Dadang Setiawan saat paparan dalam FGD Peningkatan Konektivitas Digital Memperluas Infrastruktur Digital Indonesia ke Pedesaan di Hotel Le Meridien Jakarta. (12/7/2023).

BISKOM, Jakarta – Asosiasi Pengusaha TIK Nasional (APTIKNAS) mendorong semua pihak untuk terus berupaya meminimalisir gap kesenjangan digital antara warga di perkotaan dan dengan di pedesaan. Pemasangan Acces Point Outdoor di pedesaan perlu terus dilakukan untuk menjawab kebutuhan penggunaan internet oleh warga masyarakat di pedesaan.

Hal itu disampaikan Ketua Komtap Pemberdayaan Desa DPP APTIKNAS Dadang Setiawan saat didaulat menjadi salah satu pembicara, mewakili APTIKNAS, pada kegiatan Fokus Group Discusion yang digelar Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (12/7/2023).

FGD kali ini mengusung tema “Peningkatan Konektivitas Digital Memperluas Infrastruktur Digital Indonesia ke Pedesaan.”

Dadang Setiawan yang merupakan CEO PT Raihan Teknologi Pratama, memaparkan pengalamanya tentang implementasi Internet Desa di Kabupaten Garut, khususnya di Kecamatan Pangatikan. Secara garis besar, kata Dadang, masyarakat yang beraktifitas di pedesaan, mayoritas pengguna internetnya memakai akses lewat handphone (mobile) dibandingkan dengan fix mobile.

“Oleh karena itu untuk menjawab kebutuhan akses internet di Kecamatan Pangatikan Kabupaten Garut,  PT Raihan Teknologi Pratama, saat ini telah menggelar Fiber Optic sekaligus memasang Accest Point Outdoor. Sehingga warga masih bisa internetan walau pindah ke Desa lain. Sepanjang di desa tersebut sudah ada Accest Point,” beber Dadang mengisahkan pengalamannya memasang Accest Point Outdoor. 

Baca :  Makin Ditekan Dewan Pers, SKW Berlisensi BNSP Makin Dipercaya

Dia menambahkan, pihaknya selaku pengurus APTIKNAS, akan terus mendorong pemerintah membangun akses internet di seluruh desa di Indonesia. “Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, dapat meminimalisasi adanya Gap kesenjangan Digital antara warga kota dan warga pedesaan,” imbuh Dadang.

Sementara itu, Denny Setiawan Perwakilan dari Kementerian Kominfo RI, dalam paparanya menyebutkan, tiap Desa di indonesia mempunya tingkat kompleksifitas yang berbeda-beda. “Ada daerah yang cocok menggunakan Fiber Optic, Wireless, dan ada pula yang cocok menggunakan VSAT,” ungkapnya. 

Sementara itu perwakilan dari International Telecomunication Union (ITU), Pujo Pujiono, dalam parapannya mengatakan, Indonesia menjadi contoh bagi dunia, bagaimana menerapkan internet desa dengan kondisi tingkat kerumitan yang cukup tinggi, di mana salah satunya adalah kondisi geografis.

Baca :  Kepercayaan Publik Terhadap Kejaksaan RI Mencapai 81 %

Kegiatan ini juga dihadiri perwakilan dari perusahaan Indosat, Google, dan KADIN.

Secara terpisah Ketum DPP APTIKNAS, Soegiharto Santoso alias Hoky mengatakan, kita semua mengetahui bahwa dengan menggunakan internet di desa dapat mempermudah komunikasi banyak pihak di desa, khususnya pihak pemerintah desa bisa dengan mudah menyebarkan informasi kepada seluruh warga desa.

“Kami di APTIKNAS juga mencoba turut berperan aktif tanpa menggunakan dana desa, untuk membuktikan bahwa ternyata bisa kami lakukan, harapannya kedepan banyak pihak yang berkenaan turut terlibat, karena kedepannya sangat dibutuhkan pembangunan infrastruktur 83.449 desa di Indonesia.” kata Hoky.

Hoky juga menambahkan APTIKNAS telah menjalin kerjasama dengan pihak Cyber Academy, dimana program selanjutnya adalah Desa Academy 5.0 sebagai upaya untuk mempersiapkan masyarakat desa dalam menghadapi  perubahan teknologi dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh perkembangan digital.

Dengan meningkatkan akses, keterampilan, dan pemahaman masyarakat desa terhadap teknologi canggih, diharapkan masyarakat desa dapat berkontribusi pada pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dalam era Society 5.0.

Baca :  Peluncuran National Cybersecurity Connect 2023 Untuk Solusi Keamanan Cyber

Desa Academy 5.0 merujuk pada pendekatan dan inisiatif pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan konsep Society 5.0. Bahwa Society 5.0 adalah konsep yang diusulkan oleh pemerintah Jepang yang menggambarkan masyarakat berbasis pengetahuan yang terintegrasi dengan teknologi digital dan inovasi untuk mencapai keselarasan antara kemajuan ekonomi dan kemajuan sosial.

Program ini biasanya dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pertanian, kewirausahaan, manajemen keuangan, pemasaran, teknologi, dan bidang lainnya yang relevan.

Dalam konteks Desa Academy 5.0, pendidikan dan pelatihan didesain untuk mempersiapkan masyarakat desa dalam menghadapi transformasi digital dan teknologi canggih, serta memanfaatkan potensi inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

“Kita memang harus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan Desa Academy 5.0, semoga dalam waktu tidak lama lagi program Desa Academy 5.0 dapat digulirkan oleh APTIKNAS bersama-sama dengan pihak Cyber Academy” tutur Hoky. (Juenda)