Jakarta, BISKOM – Karya Bram Ferino bersama produser AFik Haryadi dari PH AFiCi Entertainment berdurasi 107 menit telah lolos sensor 13+ dari laman LSF.go.id.

“Ide dasarnya saya yang cetuskan dari judul, lalu ditulis oleh BRAM Ferino yg sekaligus didapuk jadi sutradaranya, alur cerita ini dibuat dari ruang fiksi namun ada beberapa konflik kita masukan sedikit kebudayaan lokal yg kita kembangkan,” jelas AfiK detil via wa ke redaksi.

Lanjut ia jelaskan bahwa film ini tidak berpatokan dengan budaya tertentu karena kuatirnya akan menjadi polemik.

AfiK juga menjelaskan akan segera membuat film bergenre drama jadi tidak melulu horor.

Menarik, Tari Kematian itu bernarasi akan kegigihan pelajar dengan keterbatasan kemampuannya sebagai penari.

Sinopsis Singkat;
Kinara (Clarice Cutie), seorang siswi kelas X SMA, bercita-cita ingin menjadi penari handal seperti ibunya.

Sementara ibunya, Diah (Lilis Suganda), mengalami gangguan delusional sejak kepergian suaminya. Diah tidak mendukung keputusan Kinara untuk menjadi penari. Apalagi Kinara tidak pandai menari hingga sering dijadikan bahan olokan teman-temannya di sanggar tari sekolah. Kejadian aneh dialaminya saat ia sedang study tour ke sebuah pulau. Ia mempelajari sebuah tarian kuno yang terlarang karena dinilai mematikan. Kepulangannya dari pulau itu membuatnya jadi handal menari. Namun, hal itu justru membuat nyawa teman-teman dan orang yang dicintainya terancam.

Lokasi syuting film ini berada di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Rumah produksinya sendiri baru berdiri tiga tahun lalu.

Beberapa produksinya yang pernah tayang di bioskop adalah Mimpi di Ujung Pati (Oktober 2021), dan Buyut (Juni 2022).

LSF mengklasifikasikan film Tari Kematian ini untuk penonton usia 13 tahun ke atas.

Produser AFik memastikan film ini karya bersama anak negeri dari PangkalPinang Babel yang ingin unjuk karya dan ia sangat berterima kasih ke pihak eksibhitor memberikan kesempatan atas karya dari daerah bersaing di pentas nasional semoga diterima semua pihak.

Sementara itu redaksi juga raih respon dari sutradara muda energik Bram Ferino.

Ia memastikan penonton akan dibuat merinding dengan adanya nyanyian/senandung yang terinspirasi dari Daek khas Bangka dan di padu dengan lantunan sinden, itu semua dikemas dengan bahasa Bangka belitung membuat warna tak biasa dari irama lagu ini lebih kekinian.

Dalam Film Tari Kematian ini, musik yang digunakan terdengar seperti paduan Sinden Jawa dan Daek yang bisa menghipnotis siapapun yang mendengarnya. Lirik yang disampaikan merupakan sebuah mantra pemanggil Arwah Dewi Batari, sosok penari Menyeramkan yang mengutuk siapapun yang melihatnya.

“Saya juga memastikan lokasi syuting Tari Kematian ini, berlokasi disebuah Pulau di Bangka Belitung yang terkenal dengan kisah mistis asli dari daerah tersebut. Daerah pantai yang digunakan tersebut berada sangat jauh dari dermaga, semua crew dan pemain harus melewati Hutan Rimbun, menanjak perbukitan curam serta pantai bebatuan tajam yang tersembunyi dibalik Hutan,” jelas Bram lugas.

Lanjutnya, banyak sekali hal ganjil yang terjadi dilokasi saat take, khususnya dilokasi pulau. Para crew dan pemain banyak mendapati beberapa gangguan seperti, crew melihat adanya kepala yang menggelinding dari atas bukit, kemudian pemeran hantu di film ini yang mendengar suara Daek persis seperti yang dinyanyikan olehnya sendiri. Banyak sekali keganjilan lain seperti kesamaan yang tidak disengaja dari nama lokasi, nama pemain, dan bahkan kisah Hantu yang berada dipulau itu sama persis dengan yang ada di film. (***/Zulkifli)

Makin penasaran? So don’t miss it…..!