Bambang Tri Cahyono.

Jakarta, BISKOM – Sudah sebulan ini saya tinggal di desa. Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan ke medsos sehubungan dengan repon masyarakat terhadap covid-19.

Tampaknya masyarakat desa acuh saja dengan adanya bencana nasional ini. Mereka tidak melakukan kerja dari rumah. Mereka tidak ada yang belajar dari rumah. Mereka tidak ada yang memakai masker.

Di pedesaan di mana saya tinggal, yaitu di sebuah desa di Kabupaten Purbalingga situasinya aman dan nyaman. Ada berita tentang corona, tapi responnya biasa saja. Tidak lebai seperti orang kota.

Istri saya melihat ini semua menjadi geram dibuatnya. Maka dibelilah masker dan dibagikan ke penduduk. Juga dia keliling desa sendirian untuk menyemprot disinfektan ke rumah-rumah penduduk.

Mungkin kalau di kota, tindakan seperti ini dinamakan pahlawan. Tapi kalau di desa, mungkin ini namanya pahlawan kesiangan. Karena di desa saya ini yang letaknya terpencil, tidak  ada kasus corona, jadi buat apa lebai.

Memberantas corona di tempat yang tidak ada kasus, mirip dengan membasmi nyamuk pakai pestol. Nyamuknya tak ada tapi peluru habis karena nyamuknya ada didalam pikiran orang itu.

Ini seperti yang dilakukan pemerintah. Membasmi corona di setiap wilayah, bahkan sampai ke tempat yang terisolir sama sekali dari wabah corona.

Padahal sudah terbukti bahwa corona menyerang manusia lewat manusia yang terdampak. Jadi melawan corona harus dimulai dari manusia. Bukan dari pohon atau bangunan atau udara.

Jadi kembali pada catatan saya ini, maka yang terjadi di desa adalah penduduk semakin miskin bukan karena corona, tapi karena dampak kebijakan yang salah tentang corona.

Penduduk di desa saya sebagian besar hidup dari kiriman uang dari keluarga mereka yang bekerja di kota. Karena corona, maka keluarga tersebut tak mampu lagi mengirim uang dan tak mampu lagi mudik, karena dilarang pemerintah.

Badai Corona pasti berlalu!

Oleh: Bambang Tri Cahyono, pemerhati masalah sosial ekonomi.