Almarhum Satrio Prayitno, Panitera PT Sulawesi Utara yang dicopot jabatannya secara semena-mena oleh Ketua Pengadilan Tinggi tempatnya bertugas.

Jakarta, BISKOM – Keberadaan seorang panitera dalam pengadilan mungkin kerap dipandang sebelah mata. Namun, jika ditelisik lebih jauh tanpa adanya seorang panitera, niscaya akan sulit tersusun sebuah pertimbangan putusan pengadilan yang komprehensif.

Jabatan panitera di Pengadilan Tinggi dinilai sebagai jabatan karir seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dalam pelaksanaanya tiap ASN wajib mematuhi PP 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri yang adalah acuan bagi setiap pegawai negeri yang memiliki nomor induk kepegawaian, jadi setiap pelanggaran disiplin harus mengikuti aturan tersebut. Penjatuhan hukuman baik ringan maupun berat memiliki mekanisme dan prosedur tersendiri yang harus diikuti.

Tetapi sangat disayangkan, hal tersebut tidak berlaku dalam kasus pencopotan jabatan panitera yang terjadi di PT Sulawesi Utara. Insiden tersebut merupakan bukti nyata bahwa masih banyak hakim di luar sana yang nyatanya masih bersikap sok berkuasa dan kerap bertindak gegabah terhadap mereka yang menjadi bawahannya. Dalam kasus ini, panitera Satrio Prayitno, SH dicopot dari jabatannya secara tiba-tiba oleh Ketua PT Sulawesi Utara, H. Arif Supratman, SH, MH yang jelas-jelas tidak memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman pencopotan jabatan dengan SK tertanggal 8 Juni 2020. Hal ini merupakan masalah administrasi perkantoran kedinasan yang dianggap tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugasnya.

Baca :  Jakarta Tanggap Darurat Corona, Mulai 23 Maret 2020 Transportasi Umum Alami Pembatasan Operasional

Seharusnya sebagai pembina kepegawaian Ketua Pengadilan Tinggi mampu memberikan pembinaan administrasi bukan justru melakukan pelanggaran. Ketua PT yang benar dan taat peraturan seharusnya melakukan pemeriksaan terlebih dahulu jika terjadi suatu pelanggaran. Kalaupun terbukti bersalah, Ketua PT tidak boleh sewenang-wenang langsung memberhentikan pihak yang bersalah namun bisa mengeluarkan surat hukuman berupa teguran lisan maupun tertulis, sesuai dengan tingkatan berat ringannya pelanggaran.

Profil Ketua PT Sulawesi Utara yang secara semena-mena mencopot jabatan panitera di tempatnya bertugas.

SK tertanggal 8 Juni merupakan bukti kesewenang-wenangan dan diluar kewenangan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara. Dengan menerbitkan SK Pencopotan Jabatan tersebut, Ketua Pengadilan Tinggi telah melakukan perbuatan Pelanggaran terhadap PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu penyalahgunaan kewenangan.

Baca :  Kementan Dorong Mahasiswa Politeknik dan Milenial Kembangkan Smart Farming

Almarhum Satrio sebelumnya pernah bertugas sebagai Panitera Muda Pidana di PN Jombang, Panitera di PN Kota Malang, Wakil Panitera PN Surabaya. Panitera PN Tanjung Karang (Lampung) serta Panitera PN Banjarmasin  sebelum akhirnya dipindah tugaskan ke Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara setelah lolos fit and proper test Eselon II dengan ranking sangat baik yakni ranking 2.

Namun miris, hasil kerja kerasnya tak diapresiasi sedikit pun oleh Ketua PT Sulawesi Utara bahkan hingga dianggap tak bisa bekerja. Sebagai Ketua PT, Arif seharusnya melakukan pembinaan bukan pembinasaan.

Sampai meninggal dunia pun, Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara tidak ada itikad baik untuk mengurus jenazah dan mengembalikan ke tempat asal almarhum yaitu Kota Malang, sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang perjalanan dinas bagi pejabat yang meninggal di tempat tugasnya jenazah dikembalikan kepada keluarga.

Baca :  SKW Berlogo Garuda Menjamin Kemerdekaan Pers

Atas perbuatan tak terpuji yang telah dilakukannya, Ketua Mahkamah Agung RI diharapkan segera mencopot jabatan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara dan melakukan pemeriksaan atas penerbitan Surat Keputusan Pencopotan Jabatan Panitera Pengadilan Tinggi Sulawesi utara tertanggal 8 Juni 2020. (***MIL)

Sumber: Info Breaking News.