Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho.

Jakarta, BISKOM  – Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya memberikan apresiasi kepada seluruh jajaran tim pos penyekatan dan check point mudik 2021 yang telah melakukan penapisan terhadap warga yang tetap nekat mudik pada saat pemerintah melarangnya. “Dengan jadwal kerja yang panjang, personil yang minim, kebijakan yang berubah-rubah dengan cepat, risiko terpapar Covid-19 karena kontak dekat dengan para pelintas, model pendekatan persuasif dan menghindari penggunaan koersif, seluruh tim yang bekerja di pos check point dan pos penyekatan wilayah Jabodetabek harus kami acungi jempol karena telah bekerja dengan luar biasa,” tegas Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho kepada media (Rabu, 12/05/2021).

Meski kebijakan pemerintah pusat yang berubah-rubah terkait mudik di wilayah aglomerasi namun secara umum koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait dengan pos penyekatan berjalan baik. “Termasuk kerjasama antar pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek menutup TPU untuk ziarah kubur selama lebaran 2021, menganjurkan Shalat Ied di rumah dan meniadakan open house dan halal bihalal sewilayah Jabodetabek, kesepakatan ini menjadi modal tersendiri bagi penanganan Covid-19 di wilayah Kawasan Jabodetabek ke depan,“ tandas Teguh lagi.

Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan pemantauan baik secara tertutup maupun secara terbuka ke pos check point dan pos-pos penyekatan di beberapa wilayah Jakarta Raya. Temuan paling utama yang dihadapi oleh para petugas di lapangan adalah minimnya jumlah personil untuk melakukan penyekatan. “Para petugas tersebut ada yang bekerja sampai 12 jam walaupun ada shift jaga namun mereka banyak yang harus tetap di lokasi karena menyesuaikan dengan kondisi di lapangan,” tutur Teguh.

Baca :  Jelang Pemilu, Wapres Ingatkan TNI dan Polri Sigap Jaga Potensi Kerawanan Keamanan

Kondisi kurangnya personil tersebut menyebabkan adanya beberapa kesulitan untuk melakukan tindakan antisipasi. Diantaranya; kecepatan dalam melakukan pemeriksaan dokumen perjalanan menjadi terhambat dan menyebabkan antrian panjang, kemampuan dalam mengantisipasi potensi amuk masa dari pemudik yang tidak sabar dan datang bergelombang dalam jumlah yang besar serta kesiapsiagaan untuk terus berjaga selama 24 jam. “Kelelahan secara fisik dan psikis para petugas bisa berdampak pada kemampuan mereka dalam melakukan anitisipasi kejadian di lapangan termasuk kesabaran untuk menghadapi kemarahan para pemudik yang bisa memicu konflik fisik,” lanjut Teguh.

Untuk itu Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya meminta pihak pemerintah daerah, Polda Metro Jaya, dan Polda Jabar untuk menambah jumlah personil perbantuan di pos-pos penyekatan tersebut terutama pada masa arus balik nanti.

Pekerjaan Rumah Pasca Arus Balik

Penyekatan diperkirakan menekan angka arus pemudik dan jumlah kendaraan pribadi yang keluar dari Jabodetabek lebih dari 50%. Ombdusman Jakarta Raya mengingatkan meski penyekatan cukup berhasil menekan arus, namun pekerjaan rumah belum selesai serta perlu mewaspadai dampak ikutan pasca larangan mudik berakhir.

Catatan Jasa Marga menunjukkan jumlah kendaraan keluar Jabodetabek H-3 sampai H-1 penyekatan atau larangan mudik mencapai 400 ribuan kendaraan. Lalu juga terpantau para pelintas yang memanfaatkan kelemahan pengawasan penggunaan surat dinas atau surat kedaruratan baik aparat pemerintah, swasta maupun masyarakat umum. Mereka menurut Teguh berpotensi menjadi sumber penyebaran transmisi Covid-19 pasca mudik. “Mereka mungkin akan kembali bersiasat seperti saat mereka pergi yaitu sebelum adanya larangan mudik dan mereka kembali setelah larangan mudik dicabut,” ujar Teguh.

Baca :  Habib Banua: KM 171, apa yg terjadi di Papua terjadi juga di kalsel.

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya meminta para kepala daerah dan instansi terkait melakukan antisipasi dampak ikutan arus balik libur lebaran 2021 ini. “Seluruh daerah di wilayah Jakarta Raya telah memiliki kelengkapan regulasi untuk melakukan penegakan prokes, dan potensi terbesar penyebaran Covid-19 pasca arus balik dikhawatirkan akan terjadi di sektor perkantoran, keluarga dan dari cluster sekolah/pendidikan jika uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tetap diteruskan,” lanjut Teguh.

Antisipasi tersebut dilakukan dengan melakukan pengawasan dan penegakan aturan terkait dengan pembatasan jumlah pekerja yang boleh masuk, shifting time waktu bekerja di kantor dan kewajiban melakukan test usap (swab test) bagi pekerja baik ASN maupun swasta yang telah melakukan perjalanan dinas selama libur lebaran.

Sementara untuk masyarakat umum yang mendapat surat izin kedaruratan dari lurah atau kepala desa setempat, peran pengawasan dipegang oleh Pemda. Pemerintah daerah harus secara optimal meminta bantuan pengawasan oleh pihak Rt/Rw, Bhabimkamtibmas dan Babinsa setempat. “Termasuk jika diperlukan diberlakukan kewajiban test usap dan isolasi mandiri bagi warga mendapat izin bepergian, pemegang surat izin kedaruratan atau warga yang diketahui mudik tanpa seizin Lurah atau kepala desa,” saran Teguh. Kata Teguh, penyiagaan Rt/Rw, Bhabimkamtibmas dan Babinsa menjadi faktor penting dalam proses tracking warga yang mudik tanpa izin.

Baca :  Karakter SEMUT di tempat kerja Anda

Testing, Tracing dan Treatment (3T) menjadi perhatian Ombudsman Jakarta Raya berikutnya. Selain tindakan preventif dengan melakukan penyekatan dan tracking para pemudik. Pemerintah daerah juga harus menaikan angka 3T sehingga angka positive rate tetap dalam angka yang terkendali. Penyiapan sarana dan prasarana kesehatan seperti jumlah tempat tidur di rumah sakit rujukan, Tempat Pemakaman Umum (TPU), dan juga kesiapan para nakes sebagai mitigasi dampak lonjakan pasca arus balik harus sudah diperhitungkan termasuk kesiapan sapras kesehatan darurat jika angka transmisi covid mengalami lonjakan di atas perkiraan.

Ombudsman Jakarta Raya akan memastikan bahwa setiap kepala daerah di wilayah Jakarta Raya telah melakukan evaluasi terhadap kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) agar tidak menjadi cluster baru pasca mudik lebaran ini. Pergerakan manusia selama masa mudik, walaupun telah dibatasi melalui penyekatan tetap berpotensi besar menyebarkan covid ke anggota keluarga termasuk para guru, siswa dan pihak lain yang terlibat dalam proses PTM. “Sementara hasil pantauan kami terhadap pelaksanaan uji coba PTM, tidak ada satupun daerah yang berhasil melakukan uji coba PTM secara terukur seperti melakukan test usap di awal, saat implementasi dan di akhir uji coba untuk memastikan proses PTM aman,” tutup Teguh. (Hoki)