Kondisi Indonesia saat ini sangat lemah dalam kontribusi pengembangan sains dan teknologi di dunia. Tertinggal dari negara-negara tetangga, dan hampir setara dengan Vietnam.
MENURUT data statistik dari Scimago Journal Rank yang didukung oleh SCOPUS, dari aspek jumlah publikasi penelitian, Indonesia yang 20 tahun yang lalu setara dengan Malaysia dan tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Singapura, saat ini jauh tertinggal dibanding keduanya. Malaysia bahkan sejak tahun 2010, sudah mulai akselerasi cepat meninggalkan Singapura.
Yang lebih menyeramkan, Vietnam yang 20 tahun lalu kondisinya di bawah kita, sekarang secara jumlah publikasi ilmiah sudah mendekati Indonesia.
Menurut Romi Satria Wahono, peneliti dan tokoh pendidik di dunia teknologi informasi (TI), dilihat dari aspek total rangking negara, posisi Indonesia terpuruk di urutan 61, sedangkan Singapura stabil di posisi 32, dan Malaysia terus bergerak naik ke posisi 40. “Kualitas jurnal ilmiah di Indonesia di mata International juga buruk. Indonesia hanya memiliki 11 jurnal ilmiah yang terindeks oleh SCOPUS, dimana dari 11 jurnal itu, hanya 7 yang memiliki nilai Scimago Journal Rank (SJR),” papar Romi yang banyak melakukan penelitian di bidang Software Engineering dan Machine Learning ini.
Romi yang memiliki pengalaman sebagai engineer, konsultan, lecturer dan pembicara seminar, workshop, serta conference baik di Indonesia maupun Jepang ini berpendapat, Indonesia memerlukan penguasaan terhadap teknologi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sinergi antara akademisi, bisnis, pemerintahan dan komunitas.
Lalu langkah apa yang perlu kita tempuh? Simak petikan wawancara BISKOM dengan Romi Satria Wahono, belum lama ini.
Mengapa penelitian dan penguasaan teknologi kita lemah?
Yang pertama, saat ini budaya kegiatan penelitian di lembaga penelitian di Indonesia baru mulai untuk kegiatan formalitas dan pengumpulan angka kredit (kum) untuk jabatan fungsional. Asal jadi paper, kemudian diterbitkan di jurnal lokal yang sebenarnya tidak layak juga dilakukan, karena toh hanya untuk pengumpulan angka kredit jabatan fungsional.
Di universitas, konsentrasi kegiatan juga pada belajar mengajar, dan bukan untuk melakukan penelitian. Faktor berikutnya adalah rendahnya minat peneliti dan dosen dalam melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitian.
Ditunjang oleh kurangnya penghargaan dan insentif dari universitas dan lembaga penelitian terhadap publikasi ilmiah dari para penelitinya. Faktor yang terakhir adalah, dari pengalaman mengajar program pasca sarjana di beberapa universitas di Indonesia, banyak mahasiswa dan dosen yang kurang memahami bagaimana melakukan penelitian yang baik, dan juga lemah dalam teknik penulisan paper ilmiah untuk jurnal termasuk prosedur pengirimannya.
Sebenarnya apa kunci penguasaan teknologi?
Saya yakin, kunci dari kebangkitan suatu bangsa di penguasaan teknologi adalah sinergi antara akademisi, bisnis, pemerintahan dan komunitas. Konsep ini sering disebut dengan Quadruple Helix Model.
Inilah yang selama ini, dalam perjalanan perjuangan hidup saya, saya lakukan secara bertahap. Saya belajar bagaimana menggerakan komunitas, saya belajar bagaimana saya bisa memulai masuk ke industri dari teknologi yang saya kuasai, saya belajar dari bagaimana mendidik mahasiswa supaya bisa melakukan penelitian yang berkualitas, dan saya juga belajar bagaimana birokrasi di pemerintahan harusnya bisa diarahkan untuk mendukung pergerakan dari dunia akademisi, bisnis dan komunitas.
Saya memulai usaha pelan-pelan untuk mewarnai dunia akademik di Indonesia ketika saya menempuh studi saya di Jepang dengan membangun IlmuKomputer.Com di tahun 2003.
Bisa diceritakan apa saja isi dari IlmuKomputer.Com?
IlmuKomputer.Com membagi literatur yang ditulis secara crowd sourcing dan oleh siapapun yang memiliki pengetahuan dan mau membaginya untuk teman-teman yang lain. Alhamdulillah pergerakan ini mendapat sambutan yang hangat oleh teman-teman di tanah air, dan menginspirasi teman-teman untuk membangun hal serupa di berbagai bidang.
Pengalaman ini membawa impact besar dalam kehidupan saya. Saya semakin yakin bahwa suatu perjuangan untuk kebaikan bisa dilakukan dengan gerilya dari komunitas. Dan Indonesia termasuk yang memiliki kekuatan besar di komunitas. Kita bisa lihat bahwa pengguna Facebook dan Twitter dari Indonesia yang di posisi tinggi secara internasional.
Anda dikenal sebagai seorang peneliti dan pernah bekerja di lembaga formil seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah keluar dari LIPI, apakah kegiatan penelitian Anda tetap berlanjut?
Setelah memutuskan mundur sebagai peneliti LIPI, saya ingin terus membuktikan bahwa kreatifitas maya seperti IlmuKomputer.Com bisa dibawa ke wilayah yang lebih profesional dan produktif, yang ujungnya adalah entrepreneurship di bidang teknologi atau technopreneurship.
Saya membangun perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan software dan training center, bernama Brainmatics. Saya menggunakan resource yang sebelumnya sudah terbentuk di komunitas IlmuKomputer.Com, baik untuk instruktur maupun partner pengembang software. Untuk rekrutmen staff, saya menggunakan cara yang tidak biasa.
