Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho.

BISKOM, Jakarta Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) mengapresiasi capaian percepatan vaksinasi Covid-19 yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Forkopimda dan pihak lainnya hingga berhasil menuntaskan target vaksinasi di Jakarta yang telah mencapai angka 9.017.051 (100,08%) untuk dosis pertama dan 4.260.251 (47,6%) untuk dosis kedua.

Namun, Ombudsman Jakarta Raya juga mengingatkan Pemprov DKI Jakarta sesuai dengan data yang telah mereka sampaikan bahwa 3,7 juta diantaranya adalah warga non-DKI Jakarta, dari total target warga usia >12 tahun yang bisa di vaksin sejumlah 9.007.307, sementara total jumlah penduduk DKI Jakarta yaitu 10.467.629 (BPS, 2020). Pencapaian ini baru pelampauan dari jumlah vaksin yang disediakan Kementerian Kesehatan untuk Provinsi DKI Jakarta sendiri, sebesar 8.941.211 dosis dan belum capaian target angka minimum herd immunity warga DKI sendiri.

Pendekatan melalui metode pendaftaran online dan metode serbuan vaksin sebagai event kolaboratif vaksinasi serta diimbangi dengan penyediaan vaksin yang nyaris tak terbatas bagi Provinsi DKI Jakarta oleh pihak Kemenkes terbukti efektif untuk mengejar angka vaksinasi harian dan pencapaian target vaksin Jakarta yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, selain mendukung target angka vaksinasi nasional.

Namun menurut Ombudsman, metode ini tidak cukup efektif untuk meningkatkan angka vaksinasi bagi warga Jakarta sendiri, menghadirkan ambiguitas permasalahan data dan capaian angka vaksinasi bagi wilayah aglomerasi, menghadirkan pola diskriminasi terhadap wilayah pemerintah daerah dan warga di wilayah aglomerasi, serta menghadirkan kerumunan massa dari wilayah aglomerasi ke Jakarta.Terlebih, rencana tersebut akan dilanjutkan hingga jumlah vaksinasi di Jakarta mencapai angka 11 juta.

Pendaftaran online melalui Aplikasi JAKI dan keterbukaan Jakarta untuk melakukan vaksinasi bagi warga luar membuat vaksinasi di Jakarta kurang memfokuskan target vaksinasi bagi warganya sendiri, sehingga baru mencapai 60% dari target vaksinasi warga Jakarta untuk dosis pertama dan sekitar 25% yang menerima dosis 2.

Baca :  Kidventure Academy Bawa Pendidikan Finlandia-Asia ke Jakarta

Di sisi lain, ketersediaan vaksin yang melimpah di Jakarta dan kemudahan pendaftaran bagi warga non-DKI Jakarta untuk mendapatkan vaksin di Ibu Kota tersebut menjadi pekerjaan dua kali karena harus dilakukan pemilahan data ulang termasuk data warga wilayah penyangga (bodetabek) dari total penerima vaksin di Jakarta.

Akses informasi yang tersentral dari Aplikasi Peduli Lindungi dan P-care tidak otomatis langsung terpilah by name dan by address yang bisa langsung digunakan oleh pemerintah daerah, walaupun setiap orang yang dilakukan vaksin sudah dimintakan Nomor Induk Kependudukannya. “Sampai saat kami melakukan permintaan keterangan kepada para Kadinkes se-Jabodebek tanggal 28 Juli 2021, diketahui semua daerah penyangga belum mendapatkan data warga mereka yang mendapat vaksin di Jakarta,” ujar Teguh P. Nugroho, Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya.

Untuk itu, Ombudsman Jakarta Raya mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan pemerintah daerah penyangga Bodetabek melakukan pembersihan data vaksinasi Covid-19 di Jakarta sehingga daerah penyangga seperti Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Tangsel dan Tangerang agar bisa mengetahui lebih detail warga mereka yang sudah mendapat vaksin di Jakarta. ”Pembersihan data ini akan ‘merugikan’ Jakarta dari sisi angka pencapian dan menaikkan jumlah warga tervaksin di daerah penyangga, tetapi sekali lagi, jumlah vaksin bukan bagian dari kontestasi daerah untuk berlomba-lomba menaikkan kuantitas angka vaksinasi, namun yang terpenting adalah tercapainya herd immunity di semua daerah aglomerasi,” ujar Teguh lagi.

