas.

Terlebih lagi, sebagai sebuah platform yang dibangun berdasarkan teknologi ‘web 2.0’, wave mendukung berbagai media interaktif yang tidak dapat didukung oleh email. Ketika membuat sebuah wave, anda dapat drag-and-drop sembarang medium untuk diembed pada wave tersebut. Sebagai contoh, anda dapat menggunakan berbagai ‘gadget’ yang disediakan oleh Google, seperti gadget “Yes, No, Maybe” untuk keperluan voting dan “Map Gadget” untuk menampilkan peta. Koleksi gadget ini dapat Anda lihat di http://www.google.com/ig/directory. Tentunya, apa yang telah saya utarakan merupakan ’sekian persen’ dari potensi komunikasi yang dimiliki oleh Google Wave. Mengingat sifatnya yang open source dan pengembangan terus menerus yang diprakarsai oleh Google, bukan tidak mungkin wave akan terus berkembang menjadi lebih baik dimasa mendatang.

Baca :  Satu Pelajar, Satu MacBook

Apakah Wave Akan Populer di Indonesia?
Seperti situs jejaring sosial, popularitas wave yang mengutamakan kolaborasi akan akan sangat tergantung dengan jumlah penggunanya. Pada awalnya, saya memperkirakan jumlah pengguna wave hanya akan ‘merangkak’ naik, diadopsi terlebih dahulu oleh pemerhati teknologi yang ingin mencoba sesuatu yang baru.
Hemat saya, wave baru akan tumbuh secara eksponensial setelah perusahaan-perusahaan dan organisasi besar mulai mengadopsi wave sebagai standar komunikasi dan kolaborasi. Apalagi, wave saat ini terpaku pada kata produktivitas – sesuatu yang dianggap sangat penting didunia bisnis, namun dianggap remeh didunia sosial (lihat saja efek ‘pembuangan waktu’ yang diciptakan oleh Facebook).

Untuk di Indonesia sendiri, popularitas wave akan tergantung dengan satu kata: bandwidth. Berbeda dengan email yang relatif low bandwidth, sifat wave yang always connected dan real time membutuhkan koneksi internet yang always on, stabil dan cepat. Singkat kata, koneksi internet yang tidak stabil dapat memicu pengguna untuk kembali ke mekanisme low bandwidth semacam email. Belum lagi masalah kompabilitas. Saat ini, Google Wave untuk iPhone sama sekali belum dapat diandalkan. Banyak fitur-fitur wave yang ditampilkan dengan baik di komputer, gagal untuk ditampilkan di iPhone. Dan ini adalah iPhone, sebuah app phone dengan antarmuka yang sangat fleksibel dengan kemampuan prosesor yang cepat. Bagaimana dengan perangkat seluler lainnya? Bagaimana dengan BlackBerry? Lalu, mengingat antarmuka wave yang sekarang sudah cukup ‘ribet’, apakah dapat tercipta sebuah konsistensi antara layanan wave di satu perangkat dengan perangkat lainnya?

Hemat saya, mari kita tunggu dan nantikan – karena memang wave layak untuk dinanti. Jika Anda ingin menjadi salah satu yang pertama untuk menggunakan Google Wave di Indonesia, segera daftarkan alamat email Anda di http://wave.google.com.

Dirgayuza Setiawan : Praktisi dan penulis buku TIK. Diantaranya “BlackBerry itu Mudah”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.