Tampaknya tidak ada yang niscaya dalam perkembangan teknologi. Komunikasi data dari semua sektor di seluruh dunia yang dianggap memakan ruang memori yang besar dan membutuhkan perangkat penyimpan yang sangat mahal, ternyata permasalahannya ‘mudah’ diatasi. Berkat keberadaan komputasi awan atau Cloud Computing, perusahaan-perusahaan dapat menggunakan server seperti menggunakan fasilitas air dan listrik dengan sistem sewa.
Selain lebih mudah dalam penggunaan, Cloud Computing juga menjadi solusi dalam penghematan investasi dan operasional karena tidak memerlukan biaya pembelian perangkat server, pendirian dan perawatan server hingga sumber daya manusia di bidang teknologi informasi (TI). Sebaliknya, Cloud Computing juga membuka lapangan kerja baru karena akan semakin banyak perusahaan-perusahaan yang menawarkan layanan ini di masa mendatang.
Hanya saja, penerapan Cloud Computing akan menemui beberapa kendala, seperti minimnya bandwidth internet. Cahyana Ahmadjayadi, Staf Ahli Menteri Bidang Politik dan Keamanan Kementerian Komunikasi Informatika mengatakan, “Jika melihat kondisi di Indonesia yang masih terbatas bandwidth internetnya, maka diperlukan waktu sekurangnya 3 tahun untuk bisa mengoptimalkan penggunaan komputasi awan. Patokan tersebut berdasarkan life cycle sebuah proyek. Karenanya harus ada inovasi dalam pengembangannya.”
Ketua Kelompok Keilmuan Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Suhono Harso Supangkat, juga mengungkapkan hal yang sama. “Diperlukan waktu yang cukup lama untuk bisa mensejajarkan komputasi awan di Indonesia dengan negara-negara lainnya, kecuali ada kolaborasi yang bagus antara akademisi, industri dan pemerintah.” katanya.
Melihat pasar saat ini, Direktur Wholesales and Enterprise Telkom, Arief Yahya menggambarkan, nilai pasar dari Cloud Computing di Indonesia memang masih kecil. Namun katanya, tahun 2011 diprediksi bakal mencapai Rp 2,1 triliun dengan sumbangan Software-as-a-Service (SaaS) sebesar 40%. Menurut Arief, potensi pasar yang besar untuk ditawarkan solusi komputasi awan adalah pemerintah karena berperan sebagai lokomotif di industri. “Pemerintah secara regulasi membuka peluang bagi pelaku usaha, misalnya dengan adanya National Single Windows (NSW) yang membuat semua pelaku usaha berlomba mendukung program itu,” ujarnya. “Belum lagi, belanja TI pemerintah daerah dan pusat itu lumayan besar, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan. Di pendidikan saja ada alokasi dana sebesar Rp. 200 triliun dimana 20% di antaranya untuk belanja TI,” jelas Arief lebih lanjut.
Berdasarkan catatan, sektor pemerintah rata-rata mengambil porsi 11% dari belanja TI nasional yang tahun ini diperkirakan mencapai US$ 1,731 miliar atau tumbuh 11,9% dari tahun sebelumnya. Arief menyarankan, pemerintah daerah agar tak segan memanfaatkan Cloud Computing karena bisa menekan biaya investasi dan menciptakan efisiensi. Tentunya bukan hanya sektor pemerintahan yang menjadi target dalam Cloud Computing. Banyak pihak yang menilai solusi ini tepat bagi usaha kecil menengah (UKM) yang pada dasarnya memang memerlukan adanya efisiensi sebesar mungkin. Layaknya awan, penggunaan Cloud Computing di Indonesia saat ini memang masih terlihat tenang. Namun ketika kebutuhan semakin mendesak, awan akan segera menurunkan hujan lebat dan tidaklah mengherankan jika airnya malah membanjiri pasar.
Salam,
Redaksi