Koordinasi sebagai salah satu kunci keberhasilan pemerintah dalam mengelola negara dapat terbaca jelas pada Kabinet Kerja yang baru saja dibentuk oleh Presiden Joko Widodo. Terlihat, sejak kabinet ini dilantik, setiap kementerian segera melakukan koordinasi sebagai langkah awal memulai tugasnya di kementerian.
ADA yang baru dan menarik pada pola kerja Kabinet Kerja. Segera setelah terbentuk, para menteri langsung mengadakan koordinasi, baik di intern kementerian maupun bersama kementerian terkait. Hal ini juga yang dilakukan Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdijatno. Selang sehari dilantik, mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini langsung menggelar rapat koordinasi (rakor) perdananya dengan jajaran menteri dan kelembagaan di bawah koordinasinya.
Menurut pria kelahiran Magelang, 20 September 1952 ini, tugasnya sebagai Menkopolhukam menangani tiga bidang yang strategis yaitu politik, hukum dan keamanan sehingga diperlukan segera melakukan koordinasi agar berbagai persoalan di kementerian koordinasinya segera selesai dan menteri-menteri yang ada di bawahnya bisa segera menjalankan tugasnya secara sinergis.
Dinilainya, banyak permasalahan negara yang belum terselesaikan selama ini karena tugas-tugas dari kementerian koordinasinya yang saling bersinggungan. Koordinasi yang selama ini berjalan ternyata di lapangan tidak berjalan.
“Saya melihat ada beberapa permasalahan dari kepentingan yang satu dengan yang lain. Hal ini kemudian saya koordinasikan dan meminta kepada para menteri dan lembaga agar permasalahan yang ada bisa disinergikan dan menjadi solusi sesuai arahan Presiden. Sekat-sekat koordinasi yang tidak berjalan harus segera dikikis sehingga antar kementerian bisa langsung bersinergi,” ujar purnawirawan bintang empat ini.
Sebagai menteri yang menangani tiga bidang strategis, dirinya juga diharuskan konsen terhadap apa yang menjadi tugasnya agar tercipta stabilitas politik, kepastian dan ketegasan hukum, serta stabilitas keamanan.
Menyoroti bidang politik, Menkopolhukam fokus pada masalah politik luar negeri bebas dan aktif yang mengatur bagaimana bangsa ini berperan di kawasan sendiri maupun di dunia, untuk kepentingan nasional dan ketertiban dunia. Hal lain yang menjadi fokusnya adalah mewujudkan visi Presiden untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim. Untuk itu, ia akan berkoordinasi dengan kementerian-kementerian yang terkait dalam pelaksanaannya di bawah koordinasi Menkopolhukam.
“Posisi geografis Indonesia terletak pada posisi yang strategis, sehingga kita harus berperan di dalam mengoperasikan laut, udara dan lain sebagainya untuk mendapatkan pengakuan internasional. Meski pengakuan itu sudah ada, namun dalam implementasinya masih banyak kendala. Padahal untuk mengawal poros maritime, saya rasa kekuatan yang ada sudah cukup memadai,” jelas Tedjo yang menamatkan pendidikan militernya di Akademi Angkatan Laut tahun 1975 ini.
Untuk menuju negara maritim yang berdaulat, keamananan laut pun mulai diperkuat dengan membentuk Indonesia Coast Guard. “Coast Guard atau Badan Kemanan Laut (Bakamla) ini merupakan pengganti dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Selama ini ada sekitar 13 instansi yang turun ke laut dengan tugas yang hampir-hampir sama, sehingga menyebabkan sering terjadinya tumpang tindih kewenangan. Tetapi dengan dibentuknya Bakamla, tidak akan terjadi lagi tumpang-tindih dalam pengamanan laut karena semuanya akan disatukan,” lanjutnya.
Memperhatikan perkembangan jaman yang semakin tinggi, pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai bidang, termasuk dalam menjaga keamanan nasional, juga menjadi perhatian besar bagi Menkopolhukam. Saat ini, ia tengah mewaspadai serangan-serangan dalam dunia maya atau cyber attack. “Cyber security merupakan hal yang sangat perlu dan mendesak untuk disikapi. Jangan sampai serangan cyber terlanjur terjadi, kemudian baru dibentuk tim keamanan cyber,” tandas Tedjo yang sebelumnya memiliki pengalaman berdinas di Satuan Udara selama 14 tahun.
