Transformasi digital yang dilakukan bersama banyak pihak diyakini mampu memberikan banyak manfaat kepada masyarakat dan menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan teknologi pada sistem pembayaran, telah menciptakan bisnis model baru, munculnya pemain baru, perubahan kebiasaan konsumen serta struktur perekonomian keuangan dan keuangan.
“Kami percaya digitalisasi mampu mentransformasi Indonesia menjadi negara berkembang berpendapatan tinggi,” ujar dia, dalam G20 Finance Track Side Events: Casual Talks on Digital Payment Innovation on Fintech, Selasa (15/2/2022).
Digitalisasi diyakini mampu membuka akses ke produk dan jasa lembaga keuangan formal bagi 91,3 juta penduduk yang masih belum tersentuh bank serta 62,9 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun demikian, di tengah momen perfepatan transformasi digital yang penuh potensi tersebut, Doni menyebutkan, regulator perlu tetap waspada terhadap tantangan dan risiko inovasi dean pengembangan teknologi.
“Dengan alasan ini, regulator perlu melakukan pendekatan yang seimbang antara mendukung pengembangan inovasi dan memitigasi risiko,” katanya.
Pendekatan yang seimbang siap dilaksanakan oleh BI, sebagai regulator sistem pembayaran nasional, dengan mengacu kepada Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
“Yang berorientasi penuh pada pembangunan ekosistem yang sehat sebagai pedoman bagi perkembangan ekonomi dan keuangan digital Indonesia,” ucap dia.
Sebagai informasi, BSPI 2025 terdiri dari 5 visi utama, di mana visi pertama ialah Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 mendukung integrasi ekonomi keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses pengedaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong inklusi keuangan.
Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin interlink antara fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow-banking melalui pengaturan teknologi digital seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) dan Anti Money Laundering (AML), Counter Financing of Terrorism (CFT).
Terakhir, kewajiban keterbukaan data/informasi bisnis atau publik, dan penerapan regtech dan suptech dalam pelaporan, regulasi, dan pengawasan.