SIMBADA adalah software yang diperuntukkan bagi pemerintahan, yang mampu memberi kemudahan untuk meningkatkan kinerja dan informasi secara cepat mengenai data inventarisasi barang dan aset pemerintahan termasuk sampai dengan nilai penyusutannya atau berpindah tangan.

Simbada secara umum ditujukan untuk digunakan di lingkungan pemerintah daerah tingkat kota dan kabupaten, namun tidak menutup kemungkinan untuk digunakan pada perusahaan tingkat menengah ke atas, khususnya badan usaha milik negara (BUMN).

Beberapa fitur penting sebagai inovasi adalah penggunaan barcode pada inventarisasi barang yang akan memudahkan proses opname barang. Penggunaan kartu inventaris barang juga masih diterapkan dalam aplikasi ini.

Yang unik, aplikasi dari Universitas Gunadarma ini menggunakan arsitektur desktop client-server yang berbasis Open Source. Untuk mengenal lebih jelas mengenai Simbada, berikut percakapan BISKOM dengan Koordinator Kerjasama Simbada sekaligus Dosen Universitas Gunadarma, I Made Wiryana, baru-baru ini.

Bagaimana awal cerita dibuatnya Program Simbada ini di Universitas Gunadarma? Apa motif dan tujuannya?
Motifnya untuk membantu pemerintah, bukan cari profit.sekaligus memberikan pengalaman lapangan untuk mahasiswa S2 di Universitas Gunadarma dalam membentuk tenaga industri yang tidak “greedy”.

Sampai sekarang bagaimana progress dari Simbada ini?
Saat ini kami sedang membereskan lisensi, pendaftaran HaKI lisensi open source, nanti instansi pemerintah tinggal download aplikasinya di SINI!. Kami juga sedikan materi training, kustomisasi juga akan free disediakan.  Semua untuk membantu pemerintah secara langsung.

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk training petugas entry datanya?
Tidak lama , hanya satu sampai tiga hari saja cukup.

Baca :  RAMAN MADAN: Channel Works Tawarkan Solusi Surveillence Terlengkap

Mengapa bisa sampai gratis jika instansi pemerintah ingin memakai Simbada ini?
Sebenarnya yang mendanai dari United Nations Development Program (UNDP), kemudian kami free-kan. Kami juga dibantu co finance kampus untuk selanjutnya kami berikan hasilnya kepada publik.  Jadi kami akan mulai merilis dengan yang memakai pertama kali di Aceh. Dari situ, lima kabupaten/kota lainnya akan menyusul menggunakan Simbada.

 

“Universitas Gunadarma merilis Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (Simbada),
sebuah aplikasi gratisan (free) yang mampu membantu pengelolaan harta dan aset daerah
untuk membantu pemerintah daerah dalam mengelola aset daerahnya.
Simbada dirilis untuk digunakan pada instansi pemerintah, yang di-launching pertama kali di Aceh nanti.”

 

Sepertinya ini bakal digunakan di semua instansi pemerintah daerah ya?
Memang kami kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang nantinya akan mendorong pemda memakai Simbada. Universitas Gunadarma akan membantu perusahaan atau kampus di daerah untuk menguasai software ini sehingga mereka jadi bisa mensupport dan kustomisasi.

Sebenarnya apa yang membedakan cara konvensional dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI) dalam pencatatan aset ini?
Cara mencatat dan menghitung aset memang rumit, bahkan boleh dibilang lebih rumit dari akuntansi. Buku bacaannya saja jarang ada. Jadi, pengelolaan aset itu memang rumit prosesnya. Kalau tidak dibantu perangkat lunak, kasihan harta dan aset negara jika tidak tercatat dengan baik.

Baca :  Eva Muliawati, Gamer Online Indonesia Capai 5 Juta

Tapi yang membedakan cara konvensional dengan Simbada adalah, kalau dalam Simbada itu mengikuti aturan Kemendagri dan Kementerian Keuangan sehingga pemda ketika harus membuat laporan, tidak mengalami kesulitan lagi. Simbada dibuat dengan sistem modular sehingga ketika diintegrasikan dengan sistem lain, seperti sistem mobile dan sebagainya itu sudah mudah, tidak perlu repot lagi.

