SEPANJANG tahun 2015, sosialisasi rencana diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) makin gencar dilakukan, baik oleh Sekretariat Asean atau Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan stakeholer terkait.
Namun dari sosialisasi MEA tersebut, tampaknya tak ada satu pun event yang mengkhususkan tema terkait teknologi informasi atau implementasi e-Asean atau ICT Asean Masterplan. Padahal disadari TI merupakan aspek fundamental dan para pemimpin negara-negara ASEAN pun sadar akan besarnya manfaat yang didapatkan jika TI dijadikan salah satu instrument penting untuk mendorong terciptanya integritas, efektifitas, efisiensi dan kemudahan di segala bidang kehidupan.
Tapi yang cukup membuat heran,sosialisasi menyangkut implementasi e-Asean minim sekali kedengaran gaungnya. Karenanya pada edisi November ini kami berinisiatif saja untuk mensosialisasikan sekaligus mengupas terkait MEA dalam aspek TI.
Menyongsong MEA ini, beragam sikap bermunculan di Indonesia. Ada yang harap-harap cemas, ada yang tenang-tenang saja menghadapinya, ada pula yang optimis. Ada yang menilai Indonesia terlambat bersiap menghadapi implementasi MEA yang akan berlaku pada 31 Desember 2015. Saat MEA berlaku, Indonesia diyakini sudah tidak bisa melakukan proteksi apapun dan terjebak dalam derasnya arus perdagangan jasa dan sumber daya manusia (SDM).
“Arus perdagangan jasa dan SDM tidak akan bisa diproteksi lagi ketika pasar semakin terbuka dengan adanya MEA. Karena itu, dibutuhkan sistem sertifikasi atas standar keahlian dan kompetensi untuk menjadi jaminan daya saing SDM di dalam negeri. Dan, kita sudah terlambat,” kata Ina Primiana , ekonom dari Universitas Padjajaran Bandung saat Forum Komunikasi Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan Dunia Usaha dan Instansi Terkait di Bandung.
Pernyataan Ina terbukti benar, ketika baru-baru ini, beberapa saat menjelang diberlakukannya MEA, di daerah Banten dan Depok diserbu para pekerja asing. Puluhan bahkan ratusan ribu pekerja asing menyerbu Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia selama kurun waktu tahun 2014 saja sudah mencapai 68.762 pekerja.
Akan tetapi sebaliknya, perbankan asing menilai MEA 2015 akan lebih banyak menguntungkan bagi Indonesia. Hal ini karena diharapkan investasi asing di dalam negeri akan tumbuh dengan pesat. “Mestinya kita paling diuntungkan dengan adanya pasar terbuka. Yang penting dampaknya dari segi investasi, kita berkesempatan menjadi base production region,” ujar Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB), Edimon Ginting.
Edi mengatakan, Indonesia juga tidak perlu khawatir ketika pada pasar bebas ASEAN nanti Indonesia akan diserbu oleh para pekerja dari negara lain. Menurut Edi, dari beberapa profesi yang disepakati untuk bebas bekerja di negara-negara ASEAN seperti perawat, arsitek, dokter, akuntan, dan lain-lain, SDM di Indonesia tidak kalah, bahkan memiliki jumlahnya lebih banyak.
“Banyak akuntan kita yang saat ini bekerja di Singapura. Kalau kita bisa menciptakan kualitas kemampuan yang lebih baik, maka ini akan lebih banyak menguntungkan, belum lagi secara jumlah kita lebih banyak,” jelas Edi.
Selain itu, Edimon menyebutkan tenaga kerja diperkirakan akan jauh lebih unggul dibanding negara-negara ASEAN bahkan dibanding negara Asia. Menurut dia, saat ini jumlah penduduk Indonesia dengan usia 15 tahun mencapai 70 juta jiwa. Sehingga ke depannya, jumlah ini akan menjadi potensi besar jika diberikan pendidikan dan keterampilan yang baik.
“Kalau negara Asia lain seperti Jepang, pada 20 tahun ke depan, 15 juta penduduknya masuk dalam kategori lanjut usia. Makanya mereka banyak melakukan investasi di negara lain. Ini juga bisa menjadi kesempatan bagi kita, untuk bekerja di luar negeri,” tandasnya.
Senada dengan Edison, Managing Director, Accenture Strategy ASEAN, Alison Kennedy pun menyatakan sebegitu besar dan potensialnya, Indonesia sangat menentukan keberhasilan ASEAN dalam melakukan integrasi di era MEA. Jadi, ya kita siap saja.