Tomohon, BISKOM – Setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana melalui putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Imdonesia, seorang ibu di Kota Tomohon meminta pertanggung jawaban Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Utara.

Tuntutan itu diajukan ibu tersebut dalam Surat Somasi bertanggal 6 November 2023, yang dibawa sendiri ke kantor BKSDA Provinsi Sulawesi Utara di Manado.

Pada surat ini, ibu yang tinggal di Kelurahan Kakaskasen Dua, Kecamatan Tomohon Utara itu, menuntut BKSDA Provinsi Sulawesi Utara mengganti kerugian materil dan immateriil yang dideritanya.

“Saya dilaporkan ke Polda Sulut, kemudian diproses di Kejaksaan Tinggi, lalu Kejaksaan Negeri Tomohon, Polres Tomohon dan kemudian menjadi terdakwa di PN Tondano,” tutur ibu ini.

Akibat pelaporan petugas BKSDA Resort Gunung Lokon bernama Robin di Polda Sulut, dengan tuduhan dirinya telah merambah di hutan kawasan konservasi Gunung Lokon, selama berbulan-bulan dia harus menjalani wajib lapor dua kali seminggu, dan kemudian ditahan oleh Kejaksaan Negeri Tomohon serta PN Tondano.

“Ini kriminalisasi yang saya alami akibat pelaporan saudara Robin itu. Saya harus mengalami kerugian materi yang sangat besar untuk ukuran orang kecil seperti saya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, saya dan keluarga besar saya harus menanggung malu karena sudah dituduh dan diperlakukan seperti seorang kriminal, dibully di medsos dan jadi gunjingan di lingkungan tempat kami tinggal,” tuturnya.

Dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung nomor 3157 K/Pid.Sus-LH/2023 tanggal 3 Agustus 2023 yang menguatkan putusan PN Tondano dalam perkara dengan register 169/Pid.B/LH/2022/PN Tnn itu, dengan amar bahwa tidak ada perbuatan pidana seperti didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan memerintahkan untuk memulihkan nama baik serta martabatnya, maka Somasi itu diajukan ke BKSDA Provinsi Sulawesi Utara.

“Bila dalam jangka waktu satu bulan sejak surat Somasi itu diajukan, tidak ada itikad baik dari BKSDA Provinsi Sulawesi Utara, saya akan membawa masalah ini ke ranah hukum,” tegas ibu bernama Nontje Tangkawarouw itu.

Surat Somasi ini, kata dia, juga ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Kapolda Sulut, Kejaksaan Tinggi Sulut, Pemerintah Kota Tomohon, Kejaksaan Negeri Tomohon, media massa nasional dan Sulawesi Utara serta kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pemkot Tomohon diberi tembusan, selain karena lokasi, juga ada indikasi keterlibatan beberapa oknum aparat Kelurahan Wailan.

“Karena sekarang ini saya hanya berjuang sendiri, jadi saya minta dukungan dan bantuan dari media dan LSM di daerah ini. Saya cuma orang kecil yang hendak mencari keadilan, dan agar supaya jangan ada lagi orang seperti saya yang bisa seenaknya dikriminalisasi,” ujar Nontje prihatin.

Dia menuturkan, persoalan itu berawal pada Mei 2021, saat sedang berada di kebun bernama Koha Rangdang, di Kelurahan Wailan, Kota Tomohon, dia dan kakaknya didatangi petugas BKSDA Resort Gunung Lokon, bernama Robin.

Petugas itu menuduh mereka telah merambah kawasan konservasi Gunung Lokon dan kemudian memasang plang pengumuman bahwa kawasan tersebut merupakan area konservasi.

“Padahal, kebun ini adalah warisan dari orang tua kami sesuai surat 1945, 1953 dan 1988 yang kami olah sejak zaman ayah kami. Selain itu, jika sudah ada perubahan luas area konservasi, tidak pernah ada sosialisasi dari BKSDA kepada masyarakat,” tutunya.

Selain memasang plang, oleh oknum-oknum lain, papar Nontje, tanaman serta pondok (sabuah) yang dibangun di perkebunan itu, dirusak hingga tak tersisa.

Perbuatan ini oleh Nontje kemudian dilaporkan ke Polres Tomohon, tapi hingga kini tak direspon meski sudah ada surat Laporan Polisi hingga diterbitkannya SP2HP.

Yang memiriskan, tutur Nontje lagi, beberapa waktu kemudian, dirinya yang justru dilaporkan petugas BKSDA Resort Gunung Lokon bernama Robin itu ke Polda Sulut dan langsung direspon saat itu juga oleh petugas Polda Sulut.

“Saya dibawa ke Polda, diperiksa di Tipidter, wajib lapor berbulan-bulan, jadi tersangka dan ditahan di Polres Tomohon dan Lapas Tomohon selama empat bulan. Saya jadi seperti seseorang yang melakukan perbuatan kriminal,” paparnya.

Akibat pelaporan Robin ini, menurut Nontje, dia harus kehilangan pekerjaannya sebagai honorer di Pemkot Tomohon, usahanya di Pasar Tomohon jadi bangkrut dan mengeluarkan banyak biaya sejak berbulan-bulan diperiksa di Polda Sulut hingga persidangan di PN Tondano.

“Saya curiga di kasus pidana saya ini sudah ada konspirasi, karena sementara proses di Polda, saya dan delapan kakak saya digugat perdata oleh tiga saudara kami yang lain. Saya sudah beritahukan kepada petugas penyidik bahwa untuk obyek tanah yang sama, kami telah digugat perdata, tapi proses pidana itu jalan terus hingga ke pengadilan” bebernya.

Dampak dari persidangan perkara perdata dan pidana ini berjalan bersamaan, di hari yang sama dan di pengadilan yang sama, yakni di PN Tondano; Nontje-yang oleh kakak-kakaknya yang sudah berusia antara 65 – 70 tahun, dikuasakan menangani kasus ini-tak dapat berbuat banyak.

“Kalau hari sidang, biasanya pidana lebih dahulu, setelah itu saya dikurung di sel tahanan pengadilan dan sidang perdata dilaksanakan. Tapi, ketika saya minta izin untuk bersaksi di kasus perdata, tak pernah dikabulkan jaksa, kakak-kakak saya yang usianya sudah 60-an dan 70-an tahun tak bisa bersaksi, belum lagi beberapa saksi kami yang tertekan karena ditakut-takuti akan bernasib sama seperti saya yang sudah ditahan di lapas, sehingga di kasus perdata, kami kalah dan kini sedang menunggu proses kasasi,” tuturnya lagi.

Nilai kerugian inilah, menurut Nontje yang dimintakan pertangung jawabannya kepada BKSDA Provinsi Sulawesi Utara, karena saat melaporkan dirinya ke Polda Sulut, Robin sebagai petugas BKSDA Resort Gunung Lokon, menggunakan UU Kehutanan, memasang plang atas nama BKSDA dengan saksi-saksi yang diajukan sejak pemeriksaan hingga sidang, berasal dari instansi tersebut.

“Tolong bantu saya ya. Kronologi kejadiannya sudah saya susun. Saya juga sedang siapkan laporan yang lain,” pinta Nontje sambil menyebutkan nomor kontak WA-nya 081242424963 bila ada media atau LSM yang ingin mendapatkan informasi tambahan tentang kasus ini. (***/ZKL)