Indonesia mulai menggelar jaringan generasi kelima alias 5G pada 2021 lalu. Ada dua operator seluler yang sudah menghadirkan 5G di Tanah Air, yaitu Telkomsel dan Indosat.
Telkomsel pertama kali menggelar layanan 5G pada Mei 2021 lalu. Kemudian disusul oleh Indosat pada Juni 2021.
Usia 5G di Indonesia baru hitungan bulan. Lantas, bagaimana perkembangan layanan 5G di Indonesia pada 2022 ini?
Belum bisa komersialisasi secara optimal
Pada 2022 ini, komersialisasi layanan 5G diprediksi masih belum optimal. Begitu pula dengan perluasan cakupan wilayah dan peningkatan kecepatan 5G.
Pengamat telekomunikasi Moch S. Hendrowijono mengatakan bahwa operator seluler “belum mau” dan “belum bisa” mewujudkannya.
“Soal Layanan 5G, apakah operator belum mau atau belum bisa? Jawabannya dua-duanya,” kata pria yang akrab disapa Hendro itu melalui pesan singkat kepada KompasTekno, Rabu (19/1/2022).
Penyabab utamanya ialah infrastruktur yang belum memadai serta ketersediaan frekuensi untuk menggelar 5G yang masih kurang.
Hendro menilai, pada 2022 ini, operator seluler masih belum mau menggelar layanan 5G secara optimal, termasuk melakukan ekspansi besar-besaran karena infrastruktur yang belum memadai.
“Belum mau karena dukungan infrastruktur yang belum siap, seperti kerapatan BTS serta kabel serat optik yang belum memadai,” lanjut Hendro.
Selain infrastruktur, komersialisasi jaringan 5G di Indonesia juga masih terkendala oleh ketersediaan pita frekuensi untuk menggelar layanan.
“Lebar pita frekuensi yang dimiliki (operator seluler) yang bisa digunakan untuk menyediakan layanan secara minimal di 5G, tidak cukup. Bahkan bisa dikatakan kurang,” kata Hendro.
Telkomsel sendiri memiliki lebar pita 50 MHz di frekuensi 2.300 MHz untuk menggelar 5G. Sementara Indosat punya total lebar pita 2×22,5 MHz di frekuensi 1.800 MHz, di mana 20 MHz-nya dimanfaatkan untuk 5G.
Angka tersebut masih jauh dari lebar pita minimal yang dibutuhkan untuk menggelar layanan 5G secara optimal atau melakukan ekspansi jaringan 5G.
“Sebab untuk menggelar layanan 5G yang optimal, satu operator telekomunikasi harus menguasai spektrum frekuensi selebar 100 MHz,” lanjut Hendro.
Ia menjelaskan, lebar pita 100 MHz itu harus berada di satu spektrum frekuensi yang sama. Bukan gabungan dari frekuensi yang berbeda, misalnya 50 MHz di 2.300 MHz dan 50 MHz sisanya di 1.800 MHz.
Merugikan 4G jika dipaksakan
Hendro mengatakan, jika operator seluler memaksakan melakukan komersialisasi secara besar-besaran pada 2022 dengan pita frekuensi yang dimiliki tadi, layanan 5G di Tanah Air tidak mungkin optimal.
Bahkan, kata Hendro, bisa berpotensi merugikan pelanggan yang menggunakan jaringan 4G LTE .
Hal ini mengingat, untuk menggelar layanan 5G, Telkomsel dan Indosat sama-sama mengadopsi non-standalone (NSA). Artinya, 5G digelar di atas infrastruktur jaringan 4G yang sudah ada. Hal inilah yang bisa membuat pengguna 4G tersisihkan.
Jaringan 5G sedianya menjanjikan kecepatan unduh (download) dan unggah (upload) yang sangat cepat, disebut setidaknya 10 kali lipat lebih cepat dari 4G.
Namun, karena masih menggunakan infrastruktur 4G LTE, operator seluler belum bisa menghadirkan layanan 5G yang optimal.
