KETUA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman menilai, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia berada di tingkat yang masih rendah. Sebab itu untuk mengejar peringkat kualitas SDM, harus ada pemerataan tingkat pendidikan baik di kota maupun desa.
“Kalau kualitas SDM kita masih rendah, maka kita sulit bersaing dengan negara luar, khususnya kawasan ASEAN. Kalau SDM kita tinggi, maka ekonomi kita juga akan baik dan tumbuh,” ujar Irman.
Dia mengingatkan, Indonesia pun harus memiliki bekal yang kuat, agar bisa bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bekal yang kuat itu meliputi SDM, sumber daya alam (SDA), dan TI. Kalau sudah memiliki ketiganya, Indonesia dipastikan mampu bersaing di kawasan ASEAN.
“Dengan SDM, SDA dan TI yang hebat, maka Indonesia bisa lebih bersaing di saat acara AEC 2015 nanti. Indonesia bisa jauh lebih baik dengan negara lain, terutama di ruang lingkup ASEAN,” tegasnya.
Irman menuturkan, berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tahun 2011, kualitas SDM Indonesia masih berada di peringkat 121, dari 187 negara. Sedangkan Singapura berada di peringkat 18, Brunei Darussalam peringkat 30 dan Filipina berada di peringkat 114.
Kalau melihat peringkat kualitas SDM, Indonesia masih sangat jauh dengan negara lain, maka dari itu Indonesia sangat susah untuk bersaing dengan negara lain. Untuk mengejar ketinggalan, menurutnya setiap pendidikan di kota dan desa haruslah diperbaharui kurikulum yang lebih baru, agar pengetahuan yang didapatkan lebih berkualitas dan memiliki mutu lebih baik.
Mengenai hal ini, Ketua Yayasan Pendidikan Telkom, Johny Girsang menambahkan, pihaknya sudah menyediakan beeberapa jenis sertifikasi internasional melalui Telkom University. “Pasar terbuka MEA sepertinya SDM sebab dalam rangka peningkatan daya saing juga. Karena itu kita sediakan sertifikasi sehingga untuk perusahaan asing atau perusahaan Indonesia yang berkelas internasional bisa bersaing di era MEA 2015,” kata Johny.
Deputi Bidang Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Perekonomian, Edy Putra Irawadi menyimpulkan, semua negara ASEAN saat ini tengah berupaya memperluas kegiatan ekonomi. Prioritasnya, mengundang investasi dan menghilangkan hambatan arus barang.
Menurut Edy, ada dua kunci penting yang sejatinya perlu disiapkan. Pertama, memperkuat integrasi ekonomi domestik. Kedua, meningkatkan daya saing global, baik dari sisi SDM, skala usaha, maupun produk dan jasa kita.
Lantas sudah siapkah kita? Akademisi dan Praktisi TI dari ITB, Hemat Dwi Nuryanto mengakui, ada peluang sekaligus tantangan atau ancaman di balik MEA 2015. Menurut Hemat, bagi yang siap dan punya produk atau jasa untuk level Asean, MEA bisa jadi moment yang bagus karena pasar bisa jadi lebih luas.
“Tapi sayangnya, mayoritas kita tidak siap. Ditambah orang Indonesia kurang menghargai karya bangsanya sendiri atau lebih bangga memakai produk asing. Jadi saya kira masih lebih banyak tantangannya. Sehingga begitu MEA diberlakukan, dikhawatirkan kita hanya akan jadi pasar saja,” pungkas Hemat. •IWA