Hal-hal yang perlu diwaspadai dari serangan cyber ini, paparnya, juga akan menyerang wilayah critical infrastructure dan government. Bila hal ini terjadi bisa saja mematikan listrik negara sehingga menghentikan laju perekonomian negara.
Lebih lanjut, berikut ini petikan wawancara BISKOM dengan Menkopolhukam, Tedjo Edhy Purdijatno yang dalam karirnya banyak menerima berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri, seperti Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma Pratama, Satya Lencana Dharma Nusa, Pingat Jasa Gemilang dari Singapura, Grand Cross Knight to the Order of Crown of Thailand dari Kerajaan Thailand dan Panglima Gagah Angkatan Tentra dari Kerajan Malaysia.
Citra hukum di mata masyarakat terus diuji. Bagaimana cara Anda membenahi dan menegakkan hukum yang memberikan efek jera kepada masyarakat?
Berbicara tentang hukum itu sesungguhnya bukan hanya kepada sisi penegakkan hukumnya saja, melainkan lebih kepada esensinya, yakni menjadi pedoman bersikap dan bertindak. Hal itu membutuhkan upaya untuk membangun kesadaran hukum masyarakat dengan cara penyebaran informasi produk-produk hukum, berikut sosialisasi, pemahamannya dan penegakkan hukum yang tidak sewenang-wenang.
Sebagai mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2008-2009, Anda tentu sudah ahli di bidang keamanan negara. Hal apa yang tengah dipersiapkan untuk menjaga pertahanan yang komprehensif baik di laut, udara maupun di darat?
Pada dasarnya hal itu sudah ada dalam kebijakan pertahanan nasional. Tampaknya yang perlu lebih dikembangkan lagi adalah hal-hal yang terkait dengan cybercrime, cyber security, dan cyber defence. Hal ini penting, bila melihat serangan-serangan cyber yang sudah menyasar banyak negara telah menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap kestabiltasan negara.
Kasus Edward Snowden yang membocorkan pimpinan negara kita disadap merupakan salah satu pembelajaran, agar keamanan informasi harus mendapatkan perhatian khusus.
Bagaimana cara Kemkopolhukam dalam mempersiapkan keamanan cyber ini?
Saat ini kami sudah mempunyai Desk Cyber di bawah pengawasan Deputi VII. Desk Cyber ini sebetulnya baru berjalan bulan April 2014 yang timnya terdiri dari internal dan berbagai stakeholder, seperti pakar TIK, komunitas, akademisi dan bahkan white-hackers (certified). Saat ini masih dalam tahap koordinasi hal-hal apa saja yang harus dikerjakan dalam menghadapi serangan-serangan cyber. Perangkat yang kami miliki saat ini sudah cukup memadai, tetapi akan terus ditingkatkan dan diharapkan Desk Cyber ini nantinya bisa menjadi suatu badan yang memiliki kewenangan strategis.
Siapkah Indonesia menghadapi cyber war yang diisukan akan terjadi dalam skala besar?
Semua serangan termonitor, tetapi jelas bukan hal yang mudah menghadapi serangan ini. Namun tidak ada cerita tidak siap, harus senantiasa peka dan siaga. Oleh sebab itu dalam waktu dekat diupayakan terbentuk badan yang menangani masalah ketahanan informasi dan keamanan komunikasi kita.
Di sini, Desk Cyber bisa menjadi cikal bakal terbentuknya badan cyber nasional. Ini bukan hal yang tidak mungkin, karena dulu pun Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) berawal dari sebuah desk. Tetapi tentu saja, Kemkopolhukam tidak bisa berjalan sendiri untuk menentukan kebijakan-kebijakan terkait cyber war. Ada instansi-instansi terkait yang perlu memberikan masukan-masukan.
Presiden saat ini juga tengah mencari Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Seperti apakah sosok ideal dan kecakapan yang harus dimiliki untuk menjadi Kepala BIN mendatang?
Data intelijen itu harus akurat sehingga data yang masuk ke Presiden haruslah data yang sudah matang. Untuk itu dicarilah Kepala BIN yang bisa melaksanakan itu semua sekaligus dapat mengolah berbagai informasi intelijen untuk menjadi masukan Presiden dengan klasifikasi A. Jangan sampai Presiden mengambil kebijakan yang salah karena data yang dari BIN tidak akurat.
Teknologi tentunya memiliki dampak negatif juga. Sudah banyak anak-anak bangsa yang menjadi korban dari maraknya penggunaan sosial media. Apa himbauan Anda untuk menekan resiko negatif dari TI?
