Ilustrasi Internet

Jakarta, BISKOM – Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Ahmad M. Ramli mengungkapkan enam tantangan dan hambatan yang dihadapi untuk meningkatkan kualitas penyedia jaringan internet di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam webinar ‘Mengungkap Peluang dan Kendala Perluasan Jaringan Internet di Berbagai Wilayah Indonesia’, pada Selasa (15/12/2020).

Pertama adalah kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari kepulauan. Kondisi ini menjadi tantangan karena kesulitan membangun fasilitas jaringan dan data di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). “Quality of serviceini tidak mudah, faktor geografis kita luar biasa beda dengan negara lainnya, misal Singapura yang geografisnya lebih kecil,” kata Ahmad.

Baca :  Ketua MA Resmikan Operasional 13 Pengadilan Tingkat Banding Baru

kedua adalah ketergantungan pada mobile broadband. Masyarakat Indonesia, berharap dapat mengakses data dan layanan internet di manapun dan kapanpun. Sementara masih adablankspotdi banyak daerah 3T dan non 3T di Indonesia. Daerah blankspot ini tidak memiliki jaringan fiber optic yang menghubungkan base transceiver station(BTS), sehingga tidak masuk lingkup jaringan 4G.

“Masih sedikit dari masyarakat kita yang menggunakan jaringan fiber optic sebagai jaringan aksesnya, karena fiber optic biasanya hanya ada di kota-kota besar,” tuturnya.

Ketiga ada kendala daya beli masyarakat yang terbatas untuk mengakses internet. Hal ini dikarenakan layanan internet jaringanfiber opticrelatif mahal, sementara para operator seluler biasanya menjual internet dengan sistem kuota terbatas, namun dengan harga terjangkau.

Keempat adalah tantangan bias pengukuran kecepatan internet di masyarakat Indonesia. Menurut Ahmad, pengguna internet cenderung hanya mengukur kecepataninternet ketika kondisi jaringan memburuk.

Baca :  Gandeng Lazada, Lenovo Pasarkan A7000 di Asia Tenggara

“Padahal setiap penyedia mempunyai pengukuran dan memiliki metode pengukuran yang berbeda-beda, salah satu bias yang sering mencuat adalah kecenderungan pengguna melakukan pengujian jaringan dalam kondisi jaringan yang buruk,” papar Ahmad.

Yang kelima yakni tantangan menyediakan cakupan internet yang besar karena jumlah penggunanya di Indonesia yang banyak. Karenanya, penyelenggara telekomunikasi harus menyediakan kapasitas internet yang besar untuk mendukung permintaan akses internet yang besar.

Dan terakhir adalah masalah regulasi pengelolaan jaringan internet. Menurut Ahmad diperlukan regulasi untuk mengatur standar kualitas pelayanan, serta mengatur pengukuran kualitas layanan secara independen.

“Kita perlu ada regulasi untuk mengatur infrastruktur sharing, frekuensi sharing, dan analog switch off di penyiaran agar jumlah internet yang besar ini bisa diimbangi ketersediaan frekuensi yang terbatas,” pungkasnya. (red)