Salatiga, BISKOM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dimakzulkan oleh DPR AS / House of Representative (HoR) dalam sidang paripurna yang digelar Rabu malam (18/12/2019). Trump menjadi Presiden AS yang ketiga dimakzulkan oleh HoR. Terdapat 2 pasal yang disetujui HoR untuk memakzulkan Trump yakni Pasal 1 terkait Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi HoR. Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di HoR guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216. Sementara Pasal 2 yakni Menghalangi Penyelidikan Kongres, menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua HoR Nancy Pelosi.

Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Trump memang layak dimakzulkan. Dia menjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS. “Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator,” ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.

Baca :  Pelaksanaan Angkutan Lebaran DAMRI 2019/1440H, Berlangsung denganZero Accident

Menanggapi pemakzulan Trump tersebut, pengamat hukum internasional Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Ninon Melatyugra, SH, MH. mengatakan bahwa apa yang terjadi pada Donald Trump merupakan kali kesekian seorang presiden AS dimakzulkan (impeached) oleh legislatif dalam sepanjang sejarah kepresidenan AS. “Secara konstitusional, proses impeachment yang dilakukan oleh The House tidak secara otomatis memberhentikan presiden atau dikenal dengan istilah removed from his office. Konstitusi AS mengatur bahwa keputusan The House tersebut harus dilanjutkan dengan sidang oleh The Senate,” terangnya.

Lebih lanjut Ninon menjelaskan, “Skenario yang mungkin terjadi jika The Senate menghasilkan suara 2/3 menyetujui pemakzulan dalam sidangnya, maka secara konstitusional, Donald Trump harus turun tahta dan Mike Pence menggantikan. Dengan demikian, keputusan akhir ada di tangan The Senate,” kata Ninon.

Baca :  BPPT Bangun 3 BUOY untuk GAK & Selat Sunda

Ketika ditanya terkait dampak pemakzulan Trump terhadap Indonesia, Ninon menjelaskan bahwa Indonesia tidak menerima dampak yang signifikan. “Akan menjadi signifikan jika pemakzulan tersebut dikabulkan oleh The Senate karena tentu akan berpengaruh pada hubungan antara AS dan Indonesia di masa depan yang tergantung pada suksesor pasca Donald Trump,” pungkas Dosen FH UKSW ini. (Vincent)