Jakarta, BISKOM – Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan 6 Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kopi dalam rangka menghasilkan kopi yang berkualitas. Ke-6 di antaranya SNI Kopi bubuk; SNI Biji Kopi; SNI Kopi gula krimer dalam kemasan; SNI Kopi Instan; SNI Minuman kopi dalam kemasan; serta SNI Kopi Premiks.
Dari keenam SNI tersebut satu di antaranya merupakan SNI wajib yakni SNI 2983:2014 Kopi Instan. Saat ini jumlah industri penerap SNI Kopi Instan berjumlah 41 industri. Sementara jumlah penerap SNI Kopi bubuk berjumlah 4 industri, serta biji kopi 1 industri.
“SNI diperlukan untuk acuan mutu dan memberi kepastian pada konsumen akan mutu produk. Sementara, pengusaha membutuhkan platform untuk bersaing secara fair,” terang Kepala BSN, Bambang Prasetya saat Festival Kopi Ber- SNI di Jakarta (8/3).
Acara Festival Kopi Ber-SNI ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, petani kopi, serta pegiat industri kopi karena mereka dapat memperoleh informasi lengkap mengenai SNI kopi serta penerapannya. Sebagai rangkaian dari peringatan Hari Kopi Nasional, Festival Kopi Ber-SNI juga akan digelar pada 11 Maret di Gedung Kementan.
Lebih lanjut Bambang mengungkapkan ada beberapa langkah untuk mendapatkan kopi yang bagus. Menurut ICO, ada 6 step dari menanam hingga biji kopi. Dari enam langkah itu ada 5-7 faktor yang mempengaruhi mutu. “Jika ingin ada nilai tambah langkah pertama adalah menerapkan standar,” lanjutnya.
Bambang mencontohkan syarat mutu kopi instan dalam SNI diantaranya, bau normal; warna normal; kafein minimal 2,5% (kadar kafein kopi instan) dan maksimal 0,3% (kadar kafein kopi instan dekafein); total glukosa maksimal 2,46%, cemaran logam seperti timbal maksimal 2,0 mg/kg; serta merkuri maksimal 0,03 mg/kg.
Kopi instan yang dimaksud dalam SNI 2983:2014 adalah produk kopi berbentuk serbuk atau granula atau flake yang diperoleh dari proses pemisahan biji kopi tanpa dicampur dengan bahan lain, disangrai, digiling, diekstrak dengan air, dikeringkan dengan proses spray drying (dengan atau tanpa aglomerasi) atau freeze drying atau fluidize bed drying menjadi produk yang mudah larut dalam air.
Terkait hygiene, dalam SNI tersebut, Bambang menegaskan bahwa cara memproduksi kopi instan yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Selain itu, cara uji kopi instan dilakukan dengan prinsip pengamatan contoh uji melalui indera penciuman yang dilakukan oleh panelis terlatih/kompeten untuk pengujian organoleptik.
Pengertian dari organoleptik yakni cara pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. “Cara menyatakan hasil, dalam SNI dinyatakan jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan normal, dan jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan tidak normal,” jelas Bambang.
Saat ini jumlah industri penerap SNI Kopi Instan berjumlah 41 industri. Sementara jumlah penerap SNI Kopi bubuk berjumlah 4 industri, serta biji kopi 1 industri.
Dari jumlah tersebut, Bambang sangat mendorong industri lainnya yang belum menerapkan, untuk dapat menerapkan SNI. “Dengan menerapkan SNI dapat menjamin kualitas dan mutu kopi Indonesia yang pada akhirnya dapat bersaing di kancah internasional,” jelas Bambang.
Sampai saat ini, BSN telah membina 707 UMKM. Dari jumlah tersebut, UMKM Kopi yang dibina oleh BSN mencapai 20 UMKM yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Aceh, Riau, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. 4 UMKM diantaranya telah mendapatkan sertifikasi SNI Kopi Bubuk yaitu Kopi tunggu tubang Palembang, PD. Kapuas Pratama, CV. Bintang Harapan, dan PD. Sahang Mas (Kopi Benua). (red)