BISKOM, Jakarta – Pengamat Jurnalistik juga sebagai Pemerhati Kebijakan Politik & Publik, Zainal Effendi, angkat bicara terkait penetapan salah satu wartawan sebagai tersangka.

“Wartawan tidak bisa dijerat dengan UU ITE, karena hal tersebut sesuai dengan kesepakatan dengan Dewan Pers dan Polri, juga terhadap pihak instansi pemerintah manapun, mengingat bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dan mempunyai legalitas perusahaan pers legal, tidak dapat dibawa ke ranah pidana,” ujarnya, Sabtu (13/4/2024).

Sebagai mana diketahui, Putusan Sidang di Pengadilan Negeri Unaaha terhadap dua orang wartawan itu telah di putuskan berdasarkan UU ITE.

Perkara itu akibat wartawan diduga telah melakukan pencemaran nama baik terhadap mantan Kepala Desa Tanjung Laimeo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, melalui media sosial.

Putusan sidang tersebut dianggap sangat tidak adil dan diskriminatif terhadap kerja wartawan serta adanya pembungkaman terhadap karya jurnalistik.

Pada kasus itu, wartawan inisial E.L dijerat dengan UU ITE atau pencemaran nama baik dikarenakan mempublikasikan link medianya di akun facebook miliknya sendiri, yang mana terkait perkara ini, dua wartawan itu di dijerat UU ITE, karena telah memberitakan pejabat publik itu tanpa hak, dan dianggapnya telah mencemari nama baik seorang pejabat publik yang di indikasi terkait korupsi Dana Desa (DD).

Sebagai insan Jurnalis, Zainal mengatakan, ini sebagai bentuk diskriminasi yang telah mencederai hatinya sebagai mantan seorang jurnalis. “Wartawan tidak dapat dipidana dijerat dengan Pasal karet yaitu UU ITE karena hal tersebut kesepakatan Dewan Pers dengan Polri,” ungkapnya.

Adapun mereka telah memberitakan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Kepala Desa dan proses hukum telah berjalan selama ini, yang mana sejak awal penyelidikan oleh tim penyidik bidang Siber Krimsus Polda Sultra pada awal Tahun 2021 lalu, kemudian menjadi status tersangka pada 29/12/2022, dan ditahan di Kejaksaan Negeri Konawe pada 11/12/2023 kemudian divonis hari ini Rabu 3/4/2024, yang mana terdakwa II AM telah divonis bebas karena terbukti fakta-fakta persidangan tidak bersalah, namun terdakwa I EL divonis 6 (enam) bulan penjara sehingga hal itu menjadi sorotan kami dan dari rekan rekan media lainnya apalagi juga ada beberapa pasal yang telah dihapus oleh Mahkamah Agung seperti pencemaran nama baik,” ucapnya.

Lebih lanjut Zainal Effendi, yang merupakan sosok seorang Wartawan Senior dari zamannya Harmoko hingga saat ini mengatakan, dalam kasus ini Zainal menyatakan” Wartawan tidak bisa di jerat UU ITE, oleh karena itu Putusan PN Konawe terhadap rekan Wartawan menurutnya kasus ini adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pres juga hasil karya Jurnalistik.

Ditambah pada persidangan tersebut menurutnya sebuah kekeliruan terjadi, dalam proses hukum yang berjalan saat di meja persidangan, salah satu utusan dari Dewan Pers sebagai saksi Ahli memaparkan konsep legal standing perusahan pers dan menyampaikan” yang Legal itu terdaftar di Dewan Pres, karena menurutnya aturan standar perusahan Pers dari Dewan Pers sendiri ialah BAB III Pasal 5,6,7 terkait aturan standar Perusahaan Pers.

Zainal sangat prihatin atas pernyataan tersebut, Seyogyanya Dewan Pers membedakan mana tugas utama mereka dalam hal melindungi Wartawan bukan seolah mengintervensi persoalan perusahan pers yang tidak terdaftar di lembaga Dewan Pers, apa korelasinya.? Hal tersebut menurut Zainal merupakan kebuntuan berpikir dan adanya keputusan diskriminatif tersebut, telah mencoreng nama baik wartawan dan sebagai bentuk pembukaman terhadap kebebasan Pers saat ini dan hal ini benar-benar diskriminatif dan penuh dengan kemunafikan seharusnya APH paham bahwa kerja Jurnalis itu dinamis di lapangan mereka bekerja sesuai dengan kode etik yang berlaku.

Sebab kita tau bersama bahwa jurnalis adalah bagian dari tugas yang mulia untuk menjaga keutuhan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa karena melalui tulisannya sesuai data dan fakta, apa lagi dalam hal ini wartawan tersebut mengungkap soal Korupsi “Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih karena melalui kebebasan Pers, masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, dan khususnya oknum Kepala desa yang terindikasi menyelewengkan anggaran sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Perlu untuk diketahui, tidak ada standar perusahan pers di dalam UU Pres menyebut Wajib bagi perusahan pers untuk mendaftar diri pada Lembaga Dewan Pers, semestinya apabila Dewan Pers ingin mengambil kebijakan yang utuh soal perusahan pers dan memberikan perlindungan kepada wartawan maka silahkan Dewan pers lakukan MoU kepada KemenkumHAM dan Notaris bahwa dalam pembuatan perusahan pers harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi Dewan Pers, baru diterbitkan SK kemenkumham dan Notaris serta surat izin perusahan dari negara, itu baru cara yang baik dan benar,“ jelasnya.

Oleh sebab itu Sengketa Pers yang dialami oleh rekan dua Wartawan tersebut menuai banyak sorotan dari kalangan penggiat media khususnya kami mantan Wartawan Senior Jamannya Orde baru, menilai PN Konawe telah melakukan diskriminasi dan pembungkaman terhadap kemerdekaan Pers nasional yang telah di atur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers,” tutupnya.

Sumber : Zainal Effendi | Editor : ZKL.