Jakarta, Biskom – Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim sehingga banjir sering melanda, terjadinya cuaca ekstrem, dan meningkatnya bencana alam. Tingginya risiko perubahan iklim ini berdampak pada ketersediaan air, manajemen risiko bencana, pembangunan perkotaan, kemiskinan, dan kesehatan.
Sistem kesehatan di Indonesia terancam oleh perubahan iklim dan lingkungan sehingga memperluas jangkauan geografis penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah. Langkah-langkah adaptif dan proaktif diperlukan untuk merencanakan respons efektif terhadap epidemi yang akan datang.
Hal ini mendorong Pemerintah Indonesia, KORIKA, MBZUAI, dan IMACS menginisiasi Proyek ClimateSmart Indonesia, sebuah sistem peringatan dini berbasis kecerdasan artifisial/ artificial intelligence menggunakan Dataintegrated Intelligent System for Health Adaptation (DISHA) untuk pemrograman presisi.
Dengan mengintegrasikan dan memodelkan data iklim, kesehatan, dan mobilitas, solusi teknologi baru ini menjanjikan informasi yang efektif dalam tindakan kesehatan masyarakat yang diperlukan untuk memerangi wabah penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Berkolaborasi dengan Pemerintah Indonesia, proyek ini akan merevolusi peringatan dini berbasis iklim dan memastikan kepemilikan nasional melalui transfer pengetahuan, kelompok kerja teknis, dan peluang penguatan kapasitas.
Sejak inisiatif ini diumumkan di gelaran AI Innovation Summit di Jakarta pada bulan Agustus 2023, ClimateSmart Indonesia telah berfokus pada pengembangan peta digital Indonesia yang dinamis dan interaktif – termasuk wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim – untuk memberikan wawasan berbasis data kepada para pembuat kebijakan dan menginformasikan keputusan sistem kesehatan.
Managing Director Forecasting Healthy Futures, Kelly Willis mengatakan bahwa sistem kesehatan Indonesia semakin terancam oleh perubahan iklim dan lingkungan, yang memperluas jangkauan geografis penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah.
“Langkah-langkah adaptif dan proaktif, seperti ClimateSmart Indonesia, menawarkan pertahanan yang hemat biaya terhadap ketidakpastian dan volatilitas yang disebabkan oleh pemanasan global,” kata Kelly saat menyaksikan penandatangan kerjasama antara KORIKA dengan Kementerian Kesehatan di Jakarta pada Kamis (16/11/2023).
Director Institute for Health Modeling and Climate Solutions (IMACS), Dr. Kaushik Sarkar mengatakan ClimateSmart Indonesia merupakan contoh yang sangat baik tentang arti menjadi yang terdepan dalam inovasi kesehatan iklim.
“Secara bersama-sama, sistem peringatan dini dan alat perencanaan malaria yang berbasis informasi iklim dari inisiatif ini akan memberikan langkah maju yang besar menuju upaya eliminasi malaria yang tahan terhadap iklim,” kata Kaushik Sarkar.
Sementara itu, Director of Research Engagement Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI) Dr. Hosni Ghedira mengatakan bahwa artificial intelligence menjadi alat yang ampuh bagi para profesional kesehatan yang tertantang untuk mengatasi tantangan kesehatan iklim yang semakin meningkat di dunia.
“Di MBZUAI, kami sangat senang dapat bermitra dengan ClimateSmart Indonesia untuk berinvestasi dalam solusi kesehatan berskala besar,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, MSc., IPU, selaku Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Arfisial (KORIKA), menegaskan bahwa AI tidak hanya muncul sebagai suatu kekuatan, tetapi juga membawa potensi transformatif yang signifikan dalam lanskap layanan kesehatan di Indonesia. Dalam pandangannya, kehadiran kecerdasan artifisial menandai sebuah perubahan paradigma yang fundamental dalam pendekatan terhadap sistem kesehatan.
“Seiring dengan inisiatif ClimateSmart Indonesia yang mengambil langkah berani dalam memajukan solusi kesehatan berbasis perubahan iklim yang didukung oleh AI, kami mengantisipasi dampak terobosan yang akan mengubah kemampuan kita dalam memprediksi dan merencanakan tantangan kesehatan yang paling berat,” ungkap Hammam.
Menurutnya, kolaborasi ini membuka peluang besar untuk memanfaatkan wawasan AI guna mengoptimalkan alokasi sumber daya, melaksanakan intervensi yang terarah, dan merespons secara proaktif terhadap wabah penyakit yang muncul serta ancaman kesehatan.
Langkah berikutnya, ClimateSmart Indonesia akan menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), untuk mengembangkan kebijakan kesehatan dan ketahanan terhadap perubahan iklim yang berbasis bukti (climate-resilient health system).
Hammam menekankan bahwa kolaborasi lintas kementerian dan komunitas sangat penting dalam mengidentifikasi tujuan bersama, menetapkan prioritas, dan merumuskan mekanisme respons kesehatan dan perubahan iklim secara bersama-sama.
Dengan demikian, upaya ini tidak hanya menjadi tonggak penting dalam penerapan teknologi AI di sektor kesehatan, tetapi juga mengukuhkan komitmen untuk menciptakan sistem kesehatan yang responsif, adaptif, dan tangguh dihadapan tantangan iklim yang terus berkembang.
Dalam waktu dekat, ClimateSmart Indonesia akan dipamerkan di Paviliun Indonesia pada ajang UNFCC Conference of Parties Ke -28 (COP-28) di Dubai.