Pakar Pengamat Tambang, Hanifa Sutrisna.

BISKOM, Jakarta – Pakar Kondang Pengamat Pertambangan Hanifa Sutrisna menilai bisnis paling menggiurkan di dunia ini sebenarnya adalah nikel, selain emas dan minyak Bumi. Melalui keterangan tertulis kepada jurnalis Biskom di Jakarta hanifa berpandangan bahwa Indonesia sendiri sebenarnya memiliki pasokan nikel yang sangat besar.

Meskipun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan terbukti untuk komoditas nikel nasional sebesar 698 juta ton, tetapi nyatanya terdapat cadangan nikel lain yang masih belum diekspos untuk umum.

Terlebih nikel sendiri memiliki kegunaan yang sangat banyak, baik untuk kehidupan sehari-hari seperti sendok makan dan mobil listrik, maupun untuk pertahanan negara. Adapun untuk keperluan pertahanan negara biasanya digunakan untuk membuat drown kendali, pengendali radar, dan pesawat ulang-alik.

Namun, diakuinya, stainless steel kategori 300-500 yang digunakan untuk persenjataan dari Indonesia perlu ditumbuhkan. Hal ini untuk semakin memperkuat peralatan tempur kita.

Pesawat tempur F-5 aja, stock dari produksi nikel atau kalau nikel itu dieksploitasi, sudah semua pesawat itu akan dikuasai. Begitu kuatnya pengaruh nikel terhadap pertahanan suatu negara, ungkapnya.

Hanifa menjelaskan bahwa stock nikel Indonesia masih banyak, lebih dari 1,5 milyar MT terukur dan 5M MT terkira.  Isunya bukan sekarat atau tidaknya stock Nikel tapi adalah tidak ekonomisnya harga Nikel di dalam negeri yang dibeli oleh Smelter Nikel PMA China di Indonesia, ditambah tidak memberikan nilai tambah apapun dalam bentuk pajak karena investor mendapat Tax Holiday, karena dianggap berinvestasi besar dalam membangun Smelter. 

Hal lainnya, saat ini di pasar luar negeri harga nikel ore (Ni>1,5%) dengan Fe 15-25% dihargai USD 73,-/MT FOB, lebih tinggi harganya dibandingkan Harga Mineral Acuan (HMA) untuk kadar bijih nikel Ni>1,8% dibeli oleh Smelter Nikel di Indonesia. 

Pertambangan Nikel.

Kondisi jika terus berlanjut maka ketahanan mineral kita akan terus turun dan negara lain yang memiliki Smelter Nikel di Indonesia semakin kuat ketahanan mineralnya yang secara langsung memperkuat ekonomi mereka.  Indonesia ini negara kaya sumber daya tanah jarang (rare earth mineral), tapi tidak bijak dalam membuat regulasi yang berpihak kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan sangat memanjakan investor asing yang mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia. 

Jika banyak pemberitaan yang menyatakan harga nikel naik karena stok sekarat, sah-sah saja karena Pemerintah Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam bijih nikel, tidak bijak dalam membuat aturan terkait nilai ekonomis kadar bijih nikel untuk menjadi acuan kadar terendah yang harus dibeli oleh Smelter-smelter nikel di Indonesia. 

Sudah saatnya pemerintah mengikuti trend pasar dunia bijih nikel dan mineral lainnya guna mengoptimalkan sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia.  Saya sangat yakin Presiden pun tidak mengerti bahwa kadar Ni>0,9% dengan Fe>49% laku dijual FOB kapal seharga USD 33,-/MT terangnya.

Menurut catatan Fitch Solution, produksi olahan nikel China mencapai 753,58 ribu ton pada 2021.

Larangan ekspor bijih nikel adalah kebijakan dengan tujuan agar nikel mentah tersebut bisa diolah di Indonesia, sehingga produk ekspor bukanlah produk mentah.

Ilustrasi Nikel.

Di dalam negeri, Asosisasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyampaikan bahwa permintaan nikel ore diperkirakan menjadi 100 juta ton tahun ini. Melonjak 30% dibandingkan dengan tahun 2021. Produksi yang naik seiring dengan empat perusahaan smelter nikel yang akan beroperasi tahun 2022.

China sendiri mendapatkan masalah dari larangan ekspor nikel ore Indonesia dan macetnya impor nikel ore dari Filipina. Meskipun China masih bisa mengolah nikel di Indonesia, tapi kehilangan nikel olahan dari Rusia membebani pasokan dunia.

Berdasarkan data Fitch Solution, Nikel olahan yang diproduksi oleh Rusia pada tahun 2021 tercatat 185,2 ribu ton, artinya terbesar nomer dua di dunia setelah China. Sementara itu produksi nikel olahan Indonesia tercatat 65,9 ribu ton.

Sehingga pasokan nikel dunia terancam tetap menyusut tahun ini di tengah permintaan dari stainless steel dan juga kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik.

Nikel olahan adalah nikel setengah jadi yang jadi bahan baku untuk industri setelah dilebur dari bijih nikel. Saat pasokan nikel terbatas, maka harga nikel akan melonjak karena kelangkaan, apalagi permintaan nikel dari industri kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh sebesar 28% CAGR sepanjang 2020-2030 menjadi 1,3 juta ton.

Indonesia ditargetkan akan menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan fokus di hilir, menargetkan 300.000 mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030. Tentu saja hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor.

Adapun perusahaan yang dimaksud adalah JTA International Holding. Perusahaan Qatar tersebut bergerak dalam pembiayaan untuk proyek dan konsultasi pengembangan bisnis, yang ingin berinvestasi dalam hilirisasi mineral di Indonesia. Khususnya, hilirisasi nikel.

Rencana investasi ini juga sekaligus sebagai dukungan terhadap langkah pemerintah Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Data US Geological Survey memproyeksikan cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta metrik ton, sekitar 40% nikel dunia ada di Indonesia. Tentu saja hal ini menjadikan Indonesia sebagai pemain utama nikel dunia, disusul oleh Australia dengan cadangan nikel yang mencapai 19 juta metrik ton,” ungkapnya.

Menurutnya, sebagai salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kendaraan listrik, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi.

Selain itu, Indonesia juga sudah mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah holding yang dibentuk oleh empat BUMN, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) PT Pertamina, dan PT PLN.

Kehadiran IBC disebut untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air.

“Keterlibatan JTA International Holding dalam berbagai investasinya di sektor Nikel diharapkan bisa mendukung industri nikel Indonesia yang kuat, lengkap dengan smelter operasional dan infrastruktur pemrosesan, serta kemitraan internasional,” pungkas. (Barley)