Jakarta, Biskom- Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) pada awal Maret 2020 membentuk konsorsium riset dan inovasi untuk penanganan Covid-19. Dalam waktu 2 bulan konsorsium ini menghasilkan 61 produk hasil riset dan inovasi untuk menangani Covid-19.

Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber pada diskusi dan sharing penanganan wabah Covid-19 yang diadakan oleh Disaster Research and Response Center (DRRC) Universitas Indonesia bersama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana BNPB.

“Pengalaman yang menarik pada rapat pertama tanggal 10 Maret 2020 ini kami langsung mencanangkan pembentukan konsorsium riset dan inovasi. Saya lihat isinya adalah semangat bersama yaitu baik dari para peneliti dan lingkungan Kemenristek/BRIN dan lembaga pemerintahan non kementerian yang mulai mengupayakan agar komunitas riset ini peneliti dan dosen punya peran dalam penanganan pandemi covid,” ungkap Bambang melalui telekonferensi, (15/7).

Menteri Bambang menambahkan dengan adanya semangat ini telah dapat dihasilkan 61 produk hasil riset dan inovasi untuk menangani Covid-19 hanya dalam jangka waktu 2 bulan sejak konsorsium dibentuk. Hasil produk tersebut merupakan bukti bahwa kapasitas peneliti dan perekayasa Indonesia dapat diandalkan dalam menghasilkan riset dan inovasi tepat guna.

Produk hasil riset dan inovasi tersebut diluncurkan pada 20 Mei 2020 saat Hari Kebangkitan Nasional. “Dengan waktu sangat pendek, itu membuktikan bahwa kapasitas peneliti, dosen, dan perekayasa kita sangat luar biasa. Mereka sangat adaptif, tidak hanya adaptif dengan adanya kemajuan teknologi namun juga adaptif dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini untuk penanganan pandemi Covid-19,” ujar Menteri Bambang.

Disisi lain nilai positif dengan adanya pandemi ini juga merubah perilaku birokrasi terkait regulasi atas perijinan khususnya pada alat kesehatan dan obat-obatan. Menteri Bambang mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang melakukan penyederhanaan proses regulasi sampai penerbitan izin.

“Kemenkes dan BPOM istilahnya mengadopsi skema Emergency Use Authorization (EUA), mempertimbangkan risk and benefit tanpa meninggalkan prinsip safety dalam mempercepat proses perizinan dan sertifikasi alat kesehatan dan obat-obatan,” tuturnya.

Dalam sesi tanya jawab Menristek/Kepala BRIN, juga berdialog interaktif dengan perwakilan Universitas Indonesia dan perwakilan BNPB. Semua masukan, input positif maupun komentar dalam dialog interaktif, sangat diapresiasi dan akan menjadi bahan pertimbangan di masa yang akan datang untuk bersatu dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. (red)