BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum). Kamis 30 November 2023,

Dr. Fadil Zumhana menyetujui 12 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

Tersangka Abkar Hi. Bakri M. alias Kang dari Cabang Kejaksaan Negeri Tolitoli di Laulalang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Adrin Adrian Pgl Siad dari Kejaksaan Negeri Pariaman, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Agustian Fajriansyah Pgl Fajri dari Kejaksaan Negeri Pariaman, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Joko Sulistyo bin Amro dari Kejaksaan Negeri Temanggung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Achmad Samsu alias Sam bin Komarudin dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Eduwardus Timu anak laki dari Martinus Timu Bani (Alm) dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 5 huruf a Jo. Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Eep Rukanda dari Kejaksaan Negeri Natuna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka A. Rezky Fadillah alias Rizki bin (Alm.) Abdul Fatah dari Kejaksaan Negeri Natuna, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Tersangka Ramlan dari Kejaksaan Negeri Pamekasan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Srijam dari Kejaksaan Negeri Sampang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Ferian Hamdun bin (Alm.) Urbaya Hamdun dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka I Yoga Febri Pratama dan Tersangka II Moch Rofiuddin Mufaqih dari Kejaksaan Negeri Gresik, yang disangka melanggar Pasal Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)