Saya tidak merekrut lulusan D3, S1 atau S2, tapi saya rekrut dari siswa SMK yang berprestasi dan memiliki semangat belajar dan bekerja, meskipun mereka memiliki kendala di ekonomi untuk melanjutkan sekolah. Pagi sampai sore bekerja di Brainmatics, dan mulai sore semua staf saya biayai untuk melanjutkan kuliah sesuai dengan job description di kantor.
Untuk SDM developer saya ambil dari SMK jurusan rekayasa perangkat lunak, dan saya beri beasiswa untuk program S1 di jurusan teknik informatika. Untuk SDM marketing, saya beri beasiswa untuk melanjutkan studi di jurusan komunikasi atau broadcasting. Sedangkan untuk SDM di bagian finance, saya biayai untuk mengambil program S1 di jurusan akuntansi.
Staf saya didik pelan-pelan, saya anggap anak sendiri, khususnya harus memiliki keseimbangan karakter, kognitif dan psikomotorik. Alhamdulillah rekrutmen dari usia muda ini berhasil meningkatkan omzet perusahaan, dan mulai stabil setelah 3 tahun. Total sampai tahun 2014 sudah ada sekitar 20 orang, dimana angkatan pertama sudah mulai melanjutkan studi ke program S2 dengan tetap mendapatkan beasiswa dari Brainmatics.
Saya ingin membuktikan bahwa tidak ada manusia yang bodoh, asal dididik dengan benar, diberi kesempatan, InsyaAllah semua orang bisa menunjukkan hasil yang signifikan. Tidak peduli inputnya adalah bahkan teman-teman siswa SMK kurang mampu secara ekonomi.
Menurut Anda, apakah mahasiswa dari universitas kecil juga bisa berkontribusi besar di penelitian?
Jujur saja, banyak tawaran mengajar di kampus negeri dan terkenal, namun saya mencoba strategi lain. Saya lebih memilih mengajar di tiga program pasca sarjana ilmu komputer di Indonesia yang relatif kecil dan termasuk kelas gurem.
Saya didik mahasiswa saya pelan-pelan, saya tangani dengan disiplin tinggi dan semangat untuk mengajarkan ke mahasiswa penelitian yang berkualitas. Saya ingatkan bahwa sekolah itu untuk mengubah hidup dan bukan mencari gelar. Saya juga menulis dengan detail di blog saya (http://romisatriawahono.net), apa yang harus dilakukan untuk memulai penelitian, tips dan trik supaya bisa menjadi expert di suatu bidang penelitian.
Saya yakin bahwa hukum apprentice itu benar, “It takes 5000 hours to turn a novice into an expert”. Bahwa hanya perlu 1-2 tahun untuk mendidik mahasiswa dari universitas kecil untuk bisa menjadi peneliti yang baik.
Apa yang selalu Anda tekankan kepada anak didik supaya selalu memiliki semangat?
Saya selalu yakinkan ke temen-temen mahasiswa bahwa saya juga bukan terlahir sebagai orang pintar atau jenius. Saya yakin saya bisa menempuh pendidikan ke luar negeri adalah karena ada faktor keberuntungan. Beruntung mendapatkan informasi beasiswa, beruntung masih memiliki biaya transportasi ke Jakarta untuk ikut ujian beasiswa Pak Habibie.
Siapapun asal mendapatkan kesempatan dan keberuntungan yang sama, asal tetap punya motivasi tinggi saya yakin bisa. Roh ini yang saya bawa untuk mendidik teman-teman mahasiswa di universitas gurem. Adam Khoo pernah menulis buku menarik bagaimana perjuangan dia untuk menjadi cerdas, dia mengatakan “I am gifted and so are you …”.
Alhamdulillah ratusan mahasiswa program pasca sarjana, meskipun awalnya ngos-ngosan dan harus kerja keras, bisa saya bimbing untuk melakukan penelitian berkualitas, mampu menulis publikasi paper di jurnal berimpact factor. Daftar penelitian yang sudah kita lakukan ada di: http://romisatriawahono.net/research/
Diantara kesuksesan Anda dalam bisnis, mengapa Anda memilih perjuangan hidup seperti ini?
Saya punya hutang besar ke rakyat Indonesia. Sejak menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara, saya sudah dibiayai rakyat. Seluruh pendidikan saya dibiayai rakyat Indonesia. Saya ingin mengembalikan hutang-hutang saya, dalam bentuk memberi beasiswa ke teman-teman yang tidak mampu, membuka lapangan kerja baru, dan mendidik teman-teman mahasiswa dari universitas yang terpinggirkan untuk bisa melakukan penelitian yang berkualitas.
Perusahaan bisa tumbuh karena SDM yang sudah matang itu biasa, yang luar biasa adalah apabila perusahaan bisa tumbuh pesat dari SDM yang dianggap tidak berkualitas. Penelitian tumbuh dari universitas atau lembaga penelitian besar itu juga biasa, tapi yang luar biasa adalah apabila muncul penelitian berkualitas dari mahasiswa-mahasiswa universitas gurem.
Saya bawa nafas perjuangan ini lewat workshop dan seminar di ratusan kampus dan organisasi yang saya kunjungi. Saya ingin berjuang bersama-sama untuk kebangkitan Indonesia dalam penguasaan sains dan teknologi. Saya yakin bahwa yang saya lakukan belum membayar, bahkan sekedar 10% dari hutang-hutang saya ke rakyat. Tapi mudah-mudahan Allah terus memberi saya kekuatan dan kesabaran untuk selalu tetap melakukan perjuangan membangun bangsa. •
Arikel terkait:
Onno W. Purbo Masuk Dalam Calon Menteri Kabinet Jokowi