Jakarta, BISKOM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) menyelenggarakan Kemah Karakter Virtual Anak Indonesia pada 6 – 9 Juli 2020 dan diikuti oleh 2982 peserta dari 34 provinsi, yang terdiri dari jenjang PAUD/PAUDLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB dan SMK/SMKLB. Hal ini dilakukan dalam rangka Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni dan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan seperti ini memang diperlukan oleh anak-anak agar mereka tetap aktif mengembangkan diri dengan suasana yang menyenangkan.

“Suasananya menyenangkan tapi tetap termotivasi menyelesaikan menghadapi tantangan yang ada, mengembangkan diri agar nanti menjadi generasi yang lebih baik untuk membawa Indonesia ke masa emasnya,” kata Ainun.

Baca :  Kinerja Pertanian Positif, Pakar Sebut Pertanian Indonesia Berkembang Baik

Tujuan diadakannya Kemah Karakter Virtual Anak Indonesia yakni untuk menumbuhkan kecintaan akan Pancasila pada generasi muda. Salein itu untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya Pancasila dalam kebhinnekaan global. “Kami mengajak generasi muda untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; dan menjalin hubungan semakin erat para siswa dengan orang tua dan anggota keluarga dalam praktik baik sehari-har,” terang Kepala Puspeka, Hendarman.

Pada kesempatan ini, Pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini, Diena Haryana, menjelaskan kepada para peserta mengenai anak Indonesia yang bahagia. Menurut Diena, ciri anak yang sehat adalah anak yang gembira dan tetap berempati kepada sesama misalnya dengan menyiapkan sabun dan air di depan rumah masing-masing.

Baca :  Kejaksaan Agung Memeriksa 1 Orang Saksi Terkait Perkara BPDPKS

“Kita adalah anak yang cinta sesama, cinta damai, cinta lingkungan hidup dan pantang menyerah ketika menghadapi kesulitan hidup karena kita adalah anak-anak Indonesia,” tutur Diena.

Selanjutnya Diena menegaskan bahwa anak Indonesia harus bebas dari adiksi, termasuk adiksi gawai karena anak-anak yang mengalami adiksi tidak lagi memiliki kedisiplinan maupun kebiasaan baik. (red)