Jakarta, BISKOM – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan menempatkan buoy atau alat pendeteksi tsunami di sejumlah kawasan rawan tsunami di Indonesia. Sejumlah wilayah di Indonesia yang rawan gempa megathrust itu akan dipasang buoy pada awal 2021.
Gempa megathrust berasal dari apa yang disebut zona megathrust, yaitu zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Berdasarkan ciri-cirinya, lempeng bumi dibagi menjadi dua yakni lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng benua lebih tipis dari lempeng samudera sehingga saat keduanya bertumbukan, lempeng samudera bisa masuk ke dalam lempeng benua dan menyebabkan guncangan besar. Pada zona megathrust, lempeng samudera bisa masuk ke lempeng benua yang bagian atasnya adalah Pulau Jawa.
“Segera akan kami sebar lagi, ada tujuh buoy di selatan Jawa sama barat Sumatera,” papar Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Muhammad Ilyas.
Ilyas menjelaskan, BPPT sejatinya telah membuat buoy sebanyak 11 unit sepanjang 2020. Namun, dia mengatakan sebanyak empat unit sengaja tidak dipasang agar bisa menjadi cadangan ketika buoy yang telah terpasang mengalami kerusakan atau hilang.
Lebih lanjut Ilyas mengingatkan buoy hanya bertujuan untuk mempercepat pemberitahuan informasi di lokasi yang mengalami tsunami. Dia mengatakan alat utama yang berperan mengidentifikasi terjadi tsunami adalah seismograf milik BMKG.
BPPT juga berencana menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat untuk memasang kabel khusus di sepanjang zona megathrust yang terbentang dari barat Sumatera hingga Indonesia Timur.
“Kami dengan Amerika Serikat akan membicarakan memasang kabel di sepanjang megathrust,” kata Ilyas.
Ia mengklaim keberadaan kabel khusus itu akan membuat banyak sensor bisa terpasang di zona megathrust. Bahkan, kabel itu akan semakin mempercepat pengiriman data. “Kalau masalah penyelamatan itu yang paling penting. Negara pasti akan mewujudkan. Kami sebagai inovator harus benar-benar memastikan apakah teknologi itu penting,” pungkasnya. (red)