Jakarta, Biskom – Pemerintah saat ini tengah gencar meningkatkan populasi sapi di Indonesia untuk mengurangi impor yang selama ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Target tersebut tentulah harus didukung dengan dengan pengadaan pakan, serta fungsi lahan peternakan yang semakin berkurang. BPPT sebagai lembaga kaji terap teknologi di Indonesia memberikan solusi teknologi tepat guna, yakni program integrasi sawit sapi.

Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) BPPT, Soni S. Wirawan, mengungkapkan program ini merupakan salah satu alternatif yang sangat memungkinkan untuk diterapkan, melihat kondisi peternakan sapi di Indonesia. Terlebih program integrasi usaha perkebunan kelapa sawit dengan usaha budidaya sapi potong juga didukung oleh peraturan kementerian pertanian (Permentan) No. 105/Permentan/PD.300/8/2014

“Dengan memanfaatkan potensi industri perkebunan kelapa sawit, seluas 14,03 juta hektar, sebagai sumber pakan dan lahan pengembalaan sapi, serta didukung dengan teknologi pertanian BPPT, Saya yakin ini mampu mendukung meningkatkan populasi sapi nasional,” tegas Soni Wirawan di Jakarta, kemarin (16/5).

Baca :  Nikon D90 Dirilis September

Soni mengungkapkan, salah satu isu negatif yang paling menonjol adalah dampak masuknya sapi ke areal perkebunan terhadap kesuburan tanah dan produktivitas pohon sawit. Oleh Karena itu BPPT dan Indonesia-Australia Commercial Cattle Breeding Program (IACCB) bekerja sama untuk untuk menganalisis dampak integrasi sawit sapi terhadap kesuburan tanah dan produktivitas pohon sawit.

“Kerja sama ini telah dimulai tahun 2018 lalu. Namun kami bersama IACCB merasa perlu untuk melanjutkan perjanjian kerjasama ini, untuk menuntaskan kajian tentang dampak integrasi sawit dan sapi,” ujar Soni.

Perjanjian kerjasama kedua antara BPPT dengan IACCB akan fokus pada beberapa ruang lingkup, meliputi kajian kesuburan tanah di perkebunan sebagai dampak integrasi sapi yang digembalakan dibawah perkebunan sawit; Kajian hasil Tandan Buah Segar (TBS) untuk periode waktu tertentu dan dilakukan di perkebunan dengan usia pohon kelapa sawit berbeda; dan Kajian ekonomi dari pembiakan sapi di sistem integrasi sawit-sapi.

Baca :  Kejaksaan Agung Memeriksa 2 Orang Saksi Terkait Perkara Impor Gula PT SMIP

“Semoga hasil kajian yang kita dapatkan bersama bisa memberi masukkan pada pihak pelaksana kebijakan, untuk mendukung pengembangan populasi dan produktivitas sapi potong melalui Program Integrasi Sawit Sapi,” ujarnya..

Deputi Soni Wirawan juga membahas isu resistensi dari beberapa pihak. Padahal menurutnya beberapa institusi dan lembaga baik negeri dan swasta telah banyak mengkaji bahkan mengaplikasikan sistem integrasi sawit sapi. Namun, di lain pihak, masih ada saja yang menolak dan menentang kegiatan ini, sehingga perlu ada solusi bersama untuk mensosialisasikan program sawit sapi

“Sinergi antar stakeholder akan kita perkuat lagi, terlebih kita telah memiliki wadah komunikasi dalam Forum Komunikasi Integrasi Sawit Sapi (FORKISS). Semoga dengan kebersamaan rekan-rekan semua, isu resistensi bisa kita tanggulangi dengan pendekatan yang komunikatif dan aplikatif,” ujarnya.

Baca :  ISPE 2022 Jadi Ajang Pertemukan Stakeholder Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dan UMKM

Sebagai informasi Forum Komunikasi Integrasi Sawit Sapi (FORKISS) sendiri merupakan wadah komunikasi yang terdiri dari berbagai pemangku kebijakan yang terkait, seperti Pemerintah, Industri Peternakan dan Perkebunan Sawit Swasta serta Pelaku Integrasi Sawit Sapi. FORKISS sendiri diinisiasi pada acara FGD Integrasi Sawit Sapi tahun 2018, dan merupakan hasil kerjasama BPPT dengan Puslitbangnak Kementerian Pertanian. (red/ju)