SEBAGAI upaya dan komitmen untuk terus menumbuhkan pengguna open source software (OSS) di tanah air, Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) menggelar Indonesia Creative Open Source Software.
Indonesia Creative Open Source Software (ICrOSS) adalah sebuah konferensi tahunan OSS yang dilaksanakan untuk memperluas wawasan bagi industri maupun regulator untuk lebih terlibat dalam rangka menumbuh kembangkan industri berbasis teknologi OSS sekaligus membuka wawasan bagi industri dan regulator untuk mengkaji dan memahami tantangan penerapan OSS.
“Kami ingin ICroSS dapat menyatukan dan memperkuat serta meningkatkan skill komunitas open source. Selain itu, dengan berkumpulnya komunitas yang terdiri dari praktisi dan regulator, harapannya adalah agar dapat bersama-sama mempersiapkan solusi bagi perkembangan OSS di Indonesia,” ujar Ifik Arifin, Ketua Panitia ICroSS 2013, di Jakarta (24/4).
Berlangsung sejak 24-25 April 2013 di Balai Kartini, Jakarta, konferensi terbesar OSS ini dihadiri lebih dari seribu praktisi, baik dari industri maupun regulator OSS dengan menyoroti empat materi utama, yaitu Digital Content Creative, Green ICT and Sustainability, Cloud and Internet of Things, and Cyber Security. Dimana acaranya dirangkai dalam bentuk seminar, workshop, lomba, pertemuan komunitas open source, dan pameran produk-produk open source.
Ketua Umum AOSI, Betti Alisjahbana, dalam presentasi pembuka yang berjudul, “Open Source: Kepeloporan dalam Inovasi dan Pemberdayaan” menyampaikan optimismenya pada OSS yang mampu membawa Indonesia sebagai negara berkembang dapat setara dengan negara-negara maju lainnya. Betti menjelaskan bahwa OSS telah menjadi pionir inovasi teknologi yang membuka peluang kolaborasi. Dengan ketersedian software yang ada tidak perlu untuk membangun sistem yang baru, cukup dengan kolaborasi dari sistem yang sudah ada. Secara otomatis Indonesia tidak perlu lagi membangun sistem sehingga tertinggal langkah, menurut Betti Indonesia bisa memulai dari start yang sama. “OSS dapat menjadi enzim bagi inovasi melalui integrasi komponen yang sudah ada dengan kolaborasi,” ungkap Betti.
Menariknya, di hari kedua event ini digelar kompetisi Cyber Defence yang diikuti oleh 20 tim terdiri dari 5 orang. Dalam kompetisi ini setiap tim mempunyai tugas menjaga server dari serangan-serangan para juri berupa pencurian file maupun mengacak-acak file. Tidak ada batasan tools yang digunakan oleh peserta hanya setiap peserta diwajibkan menggunakan perangkat open source dalam mempertahankan servernya.
Di kesempatan ini tim dari Departemen Pertahanan Republik Indonesia menurunkan beberapa timnya sebagai peserta. Setelah mengikuti hampir selama sehari kompetisi, akhirnya dua Tim Cyber Defence Kementerian Pertahanan dengan nama tim Brahma dan tim Baladewa berhasil merebut Juara 2 dan 3. Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, pun hadir untuk menyerahkan piala bergilir Cyber Defence Competition ICrOSS.
Dikatakan Ketua Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Sylvia Sumarlin, penyelenggaraan kompetisi ini merupakan salah satu kegiatan yang dirancang untuk mengidentifikasi orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan cyber defence. “Mengingat critical infrastruktur sudah mulai memanfaatkan TI maka diperlukan keahlian mereka untuk mempertahankan kedaulatan negeri ini. Kebetulan Menteri Pertahanan ingin memberdayakan mereka ini nantinya bisa menjadi salah satu komponen bela negara.”
Sedangkan workshop yang digelar pada seminar ICrOSS kali ini meliputi, Network Security, Participatory Mapping menggunakan GIS, Cloud Management, Internet of Things dan Document Management System. Didukung oleh FTII, PANDI, APJII, Id-SIRTII/CC, BPPTI, Ristek, Inixindo, Kominfo dan Dewan Nasional Perubahan Iklim.
Melalui acara ini diharapkan para praktisi di bidang TI dapat memanfaatkan rangkaian acara seminar, workshop dan kompetisi dalam CroSS ini untuk kemajuan bersama. •ANDRI