Salah satu ciri berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di tanah air terlihat dari tumbuhnya pengguna internet yang saat ini mencapai 80 juta pengguna. Hal positif dari pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya pengguna domain Indonesia, yaitu .id.

PENGELOLA Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) mencatat ada sekitar 103.882 nama domain yang terdaftar pada akhir Desember 2012. Jumlah ini melonjak 62,5% dari jumlah domain .id akhir tahun 2011 sebesar 63.930. Sehingga, disebut-sebut ini sebagai kenaikan tertinggi sepanjang sejarah domain .id.

Menyambut hal ini, sepanjang tahun 2013 banyak hal-hal baru yang dilakukan PANDI. Mulai dari  perpindahan sistem registry dari Single Point Registry System (SPRS) menjadi Shared Registry System (SRS), redelegasi, hingga penambahan nama domain baru. Namun ada hal yang tidak berubah, yakni pengguna domain .id tetap wajib melampirkan identitas diri minimal kartu tanda penduduk (KTP) dengan jelas, bahkan juga dengan surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau akta organisasi untuk beberapa domain tertentu. Hal ini diberlakukan untuk menunjukkan tanggung jawab si pengguna domain dalam beraktivitas secara sehat dan baik di internet.

Ketua Umum PANDI, Andi Budimansyah mengatakan, ada beberapa hal yang dilakukan kepengurusan sekarang ini yang bisa dibilang legacy. Dimana hal pertama yang dilakukan merubah PANDI yang dulunya sebagai registry dan registrar, kini memisahkan diri hanya menjadi registry saja. Registrar-nya dijalankan oleh 12 partner yang ditunjuk oleh PANDI, yaitu Rumahweb, Reseller, D-Net, Indoreg, JRI, Nama, BeliDomain, CBN, Domainku, Merekmu, RadNet dan IndosatM2.

Menurut bapak dari tiga orang anak ini, untuk mencapai poin pertama yaitu prerequisite yang dibutuhkan adalah kebijakan-kebijakan mengenai nama domain karena terjadi pengalihan sebuah tangggung jawab PANDI untuk memeriksa dokumen untuk diserahkan kepada registrar. Mulai dari pengurusan nama domain .id, pemeriksaan syarat seperti KTP, SIUPP dan lain sebagainya dilakukan oleh registrar, yang berlaku sejak awal Januari 2013.

“Ini merupakan hal umum yang terjadi di dalam industri domain. Jadi yang dulu kami lakukan belum umum karena semuanya PANDI pegang sendiri. Sekarang, peran PANDI hanya sebagai registry saja. Biar registrar yang melakukan penjualan,” ujar lulusan jurusan Informatika dan Komputer yang mengawali karirnya sebagai programmer di Elnusa YellowPages (Infomedia Nusantara) ini.

Hal lain yang tidak kalah penting dilakukan PANDI di tahun 2013 adalah selesainya proses redelegasi. Dimana terjadi pembaharuan yang tadinya country code Top Level Domain (ccTLD) dikelola oleh Budi Rahardjo dan tim PAU Micro ITB, sekarang tercatat di Internet Assigned Number Authority (IANA) atas nama PANDI dengan Administrative Contact-nya adalah Muhammad Neil El HIlman dan Technical Contact-nya, Aidil Chendramata.

Dengan demikian, PANDI secara legal sudah syah menjadi registry .id. “Selama inikan yang tercatat di IANA adalah PAU Micro ITB dan Bapak Budi Rahardjo. Padahal sejak 2005 secara faktual yang melakukan fungsi tersebut adalah PANDI. Nah, sekarang baik operasional secara defacto maupun dejure yang bertanggung jawab adalah PANDI,” terang pria yang sempat bergabung di kepengurusan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan salah satu pendiri IndoWLI.

Selain itu, PANDI saat ini mulai membuka diri terhadap kebijakan tentang policy development, dimana siapapun boleh memberikan usul berupa proposal tentang pengelolaan nama domain. Proposal yang diajukan akan melalui beberapa proses dan tahapan yang didiskusikan PANDI  bersama Forum Nama Domain (FND).

