Jakarta, BISKOM – Sidang perselisihan hasil pemilihan Bupati Rembang dengan nomor perkara 20/PHP.BUP-XIX/2021 dengan agenda pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, dan keterangan Bawaslu serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti Termohon, Pihak Terkait dan Bawaslu berlangsung pada Selasa (02/02/2021) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Duduk sebagai Ketua Majelis yakni Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. dan Dr. Wahiduddin Adams, SH., M.A. serta Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. sebagai anggota.
Muhamad Hasan Muaziz selaku Kuasa Hukum Termohon menyampaikan bahwa Termohon meyakini kejadian yang didalilkan oleh Pemohon nyata-nyata adalah pelanggaran administrasi, bukan hasil perselisihan kepala daerah. “Menurut Termohon Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan Pemohon,” ujarnya.
Terkait dengan kedudukan hukum, Termohon menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sebab selisih antara perolehan suara Pemohon dan Termohon adalah 5.501 suara atau 1,3% sehingga tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 158 ayat (2) huruf c UU Pilkada.
Dalam persidangan ini, M. Maftuhin dari Bawaslu Kabupaten Rembang menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengawasan ditemukan terdapat di surat suara yang melebihi dan kurang dari ketentuan Pasal 87 ayat (4) UU Pilkada juncto Pasal 20 ayat (1) huruf a Peraturan KPU Nomor 18 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Pemohon juga mendalilkan ditemukan kotak suara dalam keadaan tidak tersegel dari beberapa TPS. “Berdasarkan hasil pengawasan, pada saat rekapitulasi hasil tingkat kecamatan kondisi kotak suara di TPS1 TPS 2, dan TPS 3 Desa Bancang, Kecamatan Sale terbungkus plastik dan tidak tersegel,” terang Maftuhin.
Bawaslu Kabupaten Rembang juga mengungkapkan menemukan dugaan pelanggaran pidana pemilihan di TPS 1, TPS 3, TPS 5, TPS 7 Desa Menoro, Kecamatan Sedan. “Hasil penanganan pelanggaran pidana tersebut dihentikan berdasarkan pembahasan kedua sentra Gakkumdu karena tidak terpenuhinya alat bukti yang cukup untuk diteruskan ke tahap penyidikan,” imbuhnya.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Panwaslu Kecamatan Sarang, Sedan dan Pamotan menolak untuk menandatangani berkas laporan dugaan pelanggaran administrasi. “Pada tanggal 15 Desember, tim paslon nomor urut 1 menghubungi Panwaslu Kecamatan Sarang, serta menemui Panwaslu Kecamatan Sedan dan Pamotan pada saat reakpitulasi hasil di Kabupaten untuk menandatangani berkas laporan. Akan tetapi Panwaslu Kecamatan Sarang, Sedan dan Pamotan menolak untuk menandatangani berkas laporan tersebut karena tidak sesuai prosedur,” kata Maftuhin.
Kuasa Hukum Pemohon, Dr. Nimerodi Gulo, SH., MH. menyatakan bahwa meskipun selisih suara Pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU Pilkada, pihaknya tetap berpegang teguh bahwa Mahkamah Konstitusi memberikan perlindungan terhadap pelanggaran hak konstitusional warga negara.
“Kami yakin eksistensi dan hakikat Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga peradilan yang memberikan perlindungan terhadap pelanggaran hak konstitusional Pemohon dan demi mengutamakan terwujudnya keadilan substantif ketimbang keadilan prosedural atau formal, maka seyogianya Mahkamah Konstitusi dapat memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan kami,” tegasnya.
Nimerodi juga mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi ini bukan mahkamah kalkulator. Terlebih ada sejumlah pelanggaran yang nyata-nyata ditemukan dan merugikan Pemohon. “Artinya pelanggaran di dalam proses sangat berpengaruh terhadap hasil. Hasil hanya sekedar angka dan angka itu bisa diciptakan oleh sebuah proses yang curang. Sebuah proses yang tidak konstitusional,” pungkas Nimerodi. (Vincent)