Menurut saya, kesadaran hukum masyarakat harus senantiasa ditingkatkan, selain upaya penegakkan hukumnya. Lebih dari itu, bangsa Indonesia harus selalu meningkatkan national character building-nya dan menjaga serta membanggakan identitas bangsa Indonesia.
Seperti di dunia nyata, kita juga menghadapi kejahatan yang sama di dunia maya, seperti perjudian online, penjualan narkotika, anak dan perempuan secara online, bullying, pemerkosaan dan pembunuhan serta lain sebagainya. Apa saja cara yang akan Anda tempuh untuk menghadapi kasus-kasus ini?
Langkah utama yang perlu dilakukan adalah dengan memadukan koordinasi untuk mencegah, melakukan pemulihan atau menangani respon, insiden, serta penindakan hukum secara lebih terpadu dan komprehensif.
Dan bagaimana pula teknologi akan berkembang dengan gaya kepemimpinan Bapak Joko Widodo yang selama ini selalu mengedepankan isu perkembangan teknologi?
Insyaallah akan membaik, namun semua itu kembali kepada kesadaran kolektif kita semua. Kepemimpinan tentunya menjadi pemicu untuk semuanya.
Presiden Jokowi mengamanatkan Menteri untuk segera bekerja. Apakah Anda siap untuk melakukan percepatan kerja untuk lima tahun mendatang? Bagaimana Anda membentuk staf yang tangguh di Kementerian?
Pastinya siap! Hal ini sudah merupakan konsekwensi untuk berani mengemban tugas dan kewenangan. Untuk membentuk staf yang tangguh, peningkatan kapasitas pengetahuan dan skill selayaknya akan selalu menjadi perhatian kami.
Apakah Anda juga akan melakukan gaya blusukan Pak Jokowi dalam bekerja?
Banyak hal yang akan kami lakukan nanti. Beberapa waktu lalu juga sudah melakukan blusukan dengan memanfaatkan TI melalui video conference tetapi tetap perlu dilakukan turun ke lapangan langsung agar mengetahui kondisi real-nya. Sebagai Menko, saya melihat kementerian teknis bergerak dahulu untuk mengetahui hambatan atau kendalanya di lapangan. Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) ada ketidak seragaman dengan Polri berkenaan dengan pengedar atau pengguna narkoba. Satu mengatakan dihukum bagi pengguna, yang satu lagi mengatakan harus direhabilitasi. Inilah yang kami selesaikan sehingga tidak terjadi dualisme pemahaman.
Sebetulnya masih banyak hal yang belum sinergi, seperti misalnya di Selat Malaka pihak Angkatan Laut membangun 12 radar pantai, begitu pula dari Perhubungan Laut serta Kementerian Kelautan dan Perikanan juga membangun radar yang sama di sana. Padahal teknologi dan perangkat yang digunakan juga sama. Kenapa tidak dipergunakan secara bersama-sama saja sehingga lebih hemat dan anggaran? Dana yang tadinya untuk membeli radar bisa digunakan untuk hal bermanfaat lainnya.
Apa kendala yang dihadapi dalam mengkoordinasikan kementerian dan kelembagaan yang ada?
Selama ini tidak ada kendala. Saya melihat semangat para menteri-menteri Kabinet Kerja ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada, sangat luar biasa. Kami ingin berbuat sesuatu yang baik bagi bangsa dan negara. Saya kira tidak terlalu sulit untuk itu, tinggal mengatur saja.
Dan bagusnya, para menteri melakukan koordinasi pertama di Menkopolhukam sehingga kami bisa lebih cepat bekerja. Nanti yang kedua bisa juga di Kementerian Pertahanan, berikutnya Kementerian Dalam Negeri dan seterusnya. Hal ini agar saling mengenal, memahami persoalan dan mencari solusinya dengan segera.
Mudah-mudahan dengan koordinasi yang dilakukan efektif bisa menyelesaikan semua masalah bangsa yang ada. •Hoky/ANDRI/TAUFIK (foto)
Arikel Terkait:
SPRI Surati Kepala Daerah dan Menteri Terkait UKW dan Verifikasi Media
MARSDA TNI AGUS BARNAS: Negara Perlu Badan Khusus Keamanan Cyber
Kongres Pers Indonesia 2019 Berjalan Sukses dan telah terbentuk Dewan Pers Indonesia
Disahkan Kemenkumham, LSP Pers Indonesia Jawaban Keresahan Wartawan Soal UKW