BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
- Tersangka Deden Mastur bin H. Amin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Sa’roni bin Muchtar dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Agus Kusnadi bin (Alm) Supriyadi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Andika als Dika bin Mardanih dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Sony Mandala alias Sony bin Azwardi Anwar dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Ayel bin Tatal dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Nazori als Erik bin Abas dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Muhammad Ilham Pangian pgl Ilham bin Anton Roberto dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
- Tersangka Herwin Sirait dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (REP)