Jakarta, Biskom- Covid-19  menjadi pandemi pertama dalam sejarah umat manusia di mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta media sosial digunakan dalam skala besar. Sebagai tumpuan utama masyarakat dunia dalam merespon Covid-19, diperlukan penyediaan layanan TIK yang andal dan tepercaya.

Sehubungan dengan dinamika yang mendorong lahirnya sebuah tatanan baru di segala lini tersebut, Institut Teknologi Bandung melalui PT LAPI ITB menggelar webinar bertema “Indonesia Digital Strategies During and Post COVID-19 – Ensuring Quality of Experience to Accelerate Digital Innovation and Transformation” yang d dimoderatori oleh Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute.

Kegiatan  webinar ini dihadiri antara lain, Deddy Priatmodjo Koesrindartoto, Kepala Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari ITB yang hadir mewakili Rektor ITB, Syed Ismail Shah, Head of ITU Area Representative for Southeast Asia & other Member States in Asia and the Pacific, Rachmat Mardiatna, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Kementerian PPN/Bappenas, serta Ahmad M. Ramli, Dirjen  Penyelenggaraan Pos & Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Kominfo.

Pada sesi keynote tersebut, masing-masing pembicara menyampaikan gagasan yang sama bahwa diperlukan sinergi dari semua stakeholder dalam hal percepatan transformasi digital yang akan mendukung setiap lini kehidupan masyarakat. Penentuan strategi digitalisasi membutuhkan sinergi dari pemerintah, regulator, industri, akademisi, dan masyarakat. “Akademisi pun perlu turut berkontribusi mendukung penyusunan strategi digital Indonesia,” ujar Deddy.

Adapun Syed Ismail Shah  mengatakan bahwa individu/masyarakat, sektor bisnis/korporasi, operator telekomunikasi, pemerintahan, dan sektor teknologi memiliki peran penting masing-masing. Ia juga memberikan rekomendasi best practice di sektor TIK yang telah dilakukan negara/administrasi anggota ITU dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Sementara itu,  Rachmat Mardiatna menyoroti intervensi pemerintah dalam mempercepat transformasi digital di bidang strategis, khususnya di lingkup pedesaan dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Adapun mengenai kualitas layanan TIK, Dirjen PPI Kominfo Ahmad M. Ramli menekankan bahwa kualitas perlu memerhatikan daya beli masyarakat. Ramli memberikan contoh kasus perdagangan online di Indonesia yang melonjak hingga sekitar 400% selama pandemi. Fenomena tersebut hanya dimungkinkan jika masyarakat mampu membeli paket data Internet untuk ponsel mereka. Ramli menekankan bahwa istilah kualitas tidak serta merta berarti semua parameter kualitas yang terbaik, melainkan “fit for use”.

Namun demikian, hal tersebut bukan berarti menyampingkan Quality of Service (QoS) yang harus disediakan oleh pelaku industri telekomunikasi. Ramli menambahkan, tahun depan Kominfo akan memiliki pusat monitoring QoS. Dengan adanya pusat monitoring ini, Kominfo berharap bisa melindungi konsumen, namun juga tetap melindungi industri. Para pelaku industri diharapkan tidak bersaing dalam hal harga, tetapi bersaing secara kualitas. “Kami sebagai regulator selalu berpikir kontekstual, bagaimana mendorong industri tumbuh dengan baik, tetapi konsumen juga dilindungi,” tegasnya.

Kominfo telah mengambil sejumlah langkah yang akan mendukung layanan TIK untuk mendukung transformasi digital selama dan paska pandemi. Di tahun 2023 mendatang, Kominfo telah menargetkan semua daerah di Indonesia terhubung infrastruktur telekomunikasi dengan adanya minimal satu BTS per desa. Salah satu langkah Kominfo yang baru-baru saja diperjuangkan adalah migrasi siaran TV analog menuju TV digital yang ditargetkan selesai dua tahun mendatang terhitung disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai hasil dari proses migrasi ini, akan didapatkan spektrum frekuensi yang dapat mendukung penyebaran layanan telekomunikasi yang lebih luas, juga menjadi kunci pengembangan 5G ke depan di Indonesia.

Dari diskusi pertama yang mengangkat perspektif akademisi dan pemerintah terhadap konstruksi TIK sebagai tindakan penanggulangan, tiga pembicara yaitu Dosen ITB Muhammad Ridwan Effendi, Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) Setyardi Widodo, dan Asisten Senior Staf Khusus Menkominfo Bidang Digital dan SDM Bhredipta menyampaikan pandangan-pandangan menarik.

Pada kesempatan ini, ITB  sebagai bagian dari komunitas akademis memberikan rekomendasi bagi semua pemangku kepentingan agar saling bersinergi. Muhammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, menyampaikan pentingnya pemerataan akses telekomunikasi serta standarisasi kualitas layanan. Secara khusus standarisasi kualitas layanan data perlu menjadi perhatian pemerintah/regulator mengingat peraturan menteri terkait hal ini belum mengatur jaminan layanan data.

Ridwan juga memberikan catatan khusus bahwa PP No. 96/2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019 perlu diperbarui karena sudah lewat masa perencanaannya. Kondisi yang dihadapi bangsa saat ini perlu dipertimbangkan bersamaan dengan arah perkembangan kemajuan layanan TIK dalam memperbaharui peraturan tersebut, sehingga dapat diterjemahkan ke dalam parameter standar kualitas layanan yang relevan untuk kebutuhan transformasi digital. Sementara itu, Asisten Senior Staf Khusus Menkominfo Bidang Digital dan SDM, Bhredipta pada sesi ini mempresentasikan rencana pembangunan Pusat Monitoring Telekomunikasi Nasional.

Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT-BRTI) Setyardi Widodo sebagai salah satu pemateri mengatakan bahwa respon pemerintah dalam menghadapi pandemi dapat terangkum dalam akselerasi transformasi digital. Pemerintah juga perlu menjalankan skema subsidi untuk meningkatkan daya beli pengguna sehingga upaya perluasan jangkauan telekomunikasi hingga daerah-daerah terpencil pun dapat disambut baik oleh masyarakat. Momentum perpanjangan perizinan frekuensi dan penyelenggaraan telekomunikasi dapat dijadikan leverage pemerintah sebagai upaya percepatan.

Perilaku dan Pengalaman Pengguna TIK Selama Pandemi

Sedangkan  CEO Opensignal Brendan Gill, Ketua Umum ATSI Ririek Adriansyah dan Ketua Umum APJII Jamalul Izza menyampaikan fakta-fakta serupa mengenai kondisi jaringan telekomunikasi selama pandemi. Peningkatan trafik telekomunikasi terpantau meningkat tajam, namun para pelaku industri seluler dan fixed-broadband masih dapat memitigasi keadaan tersebut. Senada dengan yang disampaikan oleh Kominfo, ATSI dan APJII juga menyampaikan bahwa daya beli masyarakat, terutama selama krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi, menjadi faktor yang tak kalah penting. Oleh karena itu, ATSI dan APJII juga telah berinisiatif memulai program-program pemberdayaan masyarakat. (red/*)