Bandung, BISKOM – Hasil Rapid Assessment Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya terhadap Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bekasi dan Lapas Kelas IIA Cikarang masih menunjukan adanya indikasi praktik pungli dan kekerasan. Rapid Assessment sebagai bagian dari mekanisme pencegahan Maladministrasi tersebut berdasarkan pengaduan Warga Binaan Pemasyarakatan yang dihimpun oleh Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Dalam rangka perbaikan pelayanan publik di Lapas Bekasi dan Lapas Cikarang, pada bulan September 2019 telah diserahkan hasil kajian tersebut beserta saran perbaikan yang wajib dilakukan oleh Kepala Lapas, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat.
Kepala Keasistenan Perlakukan Pelaksanaan Saran, Nyoto Budiyanto menyampaikan keterangan kepada media dalam rangkaian kegiatan Monitoring Pelaksanaan Saran yang telah dilakukan di Lapas Bekasi dan Lapas Cikarang, termasuk meminta pelaksanaan rencana aksi yang telah dilakukan oleh Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, pada Kamis, 11 Juni 2020. “Setidaknya itulah yang menjadi perhatian Ombudsman RI terkait dengan pelayanan publik di Lembaga Pemasyarakatan yang berada di bawah pengawasan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, jangan lagi ada pungli dan kekerasan di dalam Lapas,” buka Nyoto. Kegiatan Monitorong pelaksanaan Saran akan mengukur rencana aksi dengan efektivitas, perbaikan serta peningkatan pelayanan publik di Lapas. Dalam catatan sementara telah terdapat perbaikan dalam pelayanan publik di Lapas namun belum signifikan dan permanen.
Dalam uraiannya, Nyoto menyebutkan bahwa potensi Maladminsitrasi yang terjadi di Lapas maupun Rutan yang terus berulang menunjukan bahwa terdapat pengabaian kewajiban Petugas dan Pejabat dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya. “Segala Hak dan Kewajiban Warga Binaan Pemasyarakatan atau WBP sepenuhnya telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan, jadi jika ada pengabaian terhadap hak WBP, maka hal perbuatan tersebut terindikasi Maladministrasi,” tegas Nyoto. Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Kalapas memiliki peranan penting dalam pencegahan Maladministrasi pelayanan publik di Lapas karena pengawasan harian terletak dalam jabatan Kalapas. “Sistem Pengawasan yang berada di Lapas akan berjalan atau tidak, efektif atau tidak semuanya tergantung dari keberadaan atau peran Kalapas,” tambah Nyoto.
Berdasarkan hasil Rapid Assessment terhadap pelayanan publik di Lapas Bekasi dan Lapas Cikarang, perbaikan pelayanan publik di Lapas memerlukan pengawasan secara berjenjang, baik pada tingkat Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat maupun pada tingkat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. “Untuk mendukung sistem pengawasan di dalam Lapas, kami meminta untuk Kepala Divisi Pemasyarakatan di tingkat Kanwil juga berperan aktif termasuk untuk meningkatkan kegiatan inspeksi mendadak, pengamatan dan oberservasi tertutup,” jelas Nyoto. Kegiatan tersebut perlu dilakukan untuk mengukur tingkat integritas petugas Lapas, agar laporan kepada atasan tidak sekedar formalitas namun juga memberikan gambaran sesuai dengan fakta. Kegiatan tersebut juga perlu difokuskan kepada larangan terkait dengan masuknya barang-barang yang dilarang masuk ke dalam Lapas, termasuk narkoba serta atensi terhadap indikasi adanya pungli dan kekerasan di dalam Lapas.
Dalam penutupnya, Nyoto menambahkan bahwa perbaikan di Lapas dan Rutan akan terus menjadi atensi Ombudsman RI, karena ini menjadi tantangan bagi seluruh Pejabat terkait untuk mampu dan berani mengimplementasikan kebijakan tentang perbaikan pelayanan publik di dalam Lapas khususnya dalam memerangi peredaran handphone, pungli dan narkotika atau Halinar. “Kami juga meminta masyarakat serta pemerhati pelayanan publik untuk berkenan menyampaikan laporan dugaan Maladministrasi di dalam Lapas dan Rutan kepada Ombudsman RI melalui Call Center 137, agar pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman bersama masyarakat dapat mendorong kualitas, integritas pelayanan di Lapas dan Rutan,” Tutup Nyoto. (Hoky)