Keberadaan smartphone Blackberry di Indonesia kembali terancam. Pemerintah menuntut RIM untuk memblokir akses pornografi.
Sejak beroperasi di negara ini pada Juli 2009, produsen Blackberry, Research in Motion (RIM) telah mendapatkan banyak tekanan dari pengguna maupun dari pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Mulai dari penyediaan service center, kantor perwakilan, penyediaan data center (server) di Indonesia. dan menyusul soal penutupan akses situs porno di handset Blackberry.
Menteri Kominfo, Tifatul Sembiring pada Oktober 2010 lalu memang sempat menyatakan bahwa, “Pemerintah meminta kepada RIM untuk tiga hal: buka service center, buka server dan blokir pornografi.”
Dijelaskan Tifatul, seharusnya service center RIM bisa mendorong terciptanya lahan pekerjaan baru bagi masyarakat.
Nyatanya, setelah sekian lama didesak oleh pemerintah, RIM yang berbasis di Kanada itu akhirnya membuka kantor perwakilan di Indonesia pada November 2010 dengan nama PT RIM Indonesia. Sebelumnya, RIM juga telah membangun Repair Center dan Blackberry Authorized Customer Care Centers di Indonesia setelah mendapatkan tekanan dari pengguna dan pemerintah.
Server BlackBerry
Disinggung mengenai server, RIM yang sejauh ini telah berhasil menjaring lebih dari 50 juta pengguna di seluruh dunia dengan kurang lebih 2,5 juta pengguna Blackberry di Indonesia ini menyatakan memiliki 250 ribu server untuk melayani pengguna.
Dilansir Cnet (18/9/10), CEO RIM, Jim Balsillie mengatakan, RIM bersedia mematuhi segala aturan di sejumlah negara, termasuk aturan terkait keamanan data. “Kami bersedia untuk mematuhi, tetapi kami tidak bisa kompromi untuk masalah keamanan. Saat ini RIM telah memiliki 250 ribu server Blackberry di seluruh dunia, yang semuanya menggunakan proses enkripsi,” kata Balsillie.
Sebenarnya, apa yang diharapkan dengan dibukanya server di Indonesia? Tifatul menjelaskan, dengan dibukanya server di Indonesia, aparat penegak hukum di Indonesia bisa melakukan tapping pada pelaku-pelaku kejahatan.
“Jangan sampai orang BBM-an kita tak tahu, nanti koruptor dan teroris bisa bebas berkomunikasi, seperti yang terjadi di Mumbai, India, “ kata Tifatul.
Menurutnya, penempatan data center di Indonesia adalah salah satu dari tujuh butir kesepakatan antara pemerintah dan RIM dari pertemuan yang pernah dilakukan. Karena itu Tifatul menghimbau RIM untuk segera mematuhi kesepakatan tersebut. “Dari tujuh butir tersebut, baru empat yang dipenuhi yakni pendirian perwakilan resmi, pembangunan pusat layanan, penyerapan sumber daya lokal, dan penggunaan konten lokal,” katanya.
Senada dengan Tifatul, Gideon Edie Purnomo, Vice President Channel Management Telkomsel menilai, permintaan pemerintah terhadap RIM masih masuk akal. “Saat pengguna Blackberry di Indonesia melakukan komunikasi data, tak satu pun trafiknya mampir di operator lokal. Operator hanya jadi perantara, karena seluruh trafik data langsung dialirkan ke server RIM di Kanada,” katanya.
Komunikasi data semacam itu, kata Gideon, bisa disalahgunakan untuk berbagai kepentingan yang bisa mengancam keamanan nasional. Pemerintah pun jadi tidak punya akses untuk melacak, jika misalnya, ada teroris atau penjahat bank yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) melakukan komunikasi data lewat Blackberry.
“RIM harus mau transparan. Sebab, ada kemungkinan komunikasi data lewat Blackberry disalahgunakan untuk mengancam keamanan nasional karena servernya tidak transparan dan ada di negara lain,” papar Gideon.
Selain soal kerahasiaan data, pembangunan server di Indonesia dinilai dapat memangkas tarif layanan Blackberry dari operator.