Baca :  PETRUS REINHARD GOLOSE: Bahaya! Teroris Kembali Intai Cyberspace

Salah satu usulan yang berhasil menjadi nama domain adalah proposal yang diajukan oleh Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara dan Gerakan Desa Membangun yang mengajukan domain desa.id. “Domain desa.id dapat dimanfaatkan oleh kawan-kawan di desa untuk menampilkan kearifan dan potensi desanya, baik kepada Indonesia maupun dunia,”semangatnya.

Lebih lanjut, berikut petikan BISKOM dengan penggemar olahraga badminton dan renang ini di tempat kerjanya yang baru saja pindah ke Gedung Oleos 2, Jalan Kebagusan, Jakarta.

Apa kesibukan dan tanggung jawab Anda selaku Ketua Umum PANDI?
Sebagai Ketua Umum saya harus bertanggung jawab secara keseluruhan. Namun kalau melihat tugas utama PANDI sebagai registry, adalah mengatur kebijakan. Kebijakan yang dimaksud disini adalah kebijakan mengenai sebuah domain, misalnya domain .co.id itu untuk siapa, apa saja syarat-syaratnya, siapa saja yang boleh daftar, maupun aturan penulisan namanya.

Selain itu ada yang sifatnya teknis, yaitu sistem pendaftaran nama domain dan Domain Name Server (DNS) untuk menunjukkan lokasi sebuah domain berada. Kemudian hal yang menjadi konsen saya juga adalah menjaga hubungan PANDI dengan registrar dengan baik serta mensosialisasikan penggunaan .id kepada masyarakat internet yang ada di Indonesia.

Sebenarnya bisnis apa yang bisa dikembangkan dari nama domain?
Kalau kita lihat, bisnis domain itu hanya sebagian kecil dari sebuah website yang komponen biayanya pun rendah, hanya sekitar Rp.100 ribuan pertahun. Tapi selain itu ada bisnis lain disampingnya yang bisa hidup, seperti web design yang membuat design dari sebuah website. Pelakunya ini kebanyakan dari industri kreatif generasi muda kita. Selanjutnya, web hosting atau tempat jasa penyewaan tempat di internet. Kemudian belakangan tumbuh lagi bisnis yang namanya search engine optimization (SEO) yang menyiasati mesin pencari seperti Google.

Berapa banyak nama domain .id saat ini dan dari segmen mana peminatnya?
Saat ini ada 11 nama, yaitu .co.id, web.id. sch.id, or.id, go.id, ac.id, net.id mil.id, biz.id, my.id dan desa.id. Yang paling banyak diminati masih .co.id yang mencapai 50% dari domain .id yang ada, dan itu cenderung lebih bertahan dibandingkan lainnya yang setahun bertahan kemudian menghilang.

Bagi pengguna, domain .co.id juga mempunyai kebanggan tersendiri karena bisa dipercaya dibandingkan .com yang siapa saja bisa mengambilnya. Semua orang bisa daftar .com tetapi tidak semua orang bisa daftar di .co.id karena adanya kebijakan yang tadi disebutkan sebelumnya. Image di dunia internet sendiri akan lebih percaya berbisnis dengan domain .co.id karena ada penanggung jawabnya. Bila terjadi penipuan yang dilakukan oleh pemilik domain, PANDI bisa melakukan suspend domain tersebut bahkan bisa dipidanakan.

Sejauh ini bagaimana penggunaan domain .id dibandingkan .com?
Saat ini penggunaan .id kurang lebih sekitar 111 ribuan. Sedangkan orang Indonesia yang menggunakan Global Top Level Domain (gTLD) atau sistem TLD negara lain itu kurang lebih 250 ribu. Kalau melihat hal ini sebenarnya kebutuhan akan domainnya itu ada tetapi kebanyakan memang lebih dari 2 kali lipatnya menggunakan TLD negara lain. Mengapa demikian? Karena .com itu sudah top of mind. Semua orang kalau bicara situs yang terpikir pastinya .com. Bahkan terkadang dibelakang truk atau bis suka ada bercandaan tulisan seperti galau.com. Hal sama juga  terjadi pada produk air mineral, Aqua dan pompa air bermerek Sanyo, misalnya. Orang kalau beli air mineral bilangnya Aqua meskipun yang diminumnya bukan Aqua, begitu pula saat orang menyebut pompa air bilangnya Sanyo. Padahal belum tentu mereknya pompa yang dimaksud adalah Sanyo. Selain itu, penggunaan domain .com lebih mudah, siapa saja boleh menggunakannya.