Optimal setelah TV analog dimatikan
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi meramalkan bahwa, layanan 5G akan semakin merata di Indonesia setelah pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melelang spektrum frekuensi direntang 700 MHz.
“Saya sih yakin, tahun ini, setelah lelang frekuensi 700 MHz, jaringan 5G akan semakin merata,” kata Ridwan kepada KompasTekno.
Pasalnya, menurut Ridwan, frekuensi 700 MHz merupakan spektrum yang populer untuk menggelar layanan 5G.
Dengan menggunakan spektrum 5G yang populer agaknya diharapkan bakal lebih cepat menciptakan ekosistem yang mendukung layanan 5G di Indonesia.
Pita frekuensi 700 MHz memang menjadi salah satu dari tiga layer spektrum yang disiapkan pemerintah untuk menggelar 5G di Indonesia. Pita frekuensi 700 MHz masuk ke dalam kategori Coverage Layer (low band).
Sifat pita 700 MHz sendiri memiliki cakupan yang lebih luas, namun, kecepatannya lebih rendah.
Saat ini, frekuensi 700 MHz masih digunakan untuk menggelar siaran TV analog. Sehingga perlu waktu hingga migrasi TV analog rampung agar pita frekuensi 700 MHz bisa dilelang pemerintah.
Cocok digelar di 26 GHz
Sedikit berbeda dengan Ridwan, Hendro berpendapat bahwa frekuensi 700 MHz yang memiliki jangkauan yang luas, sejatinya jauh lebih cocok digunakan untuk IoT (Internet of Thing).
IoT sendiri dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari beragam susunan infrastruktur yang saling terintegrasi, sehingga dapat membuat pekerjaan manusia menjadi semakin efektif dan efisien. IoT berjalan dengan memanfaatkan penggunaan perangkat pintar dan jaringan internet.
Sementara untuk komersialisasi jaringan 5G di Indonesia, menurut Hendro bakal lebih optimal setelah Kominfo melakukan lelang spektrum milimeterband.
Spektrum milimeterband alias high band merupakan frekuensi yang berada di atas 6 GHz. Misalnya seperti frekuensi 26 GHz dan 35 GHz.
“Tahun depan (2023), ketika (pita frekuensi selebar) 1.000 MHz di spektrum 26 GHz dilelang, baru bisa dilaksanakan komersialisasi seenaknya. Terlebih lagi ketika spektrum 35 GHz juga dilepas pemerintah,” kata Hendro.
Pasalnya, saat ini, spektrum milimeterband menjadi spektrum dengan ketersediaan lebar pita yang cukup banyak untuk operator seluler menggelar 5G.
Frekuensi 700 MHz dilelang 2022
Kementerian Kominfo juga mengatakan akan menyediakan spektrum baru untuk pemerataan jaringan 5G di Indonesia, yaitu di rentang 700 MHz dan 26 GHz.
Hal tersebut diungkap Juru Bicara (Jubir) Kominfo Dedy Permadi kepada KompasTekno pada pertengahan Januari lalu.
Untuk frekuensi 700 MHz sendiri, kata Dedy, rencananya bakal dilelang pada tahun 2022 ini, setelah migrasi siaran analog rampung.
Jadi, jadwal lelang frekuensi 700 MHz masih harus menunggu migrasi siaran televisi (TV) analog ke siaran TV digital (Analog Switch Off/ASO) rampung dilaksanakan terlebih dulu.
“Dengan tercapainya target ASO (migrasi TV analog), maka diharapkan segera akan dilakukan lelang frekuensi 700 MHz di tahun ini (2022),” kata Dedy melalui pesan singkat kepada KompasTekno.
Migrasi siaran TV analog sendiri dijadwalkan bakal selesai paling cepat pada 2 November 2022.
Bila migrasi selesai tepat waktu, maka frekuensi 700 MHz untuk keperluan menggelar 5G kemungkinan baru dapat dilelang oleh Kominfo paling cepat setelah tanggal 2 November 2022.
Menurut Dedy, pita frekuensi 700 memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk pemerataan internet di area rural (desa) atau remote area karena jangkauannya yang relatif luas.
