Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho.

Jakarta, BISKOM- Ombudsman Jakarta Raya menyayangkan kelambatan pihak Polda Metro Jaya dalam hal ini Polres Metro Jakarta Selatan untuk mengantisipasi timbulnya bentrokan antara warga masyarakat dengan Ormas Pemuda Pancasila yang mengakibatkan jatuhnya korban di jalan Pancoran Buntu II. Ombudsman meyakini peristiwa bentrok tersebut jelas bukan merupakan kejadian yang terjadi secara spontan melihat rangkaian konflik yang ada selama ini.

“Polda Metro Jaya seharusnya sejak dari awal sudah mampu melakukan deteksi potensi gangguan keamanan, dan secara kewilayahan hal tersebut menjadi tanggung jawab Kapolsek Pancoran dan Kapolres Metro Jakarta Selatan untuk memastikan tindakan persuasif yang diperbolehkan Undang-Undang termasuk membubarkan kerumunan sejak dari awal baik dari pihak Ormas maupun warga,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho.

Agar bentrokan susulan tidak terjadi lagi, Ombudsman meminta Polres Jakarta Selatan mempergunakan kewenanganya untuk menerbitkan Laporan Polisi Model A untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut. “Hal ini penting dilakukan untuk membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan Polri dalam menegakkan hukum, termasuk penggunaan kekerasan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan,” tuturnya lagi.

Selain itu, Pertamina juga harus menjelaskan tujuan mereka mempergunakan ormas dalam pengamanan aset-aset mereka. “Jika tujuannya pengamanan maka Pertamina harusnya merujuk pada Tupoksi Polri yang salah satunya adalah pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) dan tidak mempergunakan tenaga ormas yang sama sekali tidak memiliki diskresi untuk melakukan tindak pengamanan apalagi dengan kekerasan,” tegas Teguh lagi.

Sementara itu, Ombudsman juga meminta Kementerian BUMN mendalami keterkaitan Pertamina dengan ormas tersebut. Bagaimana hubungan kerjasama itu dilakukan dan sumber pendanaan dari kerjasama tersebut. “Hal ini untuk memastikan anggaran BUMN yang dipergunakan untuk pengamanan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menjadi pemicu konflik horizontal,” lanjutnya lagi.

Pertamina sebetulnya bisa bekerjasama dalam pengamanan aset vital mereka dengan perbantuan dari Polri sebagaimana yang termuat di dalam PP 76/2020 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Polri yaitu jasa pengamanan pada objek vital nasional dan objek tertentu. “Perbantuan pengamanan objek vital oleh Polri tentunya juga tidak lantas menjadikan Polri berhak untuk langsung mempergunakan tindak kekerasan walaupun memiliki diskresi untuk itu tapi lebih memilih pendekatan persuasif, dan Polri jelas memiliki bukan hanya kewenangan tapi juga kompetensi dibandingkan dengan ormas,” tutup Teguh. (Hoky)