Baca :  Wakil Ketua Pelaksana DetikNas, Zainal A. Hasibuan: Indonesia, Negara Tujuan Investasi

Lalu, bagaimana pandangan Anda mengenai isu kematian domain .com beberapa waktu lalu?
Saya melihatnya telah terjadi pergeseran dari yang tadinya menggunakan .com secara perlahan mulai tumbuh ccTLD di masing-masing negara. Presentasinya di beberapa negara penggunaan ccTLD bisa mencapai 60% dari total pengggunaan domain. Sedangkan di Indonesia sendiri masih sekitar 34% saja.

Kalau dari PANDI mengharapkan mereka menggunakan .id karena sekali kita menggunakan .id akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan. Misalnya, website bank Mandiri.co.id lebih dipercaya dibandingkan menggunakan .com karena siapapun bisa mengambil domain .com. Seperti pernah terjadi pada situs KlikBCA.com yang dipalsukan menjadi KilkBCA dengan modus ingin mendapatkan userID dan password nasabah bila salah mengetik situs BCA tersebut hingga terperangkap pada situs palsunya.

Bagaimana sejauh ini mengenai reaksi masyarakat Indonesia terhadap hal tersebut, apakah domain .id lantas menjadi pilihan utama?
Tentunya sosialisasi ke masyarakat yang terpenting, namun hal ini masih yang tersulit dilakukan. Banyak orang Indonesia yang sebetulnya belum aware terhadap masalah tersebut. Tahunya mereka ingin membuat website sehingga tidak memperdulikan domainnya apapun karena belum tersosialisasi. Sehingga kami harapkan para internet service provider (ISP) atau orang-orang yang berhubungan dengan kepentingan tadi bisa mengarahkan menggunakan domain .id.

Dengan perubahan yang dilakukan PANDI ini, mengapa tetap mempertahankan prasyarat yang dipandang berbelit-belit oleh sebagian orang?
Sebenarnya tidak sulit prasyarat yang kami minta dalam pengajuan domain .id bila orang tersebut berniat baik. PANDI ingin pemilik domain itu terdata sehingga ada pertanggung jawaban bila terjadi masalah hukum. Intinya, kami tidak ingin memfasilitasi orang jahat ataupun para penipu di internet.

Bila terjadi penipuan yang menggunakan domain .id berarti kita kelolosan. Mudah-mudahan selama ini kelolosannya tidak banyak. Jangan lupa, selain kita bicara UU ITE di Indonesia berlaku juga UU yang mengatur mengenai pornografi, perjudian, pencemaran nama baik dan hal lainnya yang diluar internet. Jadi hukum yang berlaku di dunia nyata juga berlaku di dunia maya sehingga bila melakukan hal negatif tersebut bisa diproses secara hukum.

PANDI telah melimpahkan sebagian tanggung jawabnya sehingga hanya berfungsi sebagai registry saja. Apa keuntungan yang akan dirasakan masyarakat dengan perubahan ini?
Sebelumnya, orang kalau butuh domain hanya bisa daftar ke PANDI saja. Padahal PANDI jam kerjanya tidak 24 jam. Hanya dari jam 8 pagi sampai 5 sore sehingga bila ada kebutuhan lain setelah jam kerja tersebut tidak bisa dilayani. Nah, dengan sistem baru ini masyarakat bisa daftar di 12 tempat. Kalau bicara channelnya itu bebas dan lebih besar. Tentunya ini memudahkan masyarakat untuk melakukan pendaftaran dan mengurus hal lainnya terkait domain .id dengan registrar-registrar yang telah ditunjuk PANDI. Bahkan ada registrar yang bekerja 24 jam karena mereka bukan hanya menjual domain .id saja tetapi juga web hosting dan lainnya sehingga kapanpun masyarakat ingin mengurus domainnya bisa dilakukan tanpa terbatas waktu.