Baca :  Hadir di Surabaya, Integra Mitra Solusi Perluas Solusi Keamanan

Ombudsman Jakarta Raya sepakat dengan pendekatan yang ditawarkan oleh pihak Polda Metro Jaya dalam hal pra-vaksinasi, yakni melakukan pendataan warga yang akan melaksanakan vaksin di Jakarta dengan mengutamakan pendataan yang dilakukan oleh RT/RW. “Sudah saatnya indikator keberhasilan kinerja RT/RW sampai kelurahan diubah dari menghindari wilayahnya masuk ke dalam zona merah menjadi percepatan validasi penerima vaksin Jakarta,” lanjut Teguh lagi.

Namun demikian, Ombudsman mengingatkan agar Polda Metro Jaya tidak melakukan pemasangan sticker bagi warga yang belum di vaksin. “Ada potensi Maladmintrasi berupa penyalahgunaan wewenang karena tidak ada acuan regulasi yang memperkenankannya dan itu sama sekali tidak berkaitan dengan tujuan untuk meningkatkan angka vaksinasi bagi warga Jakarta,” terang Teguh.

Kemudian, Ombudsman Jakarta Raya menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak terkait lainnya membantu RT/RW untuk melakukan proses pendataan secara langsung untuk mengetahui warga yang bersedia di vaksin tapi belum mendapat kesempatan, warga yang tidak dapat di vaksin karena menderita komorbid, yang tidak terkontrol atau penyebab lain sehingga yang bersangkutan tidak mungkin di vaksin. “Perlu ada template form pendataan yang mencakup hal-hal tersebut agar Pemprov DKI bisa mengambil kebijakan yang tepat termasuk kemungkinan memberlakukan diskriminasi positif kepada warga yang menolak vaksinasi tanpa alasan yang tepat seperti memiliki komorbid, tidak terkontrol untuk tidak mendapat jaminan dan bantuan sosial, layanan administrasi dan layanan publik lainnya, bahkan denda sebagaimana yang diatur di dalam Perpres 14/2021 tentang Perubahan Atas Perpres 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Covid -19,“ papar Teguh.

Baca :  Pusat Pemulihan Aset Berhasil Melelang Barang Sitaan Ore Nikel Senilai Rp42.317.000.000 Terkait Perkara IUP PT Antam di Blok Mandiodo

Data dari RT/RW tersebut menjadi basis bagi pelaksanaan vaksinasi lanjutan sehingga penerima vaksin sudah targeted, sesuai nama dan alamat (by name by address) termasuk warga yang bisa dikenai diskriminasi positif. “Pelaksanaan vaksinasinya juga sudah lebih mudah, tidak lagi harus mempergunakan metode serbuan vaksin melalui event besar yang lebih berpotensi menjadi klaster penularan, tetapi langsung di faskes-faskes kesehatan di level RW dan kelurahan seperti Puskesmas, faskes BPJS, klinik 24 jam, bahkan bisa bekerjasama dengan Posyandu,” lanjut Teguh.

Berkenaan hal tersebut, Ombudsman juga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta fokus pada vaksinasi Covid-19 bagi warganya walaupun mendapat kemewahan jumlah vaksin yang melimpah karena masih ada sekitar 3 jutaan warga DKI Jakarta yang harus di vaksin dan lebih baik mendorong Kemenkes mendistribusikan vaksin di luar target warga Jakarta ke wilayah-wilayah penyangga yang angka vaksinasinya rendah karena ketimpangan dan diskriminasi distribusi vaksin oleh Kemenkes selama ini. “Biarkan warga penyangga di urus oleh pemerintah daerahnya masing-masing, sehingga mereka juga bisa membuat program vaksinasi yang lebih mudah diakses seperti di puskesmas-puskesmas wilayah mereka karena jumlah vaksinnya memadai dan tidak harus pergi ke Jakarta untuk mendapat vaksin,” jelas Teguh.

Sementara itu, sebagai dukungan bagi program vaksinasi Covid-19 nasional berupa penyediaan vaksin bagi warga non-Jakarta, sebaiknya hanya ditujukan bagi warga non-wilayah aglomerasi. “Selain tetap mendukung upaya percepatan vaksinasi nasional, penanganan vaksin bagi warga non-wilayah aglomerasi juga lebih mudah dilakukan karena jumlahnya tidak sebesar warga aglomerasi namun tetap mendukung upaya pencapaian vaksinasi nasional,” tutup Teguh. (Hoky)