Jakarta, Biskom-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) angkat bicara ihwal penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Salah satu harapan yang mengemuka seiring penerbitan beleid itu adalah Perpres ini membuka lembaran baru bagi penerapan teknologi kendaraan listrik yang diharapkan akan menggairahkan semangat penerapan maupun pemanfaatannya secara lebih luas.
Apalagi, kendaraan listrik menjadi salah satu tren transportasi terkini yang mendapat perhatian besar dari berbagai belahan dunia dan mulai mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia. Meskipun di beberapa negara termasuk di Asia Tenggara kehadiran kendaraan listrik sudah terlebih dulu merebak, namun di Indonesia baru mulai merangkak.
Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE-BPPT) Mohammad Mustafa Sarinanto mengatakan, Perpres ini mengatur insentif, target TKDN, dan penugasan kepada PLN untuk menyediakan Sistem Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Menurutnya, ada tiga komponen besar yang menjadi perhatian di Indonesia yaitu kendaraan listrik, baterai yang menjadi komponen termahal saat ini, dan charging station. Namun dalam mengawali fase awal penerapan kendaraan listrik di Indonesia, dilema yang dialami adalah situasi mana yang didorong untuk ada terlebih dahulu antara mobil listrik atau stasiun pengisian kendaraan listrik.
“Ini menjadi perdebatan, apakah ada kendaraan listrik nya baru kita siapkan charging station atau kita siapkan charging station dulu, baru ada kendaraannya,” kata Sarinanto, saat mewakili Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material (TIEM) Eniya Listiani Dewi dalam pembukaan Wokshop Model Bisnis Sistem Pengisian Kendaraan Listrik di Jakarta pada Senin (25/11).
Persoalan lainnya, kendaraan listrik terbagi menjadi kendaraan besar seperti bus listrik, kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua, yang segmennya berbeda dan infrastruktur charging station-nya juga berbeda.
Untuk menge-charge kendaraan listrik sebetulnya dapat memanfaatkan listrik yang mengalir di rumah. “Karenanya, kita harus mengkaji secara seksama mengenai kebutuhan SPKLU dan model bisnis yang dapat terbangun untuk menyongsong era mobil listrik ini,” lanjutnya.
BPPT telah mengawali percepatan KBL dengan membangun dua Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik atau Electric Vehicle Charging Station (EVCS), yaitu fast charging station 50 kW di BPPT Jakarta dan di Klaster Energi BPPT Kawasan PUSPIPTEK Serpong pada 2018. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai bagian dari kegiatan kliring teknologi, yang nantinya akan dilanjutkan dengan kegiatan alih teknologi dan pengembangan inovasi.
Workshop ini, merupakan upaya BPPT untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan SPKLU yang terbaik ke depan. Workshop membahas berbagai aspek dan sudut pandang terhadap sistem pengisian kendaraan listrik menuju ke pembangunan ekosistem kendaraan listrik yang kondusif di Indonesia.
Sarinanto mengungkapkan, meskipun berbagai contoh penerapan kendaraan listrikyang telah dilakukan di berbagai negara dapat menjadi referensi, namun berbagai situasi khas Indonesia seperti masih banyaknya yang tinggal di rumah tapak yang memungkinkan untuk pengisian kendaraan listrik di rumah sendiri. Sementara, maraknya penggunaan roda dua menjadi hal yang berpotensi membuat situasi penerapan mobil listrik dan model bisnisnya menjadi berbeda dari negara lain.
Workshop ini digelar untuk mendapatkan konsep model bisnis yang matang dan merangkum berbagai aspek dan sudut pandang berbagai pihak terkait. Workshop bertujuan mensosialisasikan gagasan dan konsep BPPT tentang model bisnis SPKL, mendapatkan masukan dan pemikiran strategis yang relevan untuk menjadi basis rancangan alternatif model bisnis SPKL serta melakukan benchmarking berbagai kemungkinan situasi penerapan SPKL. (red/ju)