Selama ini pemda menggunakan jasa  konsultan kalau mereka menghitung aset daerahnya. Nah, apa nanti tetap didampingi konsultan Simbada ini? Dan apa konsultan Simbada free juga?
Dengan Simbada mereka bisa entry sendiri dan reportnya sudah mengikuti aturan Kemendagri maupun Kementerian Keuangan. Meski demikian, kita tetap memberi kesempatan bagi konsultan yang “cari makan” untuk kustomisasi dan support lokalnya nanti.

Selain entry aset bergerak dan tak bergerak, apa lagi yang bisa diinput? Fitur dalam Simbada apa aja?
Yang diinput itu semua aset yang dikenal dalam pemerintah daerah,  tapi tentang investasi belum ada karena belum ada kejelasan definisinya dari Kemendagri.

Misalnya untuk entry aset yang sedang disengketakan bagaimana? Bukankah biasanya akibat pemekaran daerah kerap ada kasus rebutan aset?
Aset yang di-entry di Simbada itu yang sudah clear melalui tahapan entry dan validasi. Nah, ini susahnya kalau ada workflow yang rumit untuk aset validasi, karena ada pemusnahan dan ada pemindahan

Apakah perlu perangkat keras khusus lagi? Dan  apakah Simbada ini langsung online ke Kemendagri?
Tidak perlu perangkat keras khusus lagi. Kemendagri atau provinsi bisa mengambil report dan data bila diperlukan dan support eAudit. Jadi aplikasinya udah diset support model services query yang interoperable.

Kapasitas aplikasinya berapa megabites?
Softwarenya sendiri  tidak begitu besar, tapi kalau sudah dimasukan data otomatis kapasitas databasenya jadi besar.

Baca :  Heru Widodo, Perintis TMC Untuk Pencegahan Banjir

Bisa tampung data unlimited atau terbatas berapa giga?
Saat ini sudah lumayan cukup untuk menyimpan data bertahun-tahun, tapi in the future mau di-upgrade pakai cluster system untuk database-nya. Karena data di pemda saat ini untuk setahun saja masih gampang di-handle. Dengan Simbada ini diharapkan bisa menjadi kontribusi nyata buat publik

Bagaimana cara publik bisa mengaksesnya? Apa dibebaskan, mengingat transparansi pemda mungkin masih tidak begitu terbuka.
Kita memiliki Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), jadi pemerintah harus terbuka datanya dan publik bisa langsung tahu aset pemda yang sudah tercatat, apa yang sudah tervalidasi, apa langsung online bentuk kontrol publik secara langsung.

Tentu saja banyak juga pihak lain yang akan keberatan dengan adanya Simbada ini nanti. Karena  bisa ketahuan aset yang berpindah tangan  karena tanah disimpan dalam alat global positioning system (GPS) langsung ke Geographical Information System (GIS). Tapi tentunya sebagai warga negara Indonesia, kita berharap dapat mulai menciptakan pemerintahan yang bersih. • IWA

6 COMMENTS

  1. mengapa aplikasi simbada tidak bisa di download. ketika masuk ke halaman download yang keluar malah “link file yang ada minta tidak berlaku”. mohon bantuannya.

  2. terima kasih pak made untuk sumbangsinya pada sistem pencatatan aset daerah, smoga dapat membantu daearah untuk transparansi terhadap pengolahan aset, sebagai informasi saja, di aceh sebelumnya telah dibangun sebuah sistewm pencatatan aset daerah pada masa rehap rekon aceh nias di bawah BRR Aceh Nias yang juga di biayai oleh UNDP tapi sayangnya setelah masa BRR berakhir sistem yang telah di bangun bagai di telan bumi tidak ada support dari pihak manapun baik UNDP, DEPDAGRI,Bappenas padahal sistem ini telah di implementasikan di semua kabupaten kota yang berada di Aceh dan Nias yang diberikan dan di fasilitasi pelatihan secara gratis.
    semoga keinginan kita untuk membantu pemerintahan yang bersih melalui e-gov mendapatkan perhatian dari instansi terkait.

    salam almamater

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.