Jakarta, Biskom- Teknologi Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan blockchain merupakan dua teknologi paling transformatif pada masa kini. Sayangnya, Indonesia masih tertinggal dalam adoptasi teknologi AI dan blockchain.
Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) Hammam Riza mengatakan untuk mengatasi masalah ini diperlukan kerjasama quadhelix antara akademia, industri, pemerintah, dan masyarakat.
Menurut Hammam, masa depan ekonomi dan masyarakat Indonesia bergantung pada kemampuan kita untuk menyesuaikan dan mengadopsi teknologi blockchain dan kecerdasan buatan.
“Kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa manfaat dari inovasi ini dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” kata Hammam saat membuka Webinar Pengembangan dan Pemanfaatan Blockchain dan AI di Indonesia pada Rabu (1/2/2023).
Hammam menjelaskan, kolaborasi antara komunitas AI dan blockchain sangat bermanfaat untuk meningkatkan adopsi teknologi AI dan blockchain. Dengan menggabungkan para ahli dari kedua bidang ini, kita dapat meningkatkan inovasi dan mempermudah proses.
“Bersama-sama, kita dapat menciptakan solusi yang lebih cerdas, aman, dan efisien dibandingkan dengan apa yang dapat kita raih dengan bekerja secara terpisah,” tuturnya.
Langkah selanjutnya, bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi-teknologi ini. AI dan blockchain memiliki potensi untuk menciptakan peluang bisnis baru dan memperbaiki yang sudah ada, yang akan mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan pembuatan lapangan pekerjaan.
“Dampak pada ekonomi Indonesia bisa sangat signifikan, dan kita harus siap untuk memanfaatkan potensi ini,” lanjutnya.
Menurut Hammam, pemerintah memiliki peran penting dalam membangun lingkungan yang mendukung inovasi dalam bidang ini. Dengan memberikan kerangka yang tepat, kita dapat memastikan bahwa negara tetap berada di garis depan transformasi digital.
“Pada saat yang sama, penting bagi kita untuk memastikan penggunaan yang bertanggung jawab dan etis dari teknologi-teknologi ini. Regulasi harus menyeimbangkan kebutuhan untuk inovasi dengan kebutuhan untuk melindungi masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tentang pengembangan kecerdasan artifisial antara KORIKA dengan PT Indonesia Blockchain Persada (BlockToGo) yang merupakan mitra PERURI dalam digital business.
Managing Partner BlockToGo, Ginung Praditia mengatakan kerjasama ini merupakan upaya percepatan adopsi AI dan blockchain yang semestinya akan menghasilkan penerapan use cases dari penggabungan AI dan blockchain.
“Kami rasakan hal ini perlu untuk dikolaborasikan dengan para pihak yang diorkestrasi oleh KORIKA untuk kemajuan negara dan bangsa yang kita cintai. Di sisi lain, ini menjadi perlu karena di negara-negara lain inisiasi blockchain dan AI sudah dilakukan,” tuturnya
Di Indonesia inisiasi khususnya untuk bidang aplikasi blockchain menjadi lebih semangat lagi di kalangan industri dengan dengan keluarnya white paper dari Bank Indonesia terkait pengembangan Central Bank Digtal Curency (CBDC) dan rupiah digital.
Menurut Ginung, inisiatif blockchain juga sudah dilakukan beberapa pihak baik di level pemerintah maupun BUMN. PERURI juga sudah menginisiasi beberapa use cases terkait blockchain. Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan menginisiasi kegiatan blockchain.
“Ternyata di Indonesia sudah banyak yang mulai mengadopsi teknologi blockchain. Ini membuat industri makin excited terhadap perkembangan ini,” ungkapnya.
Melalui MoU ini ia berharap pihaknya bisa melakukan riset bersama dengan orkestrasi dari KORIKA untuk pengembangan aplikasi AI dan blockchain di Indonesia.
Webinar tersebut menghadirkan pembicara yaitu Peneliti Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Thufaili Imdad; Direktur Pengembangan Usaha PERURI, Fajar Rizki; dan CEO BlockToGo, M. Yafi Tonrusdi.