Demi menyelematkan aset negara, langkah hukum yang ditempuh Telkomsel agar bisa terbebas dari putusan pailit terus mendapat dukungan, khususnya dari DPR RI.
MESKI diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Direktur Utama PT Telkomsel, Alex J Sinaga, menyatakan bahwa operasional dan layanan perusahaan yang dipimpinnya tetap berjalan baik. Bahkan Alex optimis Telkomsel akan memenangi perkara kasus kepailitan yang diajukan PT Prima Jaya Informatika (PJI), di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Direksi sudah membentuk pusat krisis dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan. Tujuannya untuk memenangkan kasasi dan memastikan selama proses kepailitan seluruh operasional Telkomsel tidak terganggu baik dari pasar maupun iklim investasi,” kata Alex kepada wartawan usai rapat dengar pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), awal Oktober lalu.
Selain itu, imbuh Alex, seluruh jajaran direksi dan karyawan Telkomsel sudah bertekad agar masalah hukum tersebut tidak mengganggu pelayanan terhadap 120 juta pelanggan. Tekad tersebut semakin kokoh setelah adanya dukungan politik dan moral dari anggota Komisi XI. “Ini akan menguatkan kami dalam perjuangan di tingkat kasasi,” tegasnya.
Dalam Rapat Dengar Pendapat, anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) menunda tender 3G sebagaimana yang saat ini juga diperjuangkan Direksi Telkomsel. Selain itu, Maruarar juga meminta Komisi III DPR segera meminta Komisi Yudisial memeriksa hakim Pengadilan Niaga Jakpus yang memutus Telkomsel pailit.
“Komisi XI juga meminta Kemkominfo menunda tender karena ada indikasi kepailitan itu sengaja untuk mengganggu keterlibatan Telkomsel. Sebab selama dalam proses kepailitan Telkomsel tidak bisa mengikuti tender. Harus ada keberpihakan kepada perusahaan milik negara. Jangan terlalu liberal,” tegas Maru. Politisi PDI Perjuangan itu juga meminta Badan Legislatif (Baleg) DPR merevisi Undang-Undang Kepailitan.
Sementara anggota Komisi VI, Ferrari Roemawi menilai, jika kejadian pailit yang dialami Telkomsel sampai dibiarkan dan tidak dijaga dengan benar, bukan tidak mungkin kasus serupa akan menimpa perusahaan lain yang asetnya juga dimiliki negara.
“Kalau dibiarkan, kasus semacam ini bisa terjadi lagi. Kita harus menjaga jangan sampai kasus pailit Telkomsel ini bikin saham induk usahanya terjun bebas,” kata Ferrari dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VI DPR, Jakarta (24/10).
Anggota Komisi VI lainnya, Nasril Bahar, juga sependapat bahwa PJI bukan kreditur yang berhak memposisikan pemesanan itu sebagai piutang yang harus dibayar Telkomsel. “Dia cuma mitra ritel. Tapi ini kontrak besar yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama. PJI akan mendapat opportunity besar, pantas kecewa. Tapi di mana profesionalnya, pencapaian targetnya cuma 6,3%. Itu tuntutan profesional yang ternyata PJI tidak mampu dan tidak mumpuni,” kilah Nasril.
Dengan begitu banyaknya bukti yang mendukung Telkomsel, Nasril pun ingin agar kasus ini cepat selesai agar posisi Telkom selaku induk usaha dan perusahaan BUMN tidak anjlok sahamnya. “Apakah kita akan membiarkan saham-saham ini terdilusi dan dibiarkan diborong dengan murah oleh ‘komodo-komodo’? DPR menunggu keputusan MA. Saya rasa banyak yang mendukung keputusan pembatalan pailit ini demi Merah Putih,” tegasnya.
Seperti diketahui, pada Jumat (14/9), Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang dipimpin Hakim Ketua, Agus Iskandar, memutuskan bahwa Telkomsel pailit atas permohonan oleh PT Prima Jaya Informatika (PJI), distributor voucher isi ulang Kartu Prima. Telkomsel dan PJI memulai kerja sama pada 1 Juni 2011 sampai batas waktu Juni 2013 dengan komitmen awal Telkomsel menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga. Kemitraan ini menimbulkan kasus, sejak Juni 2012 Telkomsel setelah memutuskan kontrak karena menilai PJI tidak memenuhi aturan yang dipersyaratkan. PJI pun mengajukan permohonan pailit, karena menganggap sisa kontrak yang diputus tersebut senilai Rp 5,3 miliar sebagai utang Telkomsel.
Namun Direktur Utama Telkom, Arief Yahya, menegaskan bahwa penghentian pengiriman produk kartu perdana dan voucher untuk Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) tersebut karena PJI belum melunasi pembayaran sebesar Rp. 4,8 miliar kepada Telkomsel. Fakta-fakta maupun novum baru tersebut diyakini dapat menolong Telkomsel.
“Pertama, Telkomsel tidak mempunyai utang kepada penggugat pailit. Kedua, syarat gugatan pailit minimal dua kreditur tidak terpenuhi,” tandas Arief. Dengan begitu, Arief mengaku optimistis Telkomsel akan terlepas dari kasus pailit ini dalam kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung.
Kuasa Hukum Telkomsel, Muhtar Ali, berterima kasih dengan dukungan dari para anggota legislatif. Namun soal melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Niaga ke Komisi Yudisial, itu belum akan dilakukan Telkomsel.
“Kami menghormati putusan pengadilan. Kami akan lebih dulu menempuh kasasi di Mahkamah Agung. Jika kami kalah, kami akan meminta Peninjauan Kembali,” jelas Muhtar. Telkomsel sendiri telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 21 September lalu. Diharapkan pada awal Desember nanti, putusan itu sudah bisa keluar. •IWA