Jakarta, Biskom– Badan Informasi Geospasial (BIG) berkolaborasi dengan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) menggelar International Training on Toponymy di Padma Resort, Bali pada 19-23 Juni 2023. Kegiatan ini mengambil tema utama “Geographical Names as Cultural Heritage” (Nama Geografis sebagai Warisan Budaya).

Pemilihan tempat pelatihan di Pulau Dewata selaras dengan reputasi Bali sebagai salah satu ikon wisata di Indonesia, dengan keragaman budaya yang dimiliki dan penamaan rupabumi yang menyertainya.

Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari tentang nama rupabumi. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi menjelaskan bahwa nama rupabumi merupakan nama yang diberikan pada unsur rupabumi.

Lebih sederhana kita mengenalnya sebagai nama tempat atau nama suatu lokasi. Penamaan suatu tempat seringkali memiliki keterkaitan dengan latar belakang, sejarah, budaya, tradisi, maupun adat istiadat yang melekat pada suatu wilayah. Sehingga nama rupabumi dapat menjadi ingatan kolektif yang menghubungkan masyarakat dengan identitas sekaligus warisan budayanya.

Baca :  BPPT-Kementerian PUPR Sepakati MoU Inovasi Pemanfaatan Teknologi

International Training on Toponymy merupakan salah satu agenda kerja UNGEGN Asia South-East (ASE) Division tahun 2019-2022. Pelaksanaannya tertunda karena pandemi Covid-19 dan baru dapat dilaksanakan pada tahun 2023. Pelaksanaan pelatihan bertaraf internasional ini merupakan komitmen Indonesia meskipun sejak April 2022 sudah tidak lagi menjadi ketua UNGEGN ASED, digantikan oleh Brunei Darussalam.

Semua anggota UNGEGN diberikan peluang untuk mendaftar sebagai peserta. Selain Indonesia, pada hari pertama tercatat perwakilan dari tujuh negara lain yaitu Brunei Darussalam, Arab Saudi, Laos, Malaysia, Oman, Yordania, dan Vietnam.

Pada seremonial pembukaan, Kepala BIG, Muh Aris Marfai berpesan, “Pelatihan ini merupakan wadah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dari masing-masing negara. Penting bagi kita semua untuk memahami pembakuan nama rupabumi dalam kaitannya dengan pelestarian budaya.”

Ketua Divisi Asia South East (ASE) UNGEGN, Nor Zetty Akhtar Haji Abdul Hamid dalam sambutannya menyampaikan bahwa Bali (Indonesia) merupakan tempat yang tepat untuk menjadi lokasi pelatihan dikarenakan terdapat banyak unsur warisan budaya, dengan harapan agar para peserta dapat lebih memahami pentingnya toponim.

Baca :  Mobile-8 Dukung Pilpres 2009

Sementara Peder Gammeltoft (Convenor of the Working Group on Training Courses in Toponymy – UNGEGN) menyampaikan bahwa ada banyak orang yang ingin mengikuti pelatihan ini namun karena kapasitasnya terbatas. Ia berharap akan ada lagi kegiatan pelatihan serupa di waktu yang akan datang.

“Indonesia menunjukkan perhatian besar terhadap toponimi, yang terlihat dari intensitas penyelenggaraan pelatihan secara berkala, selaras dengan misi UNGEGN dalam peningkatan kompetensi,” jelas Cecille Blake, Sekretariat UNGEGN. Lebih lanjut Cecille mengungkapkan apresiasinya terhadap ASE Division sebagai salah satu divisi UNGEGN yang aktif selama ini.

Rangkaian kegiatan pelatihan ini direncanakan berlangsung selama lima hari, dengan materi pelatihan meliputi National Agencies, Models, and Procedures; Geographical Names as Cultural Heritage; Cultural Heritage in Bali; Geographical Names Collection Systems; serta Geographical Names Data Processing and Management.

Pelatihan juga mencakup sesi praktik lapangan dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi spasial untuk memberikan gambaran secara langsung kepada peserta mengenai cara melaksanakan pengumpulan nama rupabumi serta bagaimana aplikasi-aplikasi spasial dapat dimanfaatkan dalam melakukan prosesnya.

Baca :  Manufacturing Digital Hub kembali hadir, visit Manufacturing Indonesia

Selain itu peserta akan dibekali metode pengolahan serta pengelolaan basis data spasial. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta dengan keterampilan dan pemahaman yang diperlukan dalam mengelola dan memproses data spasial secara efektif.

Pelatihan ini menghadirkan para ahli yang diantaranya Peder Gammeltoft dari Norwegia; Tjeerd Tichelaar dan Jasper Hogerwerf yang berasal dari Belanda; Cecille Blake sebagai perwakilan dari sekretariat UNGEGN; Ade Komara Mulyana, Harry Ferdiansyah, dan Ni Komang Aniek Purniti dari Indonesia.

Para peserta pelatihan ini diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam tentang pentingnya toponimi sebagai warisan budaya, serta dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam konteks pelestarian budaya, pengembangan pariwisata berkelanjutan, dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemetaan dan penamaan tempat.

Lebih lanjut peserta diharapkan dapat berkontribusi dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya melalui pemahaman yang lebih baik tentang nama rupabumi.