Jakarta, BISKOM – Untuk menyelesaikan defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Presiden Joko Widodo diminta membuat Perpres terkait dana-dana CSR BUMN untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Hal itu diutarakan Jaksa Utama Madya, Kejaksaan Agung RI  DR. Johanis  Tanak, SH, MH dalam Focus Group Discussion dengan mengangkat “Menyikapi Keresahan Masyarakat Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan” di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Menurutnya, defisit BPJS Kesehatan bisa diatasi dengan pemanfaatan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perseroan terbatas dimana sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

“Presiden tinggal perintahkan kepada Menkes dan BPJS bersama-sama menteri BUMN menyusun Perpres untuk menyerahkan sekian persen, atau taruhlah 10 persen saja sudah bisa menyelesaikan masalah. Bahkan bila ditambah dengan impor dokter dirasa masih bisa dicover dana CSR,” ujarnya.

Baca :  Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin Terima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden RI

Lanjutnya, dengan pengelolaan pemanfaatan dana CSR BUMN saja yang mencapai Rp 188 triliun pertahun itu sudah mengatasi defesit, terlebih jikalau CSR dari korporasi swasta, dan penanaman modal asing.

Untuk menyusun rancangan Perpresnya bisa diajak juga Kejakasaan karena di Kejaksaan ada bagian perdata dan tata usaha yang bisa menyusun draft tersebut. “Ini potensinya besar yang belum dimanfaatkan. Karena masyarakat membayar BPJS murah saja tidak sanggup apalagi membayar dokter,” sebutnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, tegas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III. Kalaupun pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas III, maka pihaknya meminta pemerintah memberikan subsidi.

Baca :  APTIKNAS: Indonesia Perlu Mendorong Iklim Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi

“Komisi IX DPR RI konsisten bahwa kami menolak rencana kenaikan untuk peserta penerima bantuan iuran yang kelas III,” ujarnya.

Melkiades tak mempermasalahkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II. Namun ia keberatan apabila kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga berlaku untuk kelas III, yang notabene merupakan peserta yang berasal dari kalangan kurang mampu.

“Rekomendasi kami agar Perpres kelas III harus diperbaiki. Seharusnya pemerintah bisa mensubsidinya apalagi jumlah Rp 3,9 triliun terbilang kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan negara. Karena itu nggak sampai 5 persen dari total pendapatan negara, nggak terlalu signifikan,” tandasnya. (Fadli)