Baca :  Podcast180* - PT Konexindo Unitama

Setelah domain desa.id resmi tersedia apakah ada pengajuan domain baru lagi?
Pada tanggal 17 Agustus lalu, kami menerima proposal dari CBN yang mengusulkan anything.id. Hal ini sudah diproses dan dirapatkan dalam diskusi FND mengenai anything.id, tetapi sayangnya belum finish hasilnya. Masih ada hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dipertimbangkan lagi yang tentunya akan dibahas pada diskusi FND berikutnya.

Memang kami menengarai banyaknya masyarakat yang menggunakan .com karena lebih singkat. Jadi, misalnya langsung saja Biskom.com. Makanya ada usulan masyarakat untuk lebih pendek sehingga memunculkan anything .id. Jadi nantinya bisa menjadi Biskom.id

Apakah dengan banyaknya jenis domain .id nantinya akan menimbulkan kebingungan untuk menentukan nama domain yang sesuai?
Tentunya tidak, karena ada spesialisasi, seperti desa.id yang khusus diperuntukkan untuk desa. Selama ini desa tidak bisa pakai domain .go.id karena dalam struktur UU kita desa itu tidak dianggap sebagai pemerintah. Desa dalam definisinya hanya kesatuan masyarakat adat sehingga desa tidak berhak menggunakan .go.id.

Belakangan ini banyak terjadi kasus yang memperebutkan nama domain, bagaimana Anda menyikapi hal ini?
Nah, ini termasuk hal yang menjadi perhatian kami. Tahun ini yang kami lakukan juga membentuk lembaga Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND). Di dalam PP82 itu merupakan tanggung jawab registry untuk menyelesaikan perselisihan nama domain, makanya lembaga ini akan berada dibawah PANDI langsung.

Saat ini PANDI dalam proses membuat suatu unit kerja PPND yang nantinya akan menyiapkan daftar panelis-panelis yang anggota bisa dari lawyer, pemerintah, maupun praktisi yang mengerti mengenai domain.
Nantinya, bila ada sengketa nama domain yang bersangkutan bisa ke PPND ketimbang ke pengadilan yang memakan biaya lebih besar dan waktu yang panjang. Kalau di PPND harapannya adalah waktunya bisa lebih cepat dan biaya lebih murah. Ada kepastian waktu dan kepastian biaya.

Dari sekian banyak yang sudah dilakukan PANDI sepanjang tahun 2013, apa target PANDI kedepan?
Kalau dari PANDI maunya agar .id itu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan PANDI juga akan terus berusaha menjamin kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan domain .id. Artinya, kita tidak akan pernah punya niat untuk membuka seluas-luasnya tanpa syarat yang akhirnya bisa digunakan untuk hal-hal negatif. Cukup terjadi di seluler, dimana setiap orang, siapapun bisa membeli nomor dan melakukan berbagai penipuan melalui SMS seperti yang banyak terjadi belakangan ini. Hal ini terjadi karena pihak operator tidak melakukan pendataan dengan benar. Sekitar 90% data ponsel prabayar itu datanya salah.

Sebagai tokoh yang dekat dengan kemajuan teknologi, sebagai pribadi, apa sumbangsih yang telah Anda berikan demi kemajuan anak bangsa di bidang TI?
Tidak ada apapun sumbangsih yang saya berikan kepada industri ataupun negeri ini secara pribadi, tetapi selalu bersama kawan kawan. Artinya, tidak ada yang pernah bisa saya lakukan sendirian tanpa kerjasama dengan yang lainnya. Saya selalu mengajak pihak-pihak lain yang juga dalam kepentingan yang sama untuk bersama-sama melakukan sesuatu.

Sama halnya juga di PANDI ini. Tanpa kerjasama dari kawan-kawan pengurus yang lain saya ini bukan siapa-siapa. Saya hanya punya sebuah visi yang disampaikan ke tim visi, kemudian kami bergerak bersama-sama untuk mewujudkan visi tersebut. •ANDRI/M.TAUFIK (foto)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.