BISKOM, Jakarta.Pagi -pagi warga Kampung Bayam gruduk, senin (14/08/23) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Maksud kedatangan para warga yang berjumlah puluhan orang ini terkait Hak Atas Unit Kampung Susun Bayam pada Gubernur DKI Jakarta dan PT. Jakarta Properti (Jakpro).

Warga yang di dampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) berpandangan bahwa warga Kampung Bayam telah satu tahun lebih harus terkatung-katung dan tidak juga mendapatkan kepastian untuk menempati Kampung Susun Bayam.

Jumat, 11 Agustus 2023, warga Kampung Bayam mendaftarkan dan menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo (“JakPro”) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta melalui e-court. Para Penggugat terdiri dari beberapa warga kampung bayam yang mengalami kerugian. Gugatan tersebut dilayangkan ke Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro karena warga tak kunjung mendapatkan hak atas unit untuk menghuni dan mengelola Kampung Susun Bayam. Hal ini sebagai bentuk tindak lanjut atas upaya administratif yang telah dilakukan oleh warga kampung bayam pada Februari dan Maret lalu.

Secara umum, terdapat 3 alasan mengapa gugatan diajukan:

Pertama, pengabaian tanggung jawab hukum oleh Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro untuk memberikan unit Kampung Susun Bayam. Hal ini berawal sejak warga Kampung Bayam yang mengalami penggusuran pada 2008 dan kembali terjadi pada 2020 dengan alasan pembangunan pancang Jakarta International Stadium (JIS). Padahal, tanggung jawab hukum tersebut secara jelas diatur dalam Kepgub DKI 878/2018 yang ditindaklanjuti dengan adanya Kepgub DKI 979/2022. Adapun pada lampiran Kepgub DKI 979/2022 terdapat wilayah lokasi permukiman pada wilayah Kampung Bayam Jalan Sunter Permai Raya, Kawasan Jakarta International Stadium RW 12, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Administrasi Jakarta Utara yang merupakan wilayah Para Penggugat. Tidak hanya itu, dasar warga menempati Kampung Susun Bayam juga telah melalui proses verifikasi sebagaimana tercantum di dalam Surat Walikota Jakarta Utara nomor e-0176/PU.04.00 perihal Data Verifikasi Warga Calon Penghuni Kampung Susun Bayam.

Kedua, adanya pelanggaran hak oleh Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro. Sampai gugatan ini diajukan, warga kampung bayam tidak kunjung mendapatkan akses hunian di Kampung Susun Bayam. Pengabaian oleh Pemprov DKI dan Jakpro telah berdampak pada ketidakpastian pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak. Akibatnya, Warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan 5 Kartu Keluarga diantaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya. Hal ini membuktikan tidak hadirnya Negara dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta dalam pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Bayam, termasuk diantaranya warga yang menggugat.

Ketiga, tindakan Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Selain ketidakpastian hukum yang harus dihadapi oleh warga Kampung Bayam, pelanggaran asas keterbukaan, kemanfaatan, ketidakberpihakan dan kepentingan umum juga sangat terlihat dalam tindakan yang dilakukan oleh Jakpro maupun Pemprov DKI Jakarta. Alih-alih memberikan kesempatan kepada warga Kampung Bayam untuk didengar pendapatnya, Jakpro justru memberikan tarif kepada warga Kampung Bayam yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dengan dasar penggunaan Pergub DKI 55/2018. Padahal telah jelas bahwa warga Kampung Bayam merupakan warga dengan kategori kelompok “terprogram” dan warga yang berhak atas unit tersebut dengan tercantum dalam skema Kepgub DKI 979/2022, bahkan diperkuat dengan adanya verifikasi data warga sebagaimana SK yang telah diterbitkan oleh Walikota Jakarta Utara.

Berdasarkan ketiga alasan tersebut, LBH Jakarta bersama Para Penggugat dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) berpandangan bahwa warga Kampung Bayam telah satu tahun lebih harus terkatung-katung dan tidak juga mendapatkan kepastian untuk menempati Kampung Susun Bayam. sehingga Gugatan terhadap PTUN Jakarta diharapkan dapat menjadi sarana koreksi bagi kekuasaan pemerintah atas sikap abainya dalam pemenuhan hak dan tanggung jawab hukum tersebut. Gugatan ini meminta pengadilan untuk dapat menyatakan bahwa tindakan pengabaian tanggung jawab hukum pemerintah dengan tidak memberikan hak atas unit Kampung Susun Bayam sebagai tindakan melawan hukum. Tidak hanya itu, gugatan ini juga meminta PTUN untuk memerintahkan Jakpro dan Pemprov DKI Jakarta untuk segera memberikan unit Kampung Susun Bayam kepada warga Kampung Bayam sebagaimana telah jelas dasarnya melalui Kepgub DKI 979/2022 dan Surat Walikota Jakarta Utara nomor e-0176/PU.04.00.

Diduga menjelang Pilpres (Pemilihan Presiden) 2024 atau Pilgub (Pemilihan Gubernur) suara warga Kampung Bayam akan di manfaatkan oleh kandidat presiden dan kandidat gubernur melalui partai – partai pegusungnya. Hal ini pernah terjadi pada kasus Tanah Merah, dan seandainya ini benar terjadi sungguh ironis cara para pemangkuh negara ini yang mengaku kaum intelektual tapi bergaya dan memakai sistem kampungan dan tidak menunjukkan pada gaya yang elegan.(edi/hen).