Selain itu, frekuensi 700 MHz juga dinilai cocok untuk memperbaiki kualitas sinyal indoor (di dalam gedung) di daerah perkotaan yang memiliki banyak gedung bertingkat.
Kominfo siapkan frekuensi 26 GHz
Di samping frekuensi 700 MHz, pemerintah juga berencana menambah spektrum frekuensi untuk “jalan tol” 5G pada 2022 ini. Total tambahan spektrum frekuensi untuk 5G ditargetkan mencapai 1.000 MHz.
Dedy mengatakan, penambahan frekuensi tersebut akan dilakukan di pita frekuensi 26 GHz.
“Saat ini, Kementerian Kominfo berencana akan melakukan farming di pita frekuensi 26 GHz karena pita ini sedang tersedia dan tidak ada pengguna existing di dalamnya,” kata Dedy.
Kendati demikian, ia belum banyak berkomentar terkait jadwal farming “jalan tol” jaringan 5G di pita frekuensi 26 GHz tersebut.
Dedy hanya mengatakan bahwa jadwal farming pita 26 GHz akan menyesuaikan kematangan dukungan ekosistem perangkat dan kesiapan dukungan infrastruktur.
“Pasalnya, kesiapan dan kesesuaian perangkat yang dapat digunakan dalam frekuensi tersebut masih menjadi tantangan,” kata Dedy.
Tantangan yang dimaksud Dedy, misalnya, pemanfaatan pita 26 GHz ini memiliki kapasitas transmisi yang cukup besar, sehingga membutuhkan dukungan infrastruktur aktif jaringan fiber optic yang memadai.
Pada dasarnya, pita frekuensi 26 GHz memiliki jangkauan yang rendah, namun, kecepatannya lebih tinggi. Sehingga, dibutuhkan lebih banyak BTS agar keterjangkauan 5G dengan pita frekuensi 26 GHz bisa lebih luas.
“Seperti ducting dan pembangunan tower/pole yang lebih masif untuk merapatkan Base Transceiver Station (BTS) yang akan memancarkan sinyal frekuensi 26 GHz untuk digunakan oleh masyarakat,” lanjut Dedy.
Optimistis 5G diperluas tahun ini
Pemerintah sendiri menyiapkan tiga layer spektrum untuk menggelar 5G di Indonesia.
Pertama ada pita frekuensi 700 MHz masuk ke dalam kategori Coverage Layer (low band). Kedua, Capacity Layer (middle band) di frekuensi 2.3/2.6/3.3/3.5 GHz. Ketiga, Super Data Layer (high band) di spektrum 26/28 GHz.
Dengan rencana penyediaan spektrum baru untuk 5G tersebut, secara umum, Kementerian Kominfo optimistis penggelaran 5G di tahun 2022 ini dapat diperluas dibandingkan dengan tahun 2021 lalu.
“Perluasan tersebut ditunjang oleh semakin meningkatnya ketersediaan perangkat yang mendukung teknologi 5G dengan harga yang semakin terjangkau di pasaran,” kata Dedy.
Ia menambahkan, perluasan layanan 5G juga ditunjang dengan hadirnya teknologi 5G di berbagai acara besar di Indonesia pada tahun 2022 ini.
“Salah satunya pada lokasi gelaran sidang Group of Twenty (G20) Indonesia pada 2022,” kata Dedy.
Dalam keterangan terpisah, Kominfo juga diketahui menyiapkan 5G Experience di gelaran balap motor dunia, MotoGP Mandalika, pada 18-20 Maret 2022 mendatang.
Kehadiran 5G Experience tersebut merupakan hasil kerja sama dengan sejumlah operator seluler.
Cakupan layanan 5G nantinya akan disediakan di beberapa lokasi strategis, seperti tempat berkumpulnya awak media, akomodasi, security, international airport, dan venue sirkuit MotoGP Mandalika.
Kominfo juga secara khusus menyiapkan spektrum tinggi untuk menunjang 5G Experience yang akan disediakan Telkom.