Kepala BPPT Hammam Riza

Jakarta, BISKOM – Biaya penyelenggaraan pemilihan umum baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi maupun nasional tidaklah sedikit. Terlebih di situasi pandemi covid-19 seperti sekarang ini, anggaran negara banyak digunakan untuk percepatan penanganan covid-19.

Hal ini mendorong Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung penerapan sistem pemilihan berbasis elektronik atau e-voting dalam gelaran pemilihan umum, baik pilkada, pileg, maupun pilpres pada 2024 mendatang. Ia mengatakan mekanisme e-voting bisa menekan biaya pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan yang tergolong tinggi di Indonesia.

Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan akan melakukan digitalisasi dalam pemilu sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang meminta mempercepat transformasi digital. “BPPT ingin melakukan digitalisasi di dalam penyelenggaraan pemilu,” papar Kepala BPPT, Hammam Riza.

Apabila e-voting ini berhasil dilakukan, BPPT meyakini akan banyak peluang bagi industri dalam negeri untuk ikut berperan serta. Komponen mesin e-voting yang perlu dikembangkan, antara lain CPU dan hard disk untuk menjalankan software dan menyimpan voting secara digital, layar touchscreen untuk memberikan voting, display eksternal untuk menampilkan status mesin supaya bisa dipantau oleh petugas.

“Kemudian smartcard reader untuk meng-unlock mesin e-voting dan membaca e-KTP, barcode reader untuk membaca kartu pemilih dan audit trail, fingerprint scanner untuk otentikasi pemilih, serta sistem transmisi untuk mengirim data voting dari mesin e-voting,” ujar Hammam.

Hammam menjelaskan sistem pemilihan secara e-voting belum dapat diterapkan dalam Pilkada serentak tahun 2020. Sebab, menurutnya perubahan dari pemilu manual ke e-voting diperlukan persiapan yang cukup panjang. “Pilkada serentak 2020 belum menerapkan eVoting,” katanya.

Ia menuturan Pilkada serentak 2020 baru akan menerapkan e-rekapitulasi. Sistem itu kemungkinan Form Plano dikirim langsung dari TPS oleh KPPS, sebagai pendukung hasil perolehan suara yang dapat dikirim langsung dari tiap TPS, terekapitulasi langsung ke Pusat Data KPU.

Lebih lanjut, Hammam menjelaskan kunci utama perubahan dari pemilu manual ke e-voting adalah keberlanjutan. Sesuai amanat putusan Mahkamah Konstitusi nomor 147/PUU-VII/2010, dia menyebut ada minimal lima kesiapan e-pemilu, yaitu legalitas, penyelenggara, pembiayaan, masyarakat, dan teknologi. “Dari sisi teknologi, merupakan bagian dari kajian BPPT yang sudah dikaji sejak 2010.  Dengan demikian, kendala dari sisi teknologi e-voting tidak ada,” ujar Kepala BPPT.

Di sisi lain, Hammam menyatakan Indonesia belum siap menjadikan kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan inovasi. Namun, dia menyebut Indonesia sudah dalam jalur yang tepat untuk memanfaatkan AI. Salah satu bukti Indonesia bakal bisa memanfaatkan AI untuk menghasilkan inovasi dibuktikan lewat penyusunan strategi nasional pemerintah untuk AI tahun 2020-2045. Stranas itu disusun dengan melibatkan ratusan akademisi hingga peneliti.

Hammam mengungkapkan visi besar AI adalah untuk kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan penelitian, ketahanan pangan, dan kota pintar. “Bersama dengan waktu itu wakil presiden, mestinya presiden. Karena ujung dari strategi nasional ini adalah sebuah Peraturan Presiden mengenai kecerdasan buatan,” pungkasnya. (red)