Anggota BRTI, Heru Sutadi mengatakan, “Tarif layanan akan lebih murah karena trafik Indonesia tidak perlu dibawa ke Kanada.” Selama ini setiap pengguna membayar US$ 4 per bulan melalui operator dan link dari Jakarta ke Kanada. Jika saat ini pengguna Blackberry lebih dari dua juta orang maka RIM mendapatkan uang tak kurang dari US$ 8 juta per bulan atau Rp 72 miliar per bulannya.
BRTI juga akan mendalami soal pendapatan negara bukan pajak (PNPB). Menurutnya seharusnya operator harus membayar Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi sebelum dipotong ke RIM terlebih dulu.
Mengenai tarif ini, Pakar Internet, Onno W. Purbo berpendapat, meskipun server RIM berada di Indonesia, yang diakses tetap saja Yahoo, Gmail, Youtube, Facebook, Rapidshare dan lain sebagainya yang kesemuanya menggunakan trafik Internasional. “Kalau mau murah yang dipindah bukan server RIM, tetapi server Yahoo, Gmail dan lainnya. Kalau RIM saja yang dipindah sih tidak terlalu efektif dalam penurunan tarif,” kata Onno.
Situs Porno
Sepekan belakangan, kontroversi mengenai pornografi yang melibatkan RIM marak di tanah air, menyusul ancaman Menkominfo Tifatul Sembiring untuk memblokir layanan Blackberry jika RIM tidak memenuhi permintaan pemerintah untuk melakukan sensor internet. Tenggatnya pun hanya sampai 21 Januari 2011.
Menurut Onno W. Purbo, sebagian besar pengguna Blackberry di Indonesia menggunakan Blackberry untuk email, chatting atau social networking. “Lagi pula, apa enaknya membuka situs porno di Blackberry?” Tanya Onno.
Secara teknologi, katanya, penyensoran terhadap pornografi di Blackberry juga tidak mudah. Buktinya beberapa operator Indonesia belum berhasil memblokir situs porno. Jadi sangat tidak fair jika Blackberry dilarang, sementara operator sendiri tidak berhasil. Apalagi, Blackberry hanyalah penyedia layanan proxy via ponsel.
“Blackberry jelas-jelas bukan operator. Blackberry jelas-jelas aplikasi di Internet. Blackberry jelas-jelas pembuat ponsel, bukan operator selular. Jadi aneh jika sebuah layanan atau aplikasi harus ikut aturan operator,” tandasnya.
Senada dengan Onno, Sekjen Indonesia Telecommunications Users Group, Muhammad Jumadi menilai, pemerintah tak akan berhasil memblokir akses pornografi. Namun dia setuju, RIM harus mengikuti aturan. “Setiap bulan RIM mendapat US$ 20 juta, tanpa membayar pajak dan biaya internet service provider,” kata Jumadi.
Rencana pemblokiran layanan Blackberry pun tak ayal membuat para operator cemas. Telkomsel yang kini memiliki pelanggan Blackberry terbanyak menyesalkan aturan ini muncul saat pertumbuhan Blackberry sangat pesat. Ricardo Indra, GM Komunikasi Telkomsel memandang, pemblokiran bisa mengancam pertumbuhan Blackberry.
Hal yang sama diungkapkan Indosat. “Pemblokiran akan mempengaruhi bisnis kami,” imbuh Benny Hutagalung, Kepala Divisi Blackberry Indosat.
Sementara GM Pengembangan Mobile Data XL Axiata, Handono Warih mengatakan, “Agar tak merugikan, kami sedang negosiasi dengan pemerintah. Kami berharap ada hasil terbaik yang menguntungkan semua pihak.”
RIM sendiri, melalui juru bicaranya mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memenuhi keinginan pemerintah Indonesia. Mereka saat ini tengah bekerja untuk menyiapkan filter situs porno di layanan Blackberry tanah air.
“Perusahaan akan menempatkan solusi sesegera mungkin dan kami akan segara melakukan diskusi dengan operator dan pemerintah tentang masalah ini,” janji RIM.
Jadi, kita lihat saja bagaimana akhir dari polemik ini nantinya.