Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman.

BISKOM, Jakarta -Terbukanya kasus-kasus hukum terkait Direktorat Bea dan Cukai menjadikan insitusi ini kembali dalam sorotan publik. 

Sejumlah pihak menilai, pemerintah selayaknya mengevaluasi Dirjen Bea dan Cukai, untuk memulihkan citra, marwah, dan kinerja institusi di bawah Kementerian Keuangan itu. 

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyebut Dirjen Bea dan Cukai, Askolani pantas diganti. Boyamin melihat banyak masalah lama yang tidak bisa diatasi Askolani selama menjabat. Kasus hukum yang mengemuka belakangan ini di Kejaksaan, menunjukkan pucuk pimpinan Bea dan Cukai tidak berhasil mereformasi internalnya.

“Diganti saja Dirjennya dengan yang lebih baik. Karena nampaknya dirjen (bea dan cukai) basisnya bukan pengawasan. Informasi yang saya dapat, basisnya Dirjen ini adalah urusan keuangan. Jadi, ya sulit jadi Dirjen Bea dan Cukai,” kata Boyamin lewat keterangan resmi, Selasa (22/3). 

Boyamin menambahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani semestinya bisa melihat masalah ini dan segera mengevaluasi Dirjen Bea dan Cukai, kemudian dilaporkan

Menurutnya, posisi dirjen harusnya mengerti betul teknis dan pembuatan kebijakan yang pas untuk institusinya. “Karena levelnya eselon I. Mekanismenya itu menteri melakukan evaluasi, terus usul pemberhentian ke Presiden,” imbuhnya.

Baca :  Kejaksaan Agung Memeriksa 2 Orang Saksi Terkait Perkara PT Duta Palma Korporasi

Untuk diketahui, Kejaksaan Agung tengah intens mengusut mafia pelabuhan, terutama terkait tekstil. Sejumlah unsur Bea dan Cukai juga belakangan diperiksa penyidik. Hal ini semakin memperburuk citra Bea dan cukai. 

Di sisi lain, yang mengemuka ke publik adalah kesan kuat bahwa persoalan mafia pelabuhan hanya berkisar di direktorat jenderal itu dan bukan semata persoalan penyelundupan. 

Pernyataan Presiden Jokowi dan Menko Marivest Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya soal mafia pelabuhan lebih pada biaya menjadi tinggi di pelabuhan tersebut menyangkut banyak hal dan sejumlah pihak. 

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengatakan, seharusnya Dirjen Bea dan Cukai lebih transparan atas tata kelola ekspor dan impor ini. Sehingga tak ada kesan soal ekspor-impor ini menjadi kewenangan penuh Ditjen Bea dan Cukai. Dia menilai, Dirjen Bea dan Cukai tidak juga menjelaskan ini ke publik. 

“Iya, perlu dievaluasi dirjennya, berawal dan yang paling mendesak evaluasi kebijakannya. Tentu evaluasi personalia artinya ASN yang ada disitu,” kata Trubus.

Baca :  Garmin Rayakan 20 Tahun Forerunner, Smartwatch GPS Pertama di Dunia

Senada itu, Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi di kesempatan berbeda menilai hal sama. Dia mengatakan, selama ini bea cukai secara kelembagaan paling banyak kewenangannya. Di sisi lain, dari segi penerimaan negara atau pemasukan negara, institusi ini berperan besar dalam hal ekspor-impor, termasuk jalur laut.

“Jadi gak salah bila telunjuk menuding bea cukai terkesan itu (diam),” kata Siswanto.

Sebetulnya, lanjut Siswanto, pemerintah melalui Kemenkeu sudah memiliki Lembaga National Single Windows (LNSW) yang bertugas melakukan pengelolaan Indonesia National Single Window (INSW) dan penyelenggaraan sistem LNSW.  Hanya saja ini belum maksimal, karena masalah tidak seluruh instansi bergabung di LNSW.  

Proses pengiriman dan penerimaan barang ekspor dan impor, misalnya, kemudian masalah kepastian dokumen dan lamanya dwelling time, bukan hanya Bea dan Cukai. Ada banyak stakeholders terkait di sana, seperti pihak perhubungan laut, Bakamla, ekspedisi, kepolisian, administratif pelabuhan, Kemendag dan Kemenperin. 

Di bea dan cukai sendiri, kata Siswanto, pihaknya melihat masih banyak sekali deskresi-deskresi para pegawai di lapangan. 

Baca :  133 Calon Hakim Agung dan 20 Calon Hakim ad hoc HAM di MA Lolos Seleksi Administrasi

Dalam kasus yang diusut kejaksaan Agung, lanjut dia, hal ini yang mungkin menjadi fokus pengusutan.

“Ini yang membuat praktik korupsi, pungli masuk. Ada deskresi pegawai-pegawai. Misal ada kasus ada denda bila begini, kalau ada denda seperti itu di tataran pegawai kan ada celah negosiasi, dan sangat memicu terjadi transaksi-transksi gelap,” ujarnya. 

Kendati begitu, seharusnya yang lebih penting justru dirjen bea dan cukai membenahi tata kelola di lapangan, sehingga tidak selalu terjadi hal-hal semacam itu. Ke depan, harap Siswanto, dirjen bea dan cukai bisa diemban orang-orang yang cakap dalam menciptakan yurisprudensi baru yang semakin baik. (Edi)

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: redaksi@biskom.web.id. Terima kasih.